Nasib Kusta di Tengah Pandemi

Menghilangkan kusta adalah satu-satunya pekerjaan yang belum bisa saya selesaikan seumur hidup saya.” (Mahatma Gandhi)

Sebelum tiga peluru mengoyak tubuhnya, Gandhi baru saja menjalankan puasa panjang yang ia nazarkan untuk kedamaian negerinya yang sedang bergolak. Puasa berhari-hari itu membuat tubuh tuanya semakin lemah.

Para pembesar dan tokoh-tokoh agama berdatangan membujuknya agar membatalkan puasa. Gandhi pun bersedia dengan memberi satu syarat. Ia akan membatalkan puasa dengan segelas jus yang dibuatkan oleh sahabatnya yang menderita kusta. Dan keinginannya pun dipenuhi.

Sejak zaman purba, stigma buruk yang melekat pada penderita kusta sangatlah tidak manusiawi. Penderita kusta di masa lalu diharuskan mengenakan pakaian khusus dan membawa genta kayu yang akan berbunyi ketika si pasien bergerak. Penderita kusta terlarang memasuki tempat ibadah, berjalan di keramaian, mencuci di sumur dan sungai.

Mereka juga terlarang mendekati orang sehat, makan bersama, dan menyentuhnya. Stigma buruk ini masih terus berlanjut hingga ke zamannya Gandhi. Gandhi dengan permintaannya untuk dibuatkan jus oleh penderita kusta sesungguhnya sedang memualiakan derajad penderita kusta.

Sebagian besar masa hidupnya ia habiskan untuk menghapuskan stigma buruk kusta. Gandhi tak canggung membersihkan luka kusta, menjaga kualitas makanan, dan pola hidup penderita kusta yang dirawatnya dengan penuh kasih. Atas perjuangannya, Gandhi sangatlah layak mendapat julukan sebagai Bapak Anti Kusta se-Asia.

Jika negara-negara di Eropa memperingati Hari Kusta Sedunia pada akhir bulan desember, maka di Asia dilaksanakan pada akhir bulan januari. Waktu ini dipilih untuk mengenang kematian Mahatma Gandhi yang sudah menaruh perhatian dan jasa besar kepada penderita kusta semasa hidupnya.

Jauh ribuan tahun lalu Nabi Muhammad saw juga tak sungkan bersentuhan dengan penderita kusta. Sebagaimana rekaman hadis ini; “Sesungguhnya Rasulullah saw memegang tangan seorang penderita kusta. Kemudan memasukkannya bersama tangan beliau ke dalam piring. Lantas beliau mengatakan, “Makanlah dengan nama Allah, dengan percaya serta tawaqal kepadaNya.” (HR. At. Tarmudzi)   

Kita mungkin juga pernah mendengar hadis yang seolah menyudutkan penderita kusta. Yang menganjurkan menjauhi penderita kusta sebagaimana dikejar singa. Namun jika jeli membaca konteks zaman, tentu semua akan paham bahwa hadis ini tak lain adalah anjuran untuk kehati-hatian. Sama halnya dengan pandemi covid-19 saat ini. Kita diharuskan memakai masker, menghindari kontak dengan orang positif covid-19, dan menjaga kesehatan agar tak tertular.

Penyakit kusta pertama disebutkan ada di India pada awal tahun 600 SM. Kusta berasal dari bahasa Sansekerta “kushtha” yang berarti “menggerogoti”. Kusta juga ditemukan di Jepang pada abad 10 SM, dan Mesir pada abad ke 16 SM. Dari catatan kuno di India, beberapa teori telah dikemukakan mengenai asal muasal serta penyebaran kusta. Seperti, infeksi yang berasal dari sungai Nil, kebiasaan makan masyarakat yang tidak higienis, dan lain sebagainya.

Kusta Itu Apa?

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang dapat menyebakan kerusakan kulit, saraf, alat gerak, dan mata. Penyakit kusta, lepra, atau Morbus Hansen ini merupakan penyakit menular. Zaman dahulu kusta dianggap sebagai penyakit kutukan sehingga penderitanya disingkirkan.

 Walaupun merupakan penyakit menular, nyatanya penularan kusta tak semenakutkan yang dibayangkan. Yang beresiko kena kusta hanya 2 dari 100 orang. Kecuali bagi yang tingkat kekebalan tubuhnya sedang menurun atau lemah. Atau bagi yang tingkat gizinya rendah. Penularan kusta terjadi lewat udara atau saluran pernapasan.

Kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung secara terus menerus dengan pasien kusta yang belum menjalani pengobatan. Kusta tidak menular melalui kontak biasa seperti bersalaman, berpelukan, dari ibu ke janin, atau hubungan seksual.

Ciri-ciri atau gejala kusta bisa diamati seperti berikut ini:

  1. Bercak keputihan pada kulit (seperti panu dan penyakit kulit lainnya)
  2. Kerusakan saraf yang berakibat hilangnya rasa pada tangan dan kaki (kebal)
  3. Lemah otot, lumpuh pada tangan dan kaki.
  4. Masalah penglihatan hingga kebutaan.

Untuk kasus yang lebih berat, kusta bisa mengakibatkan amputasi dan kecacatan permanen. Yang tentu saja akan mendatangkan stigma buruk dan tak jarang berujung diskriminasi di tengah masyarakat.

Kasus Kusta di Indonesia

Pada peringatan Hari Kusta Sedunia beberapa waktu lalu, Kemenkes mengungkapkan bahwa, sebanyak 26 provinsi telah mencapai eliminasi kusta. Masih tersisa 8 provinsi yang belum mencapainya. Yakni, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Siti Nadia selaku Direktur Pencegahan & Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes mengatakan, pada tahun 2020 terdapat 9.061 kasus kusta baru. Angka ini turun dari tahun 2019 sebanyak 17.439. Sedangkan total kasus kusta di Indonesia sampai saat ini adalah sebanyak 16.704 kasus. Namun proporsi untuk kasus kusta baru pada anak di Indonesia mencapai 9,14%. Angka ini masih cukup tinggi. Yang berarti juga masih ada penularan dari kasus kusta kepada anak. Yang biasanya tertular dari orang terdekatnya.

Tantangan di Masa Pandemi

Pandemi covid-19 saat ini ibarat replika kasus kusta yang berlangsung sejak ribuan tahun itu. Orang-orang takut terinfeksi covid-19 dan menghindarinya. Seiring waktu muncul stigma negatif bagi penderita covid-19. Sampai ada yang tega mengusir si pasien dari tempat tinggalnya.

Padahal kita semua tahu, bukan orangnya yang harus dihindari/dibenci. Melainkan virus covid-19nya. Begitu pun dengan kasus kusta. Bukan penderita kustanya yang harus disingkirkan, melainkan kustanya.

Pandemi covid-19 telah merebut perhatian warga dunia hingga mengabaikan penyakit lainnya seperti kusta. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam penuntasan kasus kusta di dunia.

Usaha pengeliminasian kusta di masa pandemi ini sangat terdampak. Sementara upaya penemuan kasus dini dan pemberian obat sangat perlu dilakukan demi mencegah terjadinya kecacatan permanen pada pasien.

Selama pandemi ini, ruang gerak petugas kesehatan jadi terhalang untuk menemukan kasus baru di lapangan, begitu pun untuk melacak kontak. Di sisi lain pasien kusta juga terancam mengalami putus obat karena kesulitan mengakses pelayanan kesehatan akibat pandemi. Terutama bagi pasien yang mengalami disabilitas, dimana ruang geraknya terbatas dan juga rentan terkena covid-19.   

Ardiansyah selaku aktivis kusta dan ketua PerMata (Perhimpunan Mandiri Kusta) Bulukumba via Zoom dengan Ruang Publik KBR dan live streaming Youtube KBR pada (22/0702021) lalu mengeluhkan hal yang sama.

Pada awal-awal pandemi covid-19, Ardiansyah dan tim melakukan penjangkauan ke pelosok-pelosok. Saat itu ia menemukan banyak penderita kusta yang tak berani pergi berobat karena takut terkena virus covid-19.  PerMata melakukan upaya dengan memfasilitasi pengobatan dengan cara mengambilkan obat ke puskesmas.

Pada kesempatan yang sama, narasumber dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, Suwata, mengatakan bahwa cacat tingkat dua di Kabupaten Subang menunjukkan kenaikan dalam tiga tahun terakhir ini. Tentunya ini bukan berita menggembirakan bagi Indonesia yang menargetkan untuk bebas kusta tahun 2024 mendatang.

 Di sini Suwata juga menjelaskan beberapa langkah-langkah strategis dalam meningkatkan layanan kusta di masa pandemi seperti berikut ini:

  1. Sisi layanan kesehatan. Dengan mendekatkan layanan terkait penyakit kusta yang terintergrasi dan terkolaborasi. Seperti kegiatan deteksi dini, kegiatan pengobatan, pengobatan tata laksana reaksi. Perawatan pencegahan kecacatan melalui kelompok perawatan diri. Menghadirkan perawat profesional, dan lainnya.
  2. Sisi skill dan kapasitas kemampuan petugas kesehatan. Dengan mengadakan pelatihan bagi dokter, perawat, dan petugas lainnya.
  3. Pemenuhan layanan kesehatan inklusif dengan peningkatan peran serta masyarakat. Kegiatan workshop, pelatihan kader kusta, akses rujukan, dan sebagainya.
  4. Melakukan pemenuhan kebutuhan logistik. Seperti obat-obatan.
  5. Pemenuhan jaminan kesehatan bagi orang yang pernah mengalami kusta (OPYMK), disabilitas, dan penderita kusta. Sebab mereka termasuk ke dalam kelompok yang termarjinalkan dan lemah dalam aspek ekonomi.

NLR Indonesia

 NLR Indonesia, organisasi yang fokus pada pemberantasan kusta yang mulai berkerja tahun 1975 di Indonesia ini, juga turut ambil bagian dalam peringatan Hari Kusta Sedunia.

Menurut NLR Inodonesia yang menggunakan pendekatan tiga zero (zero disability, zero transmission, zero exclusin) ini, pandemi covid-19 berdampak berat bagi penderita kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan keluarganya. Mereka mengalami dampak majemuk yang meliputi dampak kesehatan, ekonomi, psikologi, dan dampak sosial.

Asken Sinaga selaku Direktur Eksekutif NLR Indonesia di Hari Kusta Sedunia mengatakan, “Sebelum pandemi perhatian pemerintah dan masyarakat sangat kecil pada mereka. Padahal kusta sejak lama masuk kategori penyakit Tropis Terabaikan WHO. Pandemi ini telah membuat mereka semakin terabaikan, makin jauh dari perhatian publik.

Hal ini dibuktikan dengan data kusta periode 2020. Dimana jumlahnya lebih rendah dari tahun sebelumnya. Ini disebabkan karena penemuan kasus kusta baru telah berkurang.” Tentu sangat disayangkan, karena dalam upaya pengeliminasian kusta, menemukan kasus baru adalah langkah penting. Seperti yang disampaikan NLR Indonesia berikut ini.

Kata kunci pertama penanggulangan kusta adalah menemukan kasus kusta baru dan mengobatinya untuk menyembuhkan serta mencegah deformitas organ tubuh (disabilitas).

Kedua adalah memeriksa kontak penderita kusta untuk menemukan apakah ada kasus baru antara mereka dan mencegah penularan kepada orang lain. Yang ketiga adalah memastikan bahwa penderita kusta melakukan pengobatan dengan tuntas hingga penularan kusta dapat diputus.

Upaya eliminasi ini tentunya akan membutuhkan keterlibatan semua pihak secara inklusif di masyarakat. Seperti kita ketahui bersama, penderita kusta tak hanya menanggung sakit, tapi juga stigma buruk dari sesama, terjebak dalam lingkaran diskriminasi, kesulitan mendapatkan pekerjaan dan hidup dalam kekurangan.

NLR Indonesia juga mengajak pemangku kepentingan untuk memulai cara-cara baru dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti hal berikut:

  1. Memusatkan perhatian pada upaya peningkatan pemahaman publik tentang kusta secara komprehensif (aspek kesehatan, sosial, ekonomi, psikologi), yang meliputi frekuensi, materi edukasi, dan kecakapan wilayah pemberian edukasi.
  2. Memastikan bahwa peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan tentang pemberian layanan kesehatan untuk pasien kusta dilaksanakan oleh petugas kesehatan di daerah.
  3. Melakukan inovasi agar penemuan kasus berjalan dengan aman. Tingkatkan partisipasi masyarakat dengan inovasi yang sesuai dengan situasi setempat.

Selain melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan di daerah-daerah, NLR juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dalam upaya edukasi mengenai kusta. Berikut ini beberapa pesan yang disebarkan luaskan, bahwa;

“Kusta dapat dicegah dan diobati hingga sembuh. Kusta penyakit menular dan bukan kutukan atau dosa. Kusta dapati dikenali gejalanya. Ajak keluarga/tetangga yang memiliki tanda mencurigakan pada kulit ke puskesmas. Kusta tidak menular jika pasien kusta sudah minum obat.”

Dan untuk mendukung upaya yang sedang berlangsung, yuk mulai lakukan hal terkecil ini. Yakni mengedukasi diri sendiri. Hentikan stigma terhadap kusta dan orang yang menderita kusta dengan menanamkan pikiran, bahwa kusta adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Bukan kutukan.

Stigma buruk hanya akan membuat penderita jatuh dua kali. Mereka jadi tidak percaya diri, menutup diri, dan parahnya tak mau berobat lagi. Jika hal ini terus dibiarkan, siklus kusta tentu akan sulit diputus dari muka bumi. Eliminasi kasus kusta akan jauh dari harapan bisa selesai.

Jadi, mari jauhi kustanya, bukan orangnya!

#SUKA #NLRxKBR #LombaNLRxKBR #IndonesiaBebasKusta #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta

Sumber referensi:

Home

https://m.kbr.id.ragam/05-2021/tantangan_penanggulanan_kusta_di_tengah_pandemi_covid_19/105329.html

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-hari-kusta-internasional-kenapa-diperingati-akhir-januari-f9vg

https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/4470102/kemenkes-total-16704-kasus-kusta-di-indonesia-dan-masih-ada-penularan-pada-anak

Sumber gambar:

Klikdokter.com

https://www.antaranews.com/amp/infografik/1968036/kasus-kusta-di-indonesia