Sudah pernah ke pantai Gandoriah? Iya, pantai yang tiap tahun diadakan ritual budaya Tabuik itu, lho. Sudah tahu asal usul siapa itu Gandoriah? Yukk, simak kaba, retold, berikut ini.
Lidah laut menjilati pergelangan kaki perempuan berbaju kurung itu. Ia tak menepisnya meski air asin menyusup nakal berkali-kali menjalari rok batik tanah liatnya.
“Bialah pandan denai tinggalkan, pandanlah lapuk dalam sawah, biarlah badan berjauhan, asalkan di hati tidak berubah,” rayu lelaki yang menyusulnya.
Tak ada jawaban yang keluar dari bibir ranum perempuan berambut panjang di balik selendang tipis. Kaki telanjangnya melambat namun tak jua tersusul.
“Mintalah sesuatu sebagai buah tanganku, apapun itu,” lelaki tinggi berisi itu membetulkan letak kopiah hitamnya.
Di tepian lautan Minangkabau, matahari makin tergelincir jatuh. Biduk-biduk nelayan ramai melaut. Namun perempuan berbadan ramping itu tetap diam. Ingatannya melancung pada beberapa pekan lalu. Di tempat yang sama, di tepian pantai Pariaman lelaki ber-sarawa, celana berpisak rendah sedalam mata kaki itu memelas. Anggun nan Tongga memohon diizinkan bertarung ke gelanggang sayembara di Sungai Geringging. Seorang pendekar sakti sedang mencari jodoh untuk adik perempuannya. Betapa kencang degub jantung Puti Gondan Gandoriah kala itu. Kekasih yang dicintainya semenjak kecil hendak mengadu nasib memenangkan sayembara pencarian jodoh. Namun tabiat Anggun nan Tongga yang berkemauan keras pantang ditegah, membuatnya terpaksa mengalah. “Pergilah,” ucapnya pasrah.
Pada sayembara itu sang pendekar tuan rumah berhasil dikalahkan dalam pertandingan memanah, menyabung, dan beberapa permainan lainnya. Pandeka muda itu pulang membawa kemenangan.
Petang yang beranjak senja, gadis berambut kepang dua itu kembali menimbang- nimbang. Sepatutnyakah ia…..(lanjutannya ada di buku, ya ^^ yuk buruan di koleksi. Selain saya, ada banyak para penulis top Indonesia lho di buku ini. Kisah-kisahnya lengkap dari Sabang sampai Merauke. Dijamin indak rugi memiliki buku ini. ) Baca lebih lanjut