Perubahan Iklim dan Pendidikan (Seandainya aku jadi pemimpin, apa yang akan kulakukan untuk Indonesia?)

Masihkah kita semua ingat soal Perjanjian Paris tahun 2015 lalu tentang isu perubahan iklim? Baiklah, sekedar mengingatkan kembali. Perjanjian Paris 2015 lalu adalah kesepakatan internasional tentang perubahan iklim yang poin utamanya mengurangi emisi gas karbon di dunia setelah tahun 2020.


Atau menjaga ambang batas suhu bumi di bawah 2 derajad celcius dan berupaya menekan hingga 1,5 derajad celcius di atas suhu bumi pada masa pra-industri. Perjanjian Paris didukung 195 negara dan ditanda tangani oleh 171 negara termasuk Indonesia.


Sama-sama sudah kita ketahui, sejak Revolusi Industri berlangsung suhu bumi semakin menghangat. Hal ini membawa dampak buruk bagi lingkungan hidup di bumi. Seperti, terjadinya perubahan pola cuaca ekstrim di seluruh dunia yang berdampak pada melelehnya es kutub. Semakin seringnya terjadi bencana alam di berbagai penjuru dunia, kayak banjir, longsor, badai, kekeringan ekstrim, kemarau panjang, kebakaran hutan, kerusakan terumbu karang, dan lain sebagainya.


Trus, mungkin ada yang heran, apa hubungannya sama Revolusi Industri, sih? Ya, jelas ini sangat berhubungan. Revolusi Industri itu masa bermulanya manusia menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil. Yang makin hari makin banyak digunakan di dunia. Baik itu mobil, kereta api, pesawat, sepeda motor dan lainnya.

(www.newscientist.com)


Gas buangan dari kendaraan berbahan bakar fosil ini lama-lama terakumulasi di udara. Menimbulkan penumpukkan gas karbon yang menyelubungi bumi (efek rumah kaca) dan akhirnya menyebabkan suhu bumi meningkat seperti sekarang.

Dan tujuan dari Perjanjian Paris 2015 ini ialah untuk bersama-sama menahan laju kenaikan suhu bumi seperti masa sebelum Revolusi Industri. Mungkinkah? Tentu saja bisa jika kita semua bersepakat untuk berubah.

Perubahan itu Keharusan
Sekilas tentu saja terlihat rumit merubah gaya hidup penduduk dunia selama ini. Misal, mana mungkin sih kita bisa menghindari ‘jejak karbon’ sementara kita sudah hidup dalam mobilitas yang tinggi. Kayak harus bepergian dengan pesawat, mobil, motor, yang jadi penyumbang karbon di udara itu.

Atau mana mungkin sih kita bisa lepas dari penggunaan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik berenergi kotor (batu bara) itu? Sementara kita butuh pasokan listrik besar untuk berkegiatan sehari-hari


Rasanya sulit dan akan memakan waktu lama sekali jika gerakan perubahan hanya dilakukan oleh per-individu saja. Sebutlah, tidak memakai sedotan atau kantong plastik lagi, mengurangi konsumsi daging karena peternakan daging selama ini turut berkontribusi pada pemanasan global, hanya naik kendaraan umum demi mengurangi emisi karbon, memelihara pohon di halaman, dan sebagainya.

Eits! saya nggak bilang gerakan per-individu tersebut sia-sia lho, ya. Hanya saja kita butuh sesuatu yang menggebrak, lebih besar dari itu semua.

(pixabay.com)


Situasi sudah sangat mendesak dan darurat. Maka di sinilah peran pemimpin sangat dibutuhkan untuk melakukan perubahan signifikan itu. Untuk Indonesia sendiri, negara punya kewajiban melindungi segenap warga negaranya seperti amanat Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Nah, seandainya saya jadi pemimpin, saya akan lakukan hal berikut ini demi masa depan Indonesia.

Jika Saya Jadi Pemimpin
Baru-baru ini dunia dikejutkan oleh aksi anak muda bernama Greta Thunberg dari Swedia sana. Ia menuntut pemimpin politik agar melakukan aksi nyata guna menahan laju perubahan iklim yang makin mengkuatirkan. Aksi mogok sekolahnya mandapat sorotan dunia dan jadi inspirasi bagi anak-anak muda di dunia.


Bagaimana dengan peran pemuda di Indonesia sendiri? Walau masuk sebagai salah satu negara dalam Perjanjian Paris, nyatanya gaung perubahan iklim tidak begitu bergema di Indonesia.

Saya sedih harus mengatakan bahwa, isu perubahan iklim ini tidak dipahami oleh sebagian besar pelajar kita atau bisa dibilang, sedikit sekali yang paham soal apa yang sedang terjadi di muka bumi ini. Tapi bukan berarti ini tak bisa diatasi.


Nah, seandainya saya jadi pemimpin maka langkah pertama yang akan saya ambil adalah segera melakukan intervensi di bidang pendidikan, diluar kebijakan-kebijakan krusial lainnya tentu saja.

Dunia Pendidikan
Perubahan iklim terkait dengan perilaku manusia. Sedangkan kita tahu bahwa inti dari pendidikan itu sendiri ialah mengedalikan (merubah) perilaku manusia untuk tetap berada di relnya. Maka itulah sebabnya isu perubahan iklim harus masuk ke ranah pendidikan secara holistik, jadi kurikulum yang wajib dipelajari semua pelajar untuk semua tingkatan kelas.


Secara teknis, isu perubahan iklim tak harus jadi satu mata pelajaran baru, kok. Isu perubahan iklim justru bisa merasuk dalam hampir semua mata pelajaran sekolah. Sebut saja mata pelajaran Mipa atau Sains. Pada subjek ini pelajar belajar mengenai pencernaan kan, ya? atau mengenai bahan pangan. Nah, isu perubahan iklim bisa disisipkan di materi ini.


Bagaimana agar pelajar sadar bahwa mereka harus lebih cenderung mengosumsi sumber pangan dari tumbuhan ketimbang daging-dagingan. Yang sama-sama kita tahu peternakan daging (kotorannya) merupakan salah satu penyebab pemanasan global.

Atau belajar bagaimana cara menghitung jejak karbon dari aktivitas sehari-hari dengan rumus-rumus matematika. Atau pelajar mengetahui dampak dari perubahan iklim terhadap kesehatan mereka sendiri.


Di pelajaran Bahasa misalnya, pelajar bisa berlatih menulis artikel atau makalah bertemakan perubahan iklim. Seperti, apa dampak perubahan iklim atau apa saja hal yang bisa mereka lakukan guna mengurangi dampaknya. Dengan aktivitas ini pelajar secara tak langsung berusaha memahami situasi bumi saat ini.


Untuk pelajaran Seni. Ada banyak alternatif dalam subjek ini. Misal, dengan mengadakan pertunjukkan teatrikal bertema efek perubahan iklim terhadap manusia. Menciptakan karya dari bahan bekas, dan lain sebagainya.


Dalam mata pelajaran agama pun isu perubahan iklim ini sangat relevan dan sangat berkaitan. Karena isu perubahan iklim adalah isu mengenai perilaku manusia yang juga merupakan titik tuju dari mata pelajaran agama. Yakni, bagaimana membuat pelajar paham akan hakikatnya sebagai khalifah dan paham bahwa makhluk hidup lain juga punya hal hidup di bumi ini.


Begitu pun untuk mata pelajaran IPS, ada banyak pintu untuk mengenalkan isu ini pada pelajar kita. Misal, pelajar mempelajari topografi bumi antara dulu dan sekarang. Pelajar bisa mengetahui jejak-jejak yang ditimbulkan akibat perubahan iklim.

Dari subjek ini pelajar juga bisa memahami dampak sosial dari pemanasan global. Mengetahui hitung-hitungan kerugian akibat bencana alam untuk subjek ekonomi misalnya. Dan banyak contoh pengaplikasian lainnya.

(pixabay.com)


Di luar pendidikan formal pun pelajar juga bisa dijejali pengetahuan seputar perubahan iklim. Misal, lewat organisasi sekolah. Akvitas seperti gerakan menanam pohon atau aksi bersih-bersih lingkungan juga bisa jadi jalan masuknya.

Anggota organisasi juga bisa saling terhubung dengan organisasi di luar sekolah untuk mengetahui informasi ini lebih banyak lagi. Nah, ini barus contoh kecil saja dari saya. Pengaplikasinnya tentu harus disesuaikan dengan jenjang kelas dan kemampuan penyerapan mereka.


Dengan langkah ini saya yakin perubahan iklim bisa diatasi. Jika ini segera diterapkan, sebentar lagi kita akan melihat peran pemuda Indonesia akan bersinergi dengan gerakan-gerakan pencegahan yang sedang dilakukan di seluruh penjuru dunia.

Momen Pandemi, Momen Simulasi
Memang sulit untuk mengakui bahwa kita sudah berlaku tak adil pada alam ini. Manusia terlalu bernafsu mengeskploitasi melebihi kebutuhannya. Mengeruk alam tak sekedar untuk kenyang dan bertahan hidup saja, tapi lebih kepada keinginan menumpuk atau mengoleksi kekayaan lebih banyak lagi.


Semakin banyak modal, maka semakin banyak pula laba yang akan diperoleh. Perilaku atau paham ini makin seragam dilakukan banyak orang di dunia. Menjadi benang merah yang menandai zaman ini. Atau biasa kita sebut sebagai sistem (kapitalisme).

Pemahaman ini tampa disadari membuat manusia berpilaku buruk, yakni berujung pada rusaknya planet bumi satu-satunya ini.


Kemarau panjang, gagal panen, kelaparan masal, hanyalah satu helai dari jalinan kerusakan akibat perubahan iklim. Semua dampak makin sembraut bak benang kusut.

Aksi-aksi kecil kita semisal hidup dengan pola ecogreen, mendemo/menggugat perusahan penghasil sampah plastik, berhenti makan daging, dan lainnya itu tak akan berarti banyak tampa adanya ‘gerakan ekstrim’ dari pemimpin berbagai negara. Dan pandemi corona ini datang seakan menjadi jawaban atas persoalan besar ini.

(pixabay.com)


Anggap saja kita sedang menjalani simulasi perubahan selama masa pandemi. Anggap saja pandemi ini adalah hadiah pemilik alam dan permodelan dari perubahan sistem baru.

Selama pandemi tingkat konsumsi yang berdampak buruk bagi lingkungan menurun drastis, angka polusi udara menurun walau itu bukanlah angka signifikan dalam laju perubahan iklim, langit kembali biru, manusia mengerem pengeluaran untuk hal sia-sia yang bersifat konsumtif, dan timbulnya kesadaran akan kebutuhan menyayangi alam. Ini adalah beberapa hal-hal baik yang harus tetap kita pertahankan sebagai gaya hidup baru.


Situasi pandemi dunia saat ini sudah cukup jadi gambaran, bahwa kita sebenarnya bisa berubah. Warga dunia bisa merubah pemahamannya, perilakunya untuk bisa hidup selaras dengan alam. Dan kita tinggal menunggu aksi-aksi nyata para pemimpin dunia untuk mengukuhkannya.

#perubahaniklim

#pendidikan

Perubahan Iklim dan Kesehatan (Seandainya aku menjadi pemimpin, apa yang akan aku lakukan untuk Indonesia?)


Keberhasilan pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin. (Abdurahman Wahid)

Kebetulan saat ini sedang musim pilkada. Kesempatan ini akan menentukan nasib rakyat dalam waktu lima tahun ke depan. Salah memilih bisa bisa bukannya menyejahterakan, tapi malah menyengsarakan. Jadi nggak ada salahnya menyempatkan diri mengetahui visi misinya, latar belakangnya, karakter dirinya. Amanakah ia, bertanggung jawabkah, visionerkah, dan yang terpenting, ketahui sejauh mana kepeduliannya terhadap isu lingkungan.


Kenapa, sih, harus isu lingkungan? Karena hal ini sudah sangat mendesak, nggak bisa ditunda-tunda lagi. Alam butuh seseorang untuk bertindak signifikan, dan pemimpin adalah sosok potensial itu.

Memang iya setiap orang berkontribusi terhadap perubahan iklim yang sedang berlangsung di depan mata ini. Tapi, seorang pemimpin dengan kekuasaannya bisa bertindak melakukan lebih banyak lagi menuju perubahan ke arah lebih baik itu. Namun, bak pisau bermata dua, ia bisa mencegah perubahan iklim yang terjadi atau sebaliknya malah memperburuk situasi yang ada.


Dan inilah waktunya menunjukkan peran generasi muda Indonesia. Sebagai penerus, tentu kita nggak ingin dong mewarisikan alam yang sudah rusak parah akibat kelalaikan generasi pendahulu pada generasi berikutnya? Walau sudah di ujung tanduk, masih tersisa sedikit waktu buat mencegah kehancuran alam ini. Ini saatnya generasi muda turun tangan dan memainkan perannya untuk kelangsungan Indonesia dan bumi ini.


Perubahan iklim global, kerusakan lingkungan, dan kesehatan adalah sebuah siklus. Ia bak lingkaran setan yang jika tak dipotong akan terus bergulir dan semakin besar bak bola salju. Suhu bumi yang meningkat memicu terjadinya kelaparan, malnutrisi, penyakit menular di seluruh dunia. Hal ini tentu saja sangat mengkuatirkan. Terlebih ke depannya akan makin sering terjadi bencana alam seiring meningkatnya temperatur bumi.


Khususnya di Indonesia, di tengah menghadapi terpaan pandemi covid-19, negri ini juga sedang dilanda wabah lainnya. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia hingga bulan juli lalu mencapai 71.633 orang dengan jumlah kematian 459 orang. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 112.954 orang dengan jumlah kematian 751 orang. Tapi bukan berarti baik-baik saja.

Tak hanya DBD, musim kemarau panjang juga memicu perkembangbiakan nyamuk penyebab malaria. Seperti yang sudah kita ketahui, melaria merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang negri tropis seperti Indonesia. Selain itu diare juga sangat potensial mewabah pada cuaca panas yang panjang. Yang mungkin akan sering melanda negri kita ini.


Jauh di pedalaman Jambi sana Orang Rimba sudah lebih dulu merasakan dampaknya. Mereka adalah salah satu kelompok yang sangat rentan terserang diare, malaria, ISPA, penumonia, dan penyakit kulit. Kasus kematian anak pada suku ini juga terbilang sangat tinggi. Mereka kekurangan bahan pangan dan sering menderita kelaparan akibat ditebangnya hutan, tanah nenek moyangnya yang selamanya ini menyediakan pangan.


Mereka kehilangan sumber air bersih dan terpaksa meminum air keruh, buteg yang tentu saja tak sehat sama sekali. Mereka kehabisan daun-daunan obat akibat berubahnya hutan jadi pokok sawit. Anak-anak Orang Rimba mengalami gizi rendah dan banyak kasus anak stunting. Mereka kehilangan ruang hidup dan juga kesulitan mengakses bantuan kesehatan. Memperihatinkan. Dan ini baru satu kisah, tentu masih banyak kisah lainnya dari penjuru negri.

Pemanasan Global, Kerusakan lingkungan, Kesehatan
Pemanasan global sendiri merupakan wujud dari perubahan iklim. Peningkatan suhu bumi memicu kerusakan lingkungan, dan berakibat pada memburuknya tingkat kesehatan warga dunia. Bagaimana hal ini bisa saling mempengaruhi? Yuk, lanjutkan.


Pemanasan global memicu terjadinya cuaca ekstrim di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri belakangan ini makin sering terjadi banjir, banjir bandang, mau pun longsor di berbagai daerah. Selain merugikan secara materi, bencana ini juga berdampak langsung pada kualitas kesehatan warga. Selama menghadapi bencana, imunitas warga akan menurun, bibit penyakit berkembang, warga kehilangan mata pencarian yang berimbas pada kekurangan pangan dan kurang gizi. Bayangkan jika bencana ini makin sering terjadi. Bagaimana kualitas generasi penerus selanjutnya?


Tahun lalu Indonesia kembali dihebohkan oleh kebakaran hutan. Jutaan warga Asia Tenggara turut terpapar polusi udara. Kejadian ini terus menerus berulang. Selain disebabkan oleh faktor kesengajaan juga dipicu oleh kemarau panjang dan El Nino yang merupakan efek dari pemanasan global. Kekeringan membuat hutan tropis jadi mudah terbakar. Dan akan lebih sering jika suhu bumi terus meningkat.


Padahal kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan warga. Banyak warga terjangkit penyakit, sebut saja ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), pneumonia, penyakit paru, bahkan menyebabkan kanker paru, jantung, stroke, dan kematian. Data WHO menunjukkan, sekitar 7 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat polusi udara.


Kemarau panjang menyebabkan menghilangnya sumber air bersih. Hal ini mengingatkan saya pada kehancuran peradaban Mesir kuno dulu. Kehidupan mereka sangat bergantung pada sungai Nil sebagai satu-satunya sumber pengairan. Sungai Nil kemudian mengering. Panen gagal. Terjadi kelaparan masal dan pada akhirnya berujung pada kehancuran peradaban.


Baru-baru ini terjadi gelombang panas di India di tengah terpaan pandemi covid-19. Tercatat suhu mencapai 40-50 derajad celcius. Bencana ini menyebabkan jutaan warga India mengalami krisis air bersih. Bencana yang sama juga sempat menelan ribuan korban jiwa pada tahun 2015 lalu di negri Taj Mahal ini. Gelombang panas ini nggak hanya menwyerang fisik, tetapi juga mental manusia. Bukan tak mungkin bencana ini juga terjadi di Indonesia jika pemanasan global nggak terkendalikan.

(doc. Eci FE)

Jauh di daerah kutub sana juga sedang berlangsung pelelehan es kutub akibat peningkatan suhu bumi. Jika pelelehan terus terjadi, ketinggian permukaan air laut akan meningkat. Menenggelamkan pulau-pulau kecil dan mengancam negara kepulauan seperti Indonesia. Yang pada akhirnya akan memicu gelombang migrasi, ancaman kekurangan pangan masal, dan mungkin saja juga beresiko pada lenyapnya peradaban.


Tentunya masih banyak lagi ragam bencana yang ditimbulkan oleh perubahan iklim ini. Nah, sebagai pewaris bumi ini, kita masih punya kesempatan menahan laju kenaikan suhu bumi. Sesuai kesepakatan pada Perjanjian Paris 2015 lalu itu. Kita pasti bisa menghentikan kehancuran ini jika semua pemimpin dunia bersepakat untuk berkerjasama. Dan, seandainya saya seorang pemimpin, saya akan lakukan hal-hal berikut ini.

Jika Saya Seorang Pemimpin
Deklarasikan Darurat Iklim
Dampak perubahan iklim makin terasa efeknya. Sebagai pemimpin hal pertama yang akan saya lakukan ialah segera mendeklarasikan kondisi darurat perubahan iklim dunia. Sebagai pemimpin saya enggak akan ragu menyatakan bahwa kita warga bumi ini sedang terancam bahaya! Semua orang harus menyadari secepatnya dan segera melakukan perubahan.

Banjir
Jika saya adalah pemimpin daerah, saya harus mengenali dan harus paham dengan kondisi daerah saya. Sebagai contoh, kampung saya Sumatra Barat. Daerah ini 50% terdiri atas kawasan tutupan hutan. Daerah saya ini rentan sekali terjadi bencana alam. Boleh dibilang etalasenya bencana alam. Dari catatan Walhi Sumbar, dalam setahun telah terjadi seratus-an kejadian bencana banjir, banjir bandang, dan longsor. Penyebabnya karena rusaknya lingkungan yang disebabkan oleh konversi hutan menjadi kawasan perladangan, kebun kelapa sawit, dan tambang-tambang ilegal. Sebagai pemimpin, ini akan jadi PR besar yang wajib saya selesaikan.


Sebagai pemimpin, pada setiap kejadian banjir, saya akan cari tahu penyebab banjir tersebut secara detail. Jika karena faktor kesalahan manusia, seperti pembalakan liar di hulu sungai, saya akan tindak tegas oknum bersangkutan. Dan tak akan membiarkan kejahatan ini terjadi berulang-ulang.


Saya akan rangkul semua pihak untuk lakukan penghijauan. Terutama generasi muda yang punya semangat tinggi dalam mencintai alam. Saya akan perbaiki aliran sungai. Kembalikan fungsi hutan hulu sungai. Sebisa mungkin saya akan hidupkan kembali kearifan lokal yang pernah ada. Sebab setiap daerah pasti punya cara khas dalam menjaga kelestarian alam. Seperti, akan ada karma bagi yang menebang pohon sembarangan. Saya pikir negri kita ini kaya akan kearifan lokal dan ini perlu dihidupkan kembali.


Selain itu, saya akan perbaiki tata ruang kota. Selama ini tata kota yang sembraut jadi biang keladi bencana banjir. Jika perlu saya akan relokasi pemukiman yang menempati daerah resapan air. Cabut izin pemukiman di lahan resapan air dan rawan bencana. Perbaiki drainase dan aliran sungai. Kembalikan fungsi hutan dan perbaiki ekosistem daerah pesisir.


Sebagai pemimpin daerah saya akan galakkan penggunaan lubang biopori di tiap rumah warga. Pengelolaan sampah harus rapi dan tertata. Bank sampah harus dimanfaatkan secara maksimal. Saya akan kerahkan dan bekerjasama dengan pemuda pecinta lingkungan. Terdengar sangat teknis, tapi ini sangat berpengaruh. Hal ini sekaligus akan menguatkan bonding dalam melanjutkan estapet kepemimpinan dari generasi tua ke generasi muda.


Selain itu, saya akan pertimbangkan dengan sangat matang sebelum mengeluarkan izin pemanfaatan lahan hutan. Saya harus ketahui dampak jangka panjang dari pengalih fungsian lahan hutan menjadi lahan produksi. Apakah merugikan warga sekitar, merusak ekosistem, sosial budaya, dan apa untungnya bagi warga saya. Jika keuntungannya hanya untuk sesaat dan menimbulkan dampak buruk jangka panjang, saya akan tolak semua investasi yang masuk meski daerah saya akan dianggap miskin. Begitu pun dengan pertambangan ilegal, saya akan tindak tegas oknum penambang dan enggak akan membiarkan kejatahan yang sama terulang di wilayah saya.


Saya tak akan biarkan daerah saya dieksploitasi dan menguntungkan segelintir pihak saja. Kelestarian alam untuk jangka panjang jauh lebih penting dan berharga dari pada untung besar yang sifatnya sesaat saja itu.

Kemarau/kekeringan
Sebagai manusia saya memang nggak bisa mencegah kemarau atau kekeringan secara langsung. Namun untuk mencegahnya saya bisa lakukan banyak hal seperti berikut ini.
Menggalakkan penanaman pohon melibatkan semua orang. Menerapkan sangsi tanam pohon atas setiap pelanggaran. Setiap rumah wajib menanam pohon dan saya akan terus pantau.


Sebelum bencana kekeringan terjadi, saya upayakan setiap rumah memiliki sumber cadangan air bersih. Setiap rumah memiliki tadah hujan, terutama untuk daerah yang minim pasokan air tanah. Dengan adanya pasokan air di tiap rumah, warga akan terbiasa mandiri dan tak bergantung pada bantuan pemerintah jika sewaktu-waktu bencana kekeringan terjadi.


Musim kemarau identik dengan terjadinya kebakaran hutan. Jika hal ini terjadi karena unsur kesengajaan, saya enggak akan biarkan pelakunya lolos dan melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari. Ada sanksi berat dan tentu saja diiringi dengan upaya mengedukasi. Jika pembakaran hutan sengaja dilakukan oleh korporat, maka saya tak segan-segan untuk mencabut izinnya dan membawa masalah ini ke meja hukum hingga tuntas.

Polusi Udara
Pembakaran bahan fosil selama ini disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar polusi udara. Baik itu batu bara, gas, maupun minyak bumi. Polusi udara juga merupakan cikal bakal terjadinya perubahan iklim dunia. Karbon yang terkonsentrasi di udara semakin hari semakin menumpuk. Hal inilah yang menimbulkan peningkatan suhu permukaan bumi.


Seandainya saya adalah pemimpin, baik pusat maupun daerah, saya akan upayakan pengurangan kendaraan bermotor. Saya akan optimalkan penggunaan kendaraan umum sebagai alat transportasi utama warga saya. Dengan cara meyediakan fasilitas transportasi selayak dan senyaman mungkin, merata di semua daerah. Layanan transportasi yang ramah keluarga, aman, dan murah akan saya usahakan jadi kenyataan.


Selain itu area trotoal haruslah berfungsi optimal untuk pejalan kaki. Hal ini tentunya akan memicu warga saya untuk gemar berjalan kaki dan menjadi sehat. Jika warga saya sehat, tentu beban anggara kesehatan akan jadi lebih ringan. Saya juga akan naikkan pajak kendaraan. Agar kepemilikkan kendaraan hanya berlaku bagi yang benar-benar butuh saja. Bukan untuk sekedar gaya hidup yang hanya jadi menyumbang kemacetan jalan dan polusi udara.


Pembangkit listrik berbahan batu bara juga digadang-gadang jadi penyumbang polusi udara terbesar selama ini. Keberadaan pusat pembangkit ini tak hanya menyebabkan polusi udara, namun juga merusak lingkungan di sekitarnya. Merusak sumber air, merusak lahan pertanian, dan merusak kesehatan warga karena menghirup asap debu buangannya.


Sebagai pemimpin, saya akan menolak investasi dibidang energi kotor ini. Sudah saatnya Indonesia beralih ke sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Seperti biofuel, biomasa, panas bumi, energi air, energi surya, energi pasang surut, energi ombak, dan lainnya. Negara kita punya potensi besar untuk itu. Yang nggak hanya mementingkan keuntungan sesaat saja, menguntungkan segelintir orang saja. Sebagai pemimpin, saya berambisi besar untuk jadi vionir dalam pengembangan energi terbarukan ini, jadi contoh bagi negara-negara lain di dunia.

(pixabay.com)

Rumah Sehat
Hak untuk sehat adalah hak semua orang. Sebagai pemimpin saya ingin seluruh warga saya hidup sehat dan berkualitas. Tentu saja semua itu berawal dari tercukupinya kebutuhan nutrisi. Untuk itu saya akan galakkan program setiap rumah menanam. Di halaman rumah warga saya terhampar berbagai tanaman sesuai kebutuhan masing-masing keluarga. Entah itu bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, mau pun buah. Jadi warga saya nggak begitu ketergantungan lagi dengan stok di pasaran. Terlebih di musim pandemi yang sulit ini.

(doc. Eci FE)

Selain sebagai sumber nutrisi, warga juga bisa memanfaatkan taman sebagai apotik hidup. Sejak dulunya bangsa kita punya kearifan lokal untuk mengatasi masalah kesehatan. Dan saya ingin warga saya kembali bijak seperti nenek moyangnya dulu, hidup sehat berdampingan dengan alam. Ada brotowali untuk mengatasi malaria, atau daun sampare seperti yang dipakai warga di tanah Papua sana. Dan ada begitu banyak tanaman obat lainnya yang berkasiat. Sosok perempuan berikut ini patut kita jadikan contoh.

(Bu Oday adalah pelestari tanaman obat Nusantara yang menaman 900 tanaman obat di kebunnya dan menerima penghargaan Kalpataru 2018 kategori perintis lingkungan. Dua puluh sembilan tahun lalu ia menderita kanker serviks dan berhasil sembuh melalui pengobatan tradisional seperti yang digelutinya sekarang. Ia bilang, “Alam akan memberikan kebaikan bila kita menjaganya. Sebaliknya, alam akan melakukan perlawanan bila diperlakukan dengan semau-maunya. Caranya dengan hadirnya banjir, kekeringan, atau menyebarnya berbagai virus.”)

Senada dengan yang dikatakan Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional Kementrian Kesehatan RI, Ina Rosalina, “Dari 40.000 spesies tanaman obat di dunia, sekitar 30.000 spesies berada di Indonesia. Dari 9.600 yang dikenali berkasiat obat dan 200 spesies saja yang baru dimanfaatkan sebagai obat tradisioanal. Indonesia sangat potensial untuk jadi kiblat obat-obatan herbal.

Dari sisi ekonomi Indonesia berpeluang besar di tengah tren dunia yang mulai melirik obat-obatan herbal yang dinilai lebih aman ini. Sebagai pemimpin, saya nggak akan sia-siakan kesempatan ini.


Di daerah pimpinan saya harus tersedia akses kesehatan dengan layanan maksimal. Gratis bagi warga kurang mampu. Ada fasilitas rumah sakit keliling yang akan menjangkau warga di pedalaman. Dan sedapat mungkin faslitas ini jarang terpakai. Bukan karena kurangnya fasilitas atau susahnya akses, melainkan karena sedikitnya warga saya yang jatuh sakit karena menerapkan pola hidup sehat berkerarifan lokal khas Nusantara.


Jika semua hal di atas bersinergi, tentu efek pemanasan global bisa diredam. Dan sebagai penutup, saya teringat perkataan Rasulullah, “Ketahuiah. Setiap dari kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya.” Nabi Muhammad SAW.

#perubahaniklim #kesehatan

Sumber
https://covesia.com/news/baca/90274/jelang-pilkada-2020-walhi-sudah-saatnya-para-kandidat-peduli-isu-lingkungan
https://analisadaily.com/berita/arsip/2019/6110/747137/melestarikan-kearifan-lokal-lewat-tanaman-obat/
http://www.mongabay.co.id

Tingkuluak Mambawo Rabab

Hari tu sansai bana nasib si Noval. Baru ampek bulan karajo, Noval alah kanai pecaik dek induak samangnyo. Gara-gara Noval ndak talok mamintak piutang pariuk panci parusahaannyo. Jan kan kamarayu amak-amak mambayia utang, mancaliak amak-amak tu mahayun langan sajo tabang ambua Noval dibueknyo.
“Alah modeko pandangaan, sulik iduik, waang panci kapanci se nan ang ojokan. Bakiroklah ang!” mode tu kecek amak-amak tu.
Kini indak ado sapeser pun kepeang di saku Noval doh. Tapasonyo bajalan kaki pulang. Tibonyo manjalang tangah malam. Nampaklah urang rami sadang barabab. Noval nan alun pernah manonton sato pulo. Malang nasibnyo, baru taacah pangguanyo duduak, rabab alah salasai.
Maetek-eteklah Noval pulang. Di tangah jalan kakinyo talantuang kain. Dipunguiknyo kain tu. Kironyo tingkuluak kain songket merah kuniang ameh. Noval mancari-cari sia nan punyo, tapi ndak ado nan mangaku. Nyo pareso baliak tingkuluak tu. Tacium sakileh baun bungo. Nyo cium baliak aromanyo lamo-lamo, tibo-tibo sajo badantung jantuan hatinyo. Dek alah laruik malam dan inyo alah latiah pulo, Noval mamiliah pulang sajo. Bisuak pagi kanyo baliakan tingkuluak tu ka nan punyo.
Sadang lalok Noval tagalak. Ruponyo Noval bamimpi rancak. Katiko tasentak, nyo ambiak tingkuluak tu, nyo baunan lamo-lamo. Sasudah subuah Noval bagageh mandi. Indak saba kabasobok jo nan punyo tingkuluak. Lah tabayang-bayang galak manih paja tu. Rambuik panjangnyo nan bajalin jo bungo malati. Sialah namo gadih nan punyo tingkuluak ko, gumam Noval dalam hati.
Bahari-hari Noval kalua masuak kampuang manalusuri jajak urang barabab. Dimalam nan barinai, basobok juo kasudahannyo. Dek rami panontonnyo, tapaso Noval duduak di balakang. Nyo sapo hansip nan duduk di subalahnyo.
“Bilo kalua panyanyinyo, Da?” tanyo Noval.
“Hah?” sahuik hansip tu tacangang, ”Sasudahko,” keceknyo bakulimun kain saruang sarato mancaliak ereang.
Noval maangguak kareh. Nyo dangaan bana kisah nan dibawokan tukang rabab tu. Sasudah apak tu bacarito, pasti kalua panyanyi nan punyo tingkuluakko mah, kecek Noval dalam hati. Nyo pasang incek matonyo nyalo-nyalo manyimak kaba tukang rabab. Katiko tibo dikisah nan lawak, sato pulo Noval galak-galak. Katiko tibo dikisah nan sadiah, manitiak pulo aia matonyo. Malawua-lawua bunyi rabab tadanga di talingonyo.
“Ndeh, pandai bana Apak tu bakisah ndak, Da?” kecek Noval ka hansip tu.
Ndak ado jawek dari urang bakulimun saruang tu do. Kironyo lah takaloknyo sadang duduak. Noval nan alun pernah mandanga kaba Anggun nan Tongga jo Puti Gondan Gandoriah, bangkik raso panasarannyo. Kisah cinto samanjak ketek balanjuik katiko mareka gadang. Tagalak manih Noval mambayangan rayuan Anggun nan Tongga ka gadihnyo si Gandoriah. Tabayang pulo kisah dalam mimpinyo jo gadih tingkuluak malam tu. Raso cawan di tapi bibia si Noval kini.
“Ndeh, pabilolah kalua paja tu. Lamo bana Apak ko bakisah,” gumam Noval sensa mananti.
Samakin malam samakin banyak urang nan tibo. Tabaun pulo kacang abuih angek-angek. Sayangnyo Noval ndak bapitih. Tapasonyo tahan salero. Alah mulai sayuik-sayuik pandangarannyo. Nyo tupang kalopak matonyo, bausaho jan sampai takalok. Kisah rabab alah sampai dibagian Anggun maminang Gandoriah. Salamoko alah biasao Noval mandanga kaduo namo tokoh dari Piaman tu. Tapi indak pernahnyo tau baa carito mareka tu doh. Babuai-buai kantuak Noval mandanga irama rabab nan sarupo biola tu. Raso sadang didendangan dek amaknyo katiko ketek dulu. Takalok juo akianyo.
Pagi tibo. Noval tasentak jago. Dicaliaknyo urang lah langang. Dicubiknyo hansip nan bagaluang lalok di sabalahnyo.
“Da? Da? Jago! Lai kalua panyanyi padusi tu samalam? Baa akia kisah cinto Gandoriah tu, Da?” kecek Noval batanyo.
“Waang ko manggaduah se mah. Pai sajolah ka rumah tukang rabab tu, tanyoan langsuang! Di simpang tu rumahe,” sahuik hansip tu berang.
Hansip naiak suga. Sajak bilo pulo acara rabab ado panyanyi padusi e. Batea sajo pajako mah, katonyo dalam hati.
Noval manapuak kaniang. Baa kok ndak tapikia mancari rumah tukang rabab dari kapatang. Ndak manunggu maso, Noval langsuang maambua ka rumah tukang rabab tu. Sabalum batamu, nyo pareso mukonyo dulu. Ma tau ada bakeh salero barih jo cirik mato. Sasudah tu nyo tokok pintu rumah tukang rabab tu.
“Ado paralu apo?” tanyo apak tukang rabab, masih sirah matonyo dek bajago.
“Aa…aanu, Pak, awak nio baraja rabab,” jawek Noval tagagok-gagok. Bapaluahnyo sagadang incek limau manih dek camehnyo.
Alun salasai Noval mangecek, kalua induak-induak mambawo panci. Noval manggisa-gisa matonyo.
“Ooh, pas bana ang kamari. Iko panci nan kecekan ang rancak tu ha. Baru sakali den pakai, alah tabuak. Ko ha den baliakan liak, jan kamari-kamari juo lai, ndak?!” kecek amak balangan gadang tu berang-berang.
Noval ndak talok manggarik. Manggaretek lutuiknyo mandanga panci badangkang jatuah ka lantai. Takana deknyo, gara-gara ndak talok mamintak piutang ka amakko nyo kanai pecaik. Sasudah masuak ka dalam, amak tu kalua pulo baliak.
“Ondeh, itu kan tingkuluak ambo. Baa kok tibo di tangan paja tu, Da?” kecek amak tu ka lakinyo nan tukang rabab tu.
Mandanga itu tabang angok si Noval. Manggaretek tangannyo nan sadang mangganggam tingkuluak. Tabulalak incek matonyo.
Sapanjang jalan ka pulang Noval manggarutuak dalam ati. Baa kok malang bana nasibnyo kini. Alah indak bakepeang, kanai pecaik indak bapasangon. Nan punyo tingkuluak tu indak pulo saroman jo urang dalam mimpinyo. Lah kabua jalan pulang deknyo kini. Sansai bana nasib badan diri Noval.
Sayuik-sayuik tadanga urang maimbau. Nyo caliak ka balakang, kironyo iyo ado nan sadang mangubik. Tagalenjek si Noval manggisa-gisa matonyo. Indak picayo jo pancaliakannyo surang.
“Lai indak bamimpi ambo ko?” kecek Noval manapuak pipihnyo tigo kali.
“Uda? Tunggu sabanta,” kecek gadih barambuik panjang, babaun bungo malati tu.
Pucuak dicinto ulampun tibo, gumam Noval co kuciang dapek lauak.
Gadih banamo Sofie tu batanyo, iyo sabananyo Noval nio baraja rabab ka ayahnyo. Langsuang sajo Noval maangguak gadang. Ndak tapikia nan lain-lain deknyo lai doh. Bak kamarau ditimpo ujan patang hari, ilang sagalo sakik parasaiannyo salamoko.
“Jadi mode ma akia kisah cinto Gandoriah tu, Diak?” tanyo Noval.
“Gandoriah jo Anggun nan Tongga sapasusuan, Da. Indak buliak mareka basatu do.”
“Kalau kisah cinto kito?” tanyo Noval mangijok sabalah mato.
“Ihh.. Uda ko lai,” jawek Sofie tasipu-sipu, sirah pipihnyo.


Makasi sudah mau baca. Semoga terhibur..

Dantiang


Ting…ting!
Henpon Nar badantiang. Dantiang patamo sajak kalammari. Sajak mulai bamain medsos ko, satiok limo minik Nar maawai Henponnyo tu. Banyak kaba barito nan kadisimaknyo. Talabiah dari kawan-kawan lamonyo.
Nar, baa kaba?
Baitu bunyi pasan di pesbuknyo. Ampia sajo Henponnyo tajatuah dek mambaco namo pangirim pasan tu. Badatak kancang jantuang Nar dek mancaliak potonyo. Indak asiang lai doh. Manggeretek jari-jari Nar kamambalehnyo. Diwakatu nan samo tadanga pulo suara marengek dari biliak. Sakijok Nar binguang ma nan kadiduluan. Nan suaro tangih anaknya samakin kancang juo. Samantaro jantuang Nar masih badabuak-dabuak.
Tangah malam sasudah malalokan anak katigonyo, Nar duduak di lua. Tangannyo masih ndak baranjak dari Henpon. Bolak baliak nyo hapuih pasan nan alah ditulihnyo. Tabayang di palupuak mato Nar katiko tu. Saminggu sabalum manarimo pinangan lakinyo, Nar alah bulek membuek kaputusan. Baso inyo indak kamalanjuikkan tali kasiahnyo jo paja tu.
“Sajarah kito cukuik sampai di siko, Da,” kecek Nar wakatu tu.
“Baa kok baitu, Nar? Apo karano ambo urang ndak bapunyo? Sarupo nan dikandakkan urang gaek Nar tu?”
Nar manakua manatok jari kakinyo nan bacilapuik luluak. Sambia mahampehan angok gadang, Nar maangguak kuaik. Sasudah tu Nar balari pulang. Indak pernah mancogok lai. Indak pernah lai basobok jo parmato hatinyo tu. Kini ndak disangko-sangko patamuan tu tarajuik baliak. Walau hanyo di dunia maya sajo. Saumpamo buku catatan, Nar babaliak ka halaman patamo. Tabayang maso-maso dahulu. Pulang kuliah bajalan baduo manunggu angkot. Balamo-lamo tagak di simpang bia agak lamo bisa baduo-duo. Karano rumah mareka babeda arah, babeda angkot pulo. Sasakali jalan-jalan ka tapi pantai Padang mancaliak matohari pudua. Sarato main siram-siraman aia lauik. Takakah-kakah galak Nar katiko tu. Saroman anak ketek baru pandai bajalan, babimbiang tangan mareka baduo. Tabasuik galak manih Nar tangah malam. Sampai taheran-heran lakinyo nan baru pulang karajo.

Sapulang maantaan anak patamonyo sakola TK, Nar bajalan kaki pulang ka rumahnyo. Takana pasan nan alun jadi babaleh tadi malam. Dek talampau bapikia, ampia sajo Nar tasalincia masuak lubang drainase. Untuang sajo ado oto sedan BMW putiah tagak. Ka sinan Nar basanda. Lah lapeh takajuiknyo, Nar tagalak. Nyo nyalokan kamera Henponnyo. Nyo bae galak manih sambia manunjuakkan jari ampu basilang jo jari talunjuak, ala aratis Korea tu. Pueh bapoto, Nar duduak di bawah batang katapang gadang nan sajuak. Nyo piliah poto paliang segeh. Tapampang muko rancak Nar sarato logo oto sedan mewah tu. Salamo bamain medsos, alun pernah Nar mamajang potonyo agak sakali pun. Langsuang sajo Nar unggah poto rancaknyo tu ka medsos. Nyo saratoi pulo jo kalimaik bijak. Ndak lamo sasudah tu badantianglah Henpon Nar. Ado pasan masuak.
Nar? Dima kini?
Baitu bunyi pasan tu. Nar tagalak. Pasan sabalumnyo alunnyo baleh. Kini masuak pulo pasan baru paja tu. Jikok samalam Nar masih ragu-ragu manjawek, kini Nar alah yakin bana. Inyo klik kotak pasan tu. Nyo ketiklah balasannyo sambia tagalak sengeh.
Maantaan anak pai sakolah, Da.
Pueh hati Nar sasudah mambalehnyo. Sajak dantiang patamo tu, kama sajo Nar pai, ndak lupo Nar bapoto. Kadang di muko rumah rancak urang. Kadang di restoran katiko manumpangan karupuak jariangnyo. Kadang sadang di ateh oto katiko dapek tumpangan dari tetangganyo. Dan indak jarang pulo Nar bapoto di teras rumah tetangganyo nan baru sudah tu. Bamacam-macam kalimat nan manyaratoi poto-poto Nar di medsosnyo tu. Badantiang-dantiang Henponnyo tiok sabanta manarimo komentar urang. Banyak nan mamuji Nar. Nan mintak pinjaman utang bagai ado, tantu sajo ndak diacuahkannyo. Dan tantu sajo nan paliang ditunggu-tunggu Nar adolah ampu manih nan surang tu.
Kini tiok malam Nar bapikia, poto apo lai nan kadimasuakkan ka medsosnyo bisuak. Kok bapoto jo oto sedan alah ampia tiok pagi sapulang maantaan anaknyo. Untuang sajo urangnyo ndak tau. Kok bapoto di rumah rancak, alah acok pulo.
Nar? Dima alamaik tingga Nar kini?
Badantiang Henpon Nar. Pasan dari paja tu masuak pulo baliak. Alah bara hariko nyo batanyo alamaik taruih. Nar tantu sajo ndak kamaagiah tau. Berang laki Nar beko. Nan jaleh Nar pueh, satiok hari manyetor poto babumbu kalimaik syukur ateh rajaki nan ditarimo. Badantiang-dantiang komentar dari kawan-kawan lamonyo mamuji Nar. Salain rancak, Nar tanyato bijaksano pulo urangnyo. Baruntuang bana laki Nar mandapekan Nar. Kambang kampih iduang Nar mambaconyo. Ndak pernah lai Nar berang-berang ka anak-anaknyo katiko rumahnyo basalemak peak. Lah tadanga pulo sananduang katiko Nar mamasak di dapua. Sanang bana hati lakinyo kini. Bininyo alah manarimo keadaannyo nan tukang sarabutan tu. Ndak pernai lai batangka dek karano kurang kepeang balanjo.
“Nar, siang beko kito ka rumah amak. Siapanlah anak-anak dulu,” kecek laki Nar pagi tu.
“Hah, ado apo tu, Da? Baru minggu kapatang kito pulang mah,” jawek Nar nan sabananyo kurang suko acok-acok batandang ka rumah mintuonyo.
“Eh, caliak se lah beko,” sahuik lakinyo lanjuik mandi.
Nar mangarutuak dalam hati sambia mangacau kuah santan. Hari liburko Nar lah barencana pai ka pantai Padang. Nar nio bapoto di pantai tu sarupo dulu. Sambia bamain aia lauik jo anak-anaknyo. Alah Nar siapan pulo baju nan tarang jo kacomato reben bagai. Kironyo lakinyo lah dulu punyo rancano. Ndak bisa Nar mailak lai doh.
Sampai di muko rumah mintuonyo Nar mancaliak banyak oto tagak babaris. Anak-anaknyo lah balari masuak ka rumah anduangnyo. Tabasuik galak Nar. Nyo nyalokan Henponnyo. Nyo bae bapoto di muko oto rancak urang. Sasudah tu Nar langsuang maunggah potonyo tu ka medsosnyo. Agak lamo juo Nar tagak di lua, barulah masuak komentar kawan-kawannyo ciek duo. Sasudah tu badantiang baliak Henponnyo.
Dima Nar kini sabananyo? Baa kok ndak namuah Nar manjawek tanyo Uda?
Baitu bunyi pasan tu. Nar tagalak. Nyo ketik balasannyo, tapi tibo-tibo Nar tagalenjek gadang dek klakson oto. Kadihariaknyo sopir ndak taratik tu. Tapi Nar malah tangango. Tabulalak incek matonyo mancaliak oto sedan putiah tiok pagi tu baranti di mukonyo. Ampia sajo Nar lupo barangok.
“Nar? Akianyo kito basobok di siko,” kecek nan punyo sedan putiah tu, “Hariko awak kamalamar adiaknyo laki Nar. Basaudaro kito sasudahko,” sambuangnyo mambuek Nar tambah lupo barangok.
Sajak tu ndak pernah tadanga dantiang Henpon Nar lai doh. Akun medsos sarato Henpon alah Nar ambuangan ka dalam lurah.


Cara Top Up ShopeePay Lewat BSM

Hayoo…, siapa nih yang ikut memeriahkan harbolnas kemaren? Beli apa aja? Kebetulan nih saya ada keperluan dan kebetulan juga ada kendala pada saat pembayaran. Saya harus top up atau isi ulang saldo ShopeePay. Saya pakai BSM (Bank Syariah Mandiri) untuk pembayaran. Dan masalahnya, aplikasi mBanking BSM tak menyediakan pilihan top up secara langsung. Atau tak ada pilihan top up untuk Shopee pada laman Multipaymentnya.


Nah, berdasarkan sedikit pengalaman dan juga info dari berbagai sumber, berikut ini saya bagikan cara untuk bisa top up ShopeePay dengan aplikasi mBanking BSM.

  • Pertama, masuk ke akun Shopee seperti biasa.
    Lalu pilih tombol “saya” pojok kanan. Lalu pilih “ShopeePay” lantas pilih “isi saldo”. Setelahnya pilih “transfer via bank mandiri” dan jangan lupa klik “salin” nomor akun virtual anda.
  • Masuk ke aplikasi mBanking BSM anda.
    Klik tombol “transfer” lalu pilih “Non BSM”.
    Lantas klik “transfer SKN”
    Lalu pilih “Local bank” trus pilih “Bank Mandiri” setelahnya isikan nomor virtual akun Shopee yang disalin tadi.
    Setelah itu masukkan nominal rupiah yang mau diisikan.
    Tulis keterangan, referensi, masukkan pin anda. Jangan lupa cek kembali sebelum mengakhiri transaksi, yak.

Oh ya, melalui cara ini anda akan dikenakan biaya admin sebesar Rp. 2.900, kalau dengan cara transfer biasa akan dipotong biaya sebesar Rp. 6.500. Hayoo.. pilih mana? Dari pengalaman saya, saldo akan ditransfer sekitar satu jam setelah transaksi. Mungkin juga bisa lebih lama dari itu.
Baiklah, sekian dulu. Semoga bermanfaat. Selamat berbelanja dengan efektif dan efisien.

Penulis buku Moslem’s Life Style
(Referensi Gaya Hidup Sehat Seorang Muslim) yukyuk cek di toko online sebelum kehabisan stok..