Saya percaya tiap kita punya barang kesayangan, ‘sezuhud’ apapun itu individu. Seperti halnya saya yang punya satu baju kaos oblong kesayangan. Usianya melebihi satu dekade. Sudah terkorosi, bolong banyak (sana sini) di bagian punggungnya. Mungkin karena tak tahan oleh asam (kimiawi) keringat. Warnanya tentu tak secerah dulu. Aromanya? Entahlah. Tentu saja ada aroma khas pada tiap tubuh pemakai baju, sebersih apapun pencuciannya. Dalam seminggu, mungkin ada tiga sampai empat kali saya memakainya. Jangan tanya pendapat orang serumah, sudah bebal kuping saya oleh keluhan mereka. Hehe…
Saat hati gundah, sehabis mandi, berbenah, saya akan kenakan baju belel kebanggaan itu. Lalu meringkuk memeluk guling di tempat tidur. Kamu tahu apa yang saya rasa setelahnya? Ya. Rasanya seperti perantau yang bertahun-tahun tak mudik, lalu tiba-tiba berada di kampung halaman bersama orang-orang tercintanya. Hangat. Nyaman. Tenang. Entah perasaan apa lagi lah namanya. Saya seperti berada di rumah setelah tercerabut jauh dari bumi. (diculik alien kali, ya? 😉 )
Seperti itulah saya memperlakukan satu baju itu. Entah kenangan apa yang saya lewati di masa dulunya saat mengenakan baju itu.
Lalu, pernahkah kau alami, semacam situasi, tak sengaja memergoki orang terkasihmu Baca lebih lanjut