Perubahan Iklim dan Kesehatan (Seandainya aku menjadi pemimpin, apa yang akan aku lakukan untuk Indonesia?)


Keberhasilan pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin. (Abdurahman Wahid)

Kebetulan saat ini sedang musim pilkada. Kesempatan ini akan menentukan nasib rakyat dalam waktu lima tahun ke depan. Salah memilih bisa bisa bukannya menyejahterakan, tapi malah menyengsarakan. Jadi nggak ada salahnya menyempatkan diri mengetahui visi misinya, latar belakangnya, karakter dirinya. Amanakah ia, bertanggung jawabkah, visionerkah, dan yang terpenting, ketahui sejauh mana kepeduliannya terhadap isu lingkungan.


Kenapa, sih, harus isu lingkungan? Karena hal ini sudah sangat mendesak, nggak bisa ditunda-tunda lagi. Alam butuh seseorang untuk bertindak signifikan, dan pemimpin adalah sosok potensial itu.

Memang iya setiap orang berkontribusi terhadap perubahan iklim yang sedang berlangsung di depan mata ini. Tapi, seorang pemimpin dengan kekuasaannya bisa bertindak melakukan lebih banyak lagi menuju perubahan ke arah lebih baik itu. Namun, bak pisau bermata dua, ia bisa mencegah perubahan iklim yang terjadi atau sebaliknya malah memperburuk situasi yang ada.


Dan inilah waktunya menunjukkan peran generasi muda Indonesia. Sebagai penerus, tentu kita nggak ingin dong mewarisikan alam yang sudah rusak parah akibat kelalaikan generasi pendahulu pada generasi berikutnya? Walau sudah di ujung tanduk, masih tersisa sedikit waktu buat mencegah kehancuran alam ini. Ini saatnya generasi muda turun tangan dan memainkan perannya untuk kelangsungan Indonesia dan bumi ini.


Perubahan iklim global, kerusakan lingkungan, dan kesehatan adalah sebuah siklus. Ia bak lingkaran setan yang jika tak dipotong akan terus bergulir dan semakin besar bak bola salju. Suhu bumi yang meningkat memicu terjadinya kelaparan, malnutrisi, penyakit menular di seluruh dunia. Hal ini tentu saja sangat mengkuatirkan. Terlebih ke depannya akan makin sering terjadi bencana alam seiring meningkatnya temperatur bumi.


Khususnya di Indonesia, di tengah menghadapi terpaan pandemi covid-19, negri ini juga sedang dilanda wabah lainnya. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia hingga bulan juli lalu mencapai 71.633 orang dengan jumlah kematian 459 orang. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 112.954 orang dengan jumlah kematian 751 orang. Tapi bukan berarti baik-baik saja.

Tak hanya DBD, musim kemarau panjang juga memicu perkembangbiakan nyamuk penyebab malaria. Seperti yang sudah kita ketahui, melaria merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang negri tropis seperti Indonesia. Selain itu diare juga sangat potensial mewabah pada cuaca panas yang panjang. Yang mungkin akan sering melanda negri kita ini.


Jauh di pedalaman Jambi sana Orang Rimba sudah lebih dulu merasakan dampaknya. Mereka adalah salah satu kelompok yang sangat rentan terserang diare, malaria, ISPA, penumonia, dan penyakit kulit. Kasus kematian anak pada suku ini juga terbilang sangat tinggi. Mereka kekurangan bahan pangan dan sering menderita kelaparan akibat ditebangnya hutan, tanah nenek moyangnya yang selamanya ini menyediakan pangan.


Mereka kehilangan sumber air bersih dan terpaksa meminum air keruh, buteg yang tentu saja tak sehat sama sekali. Mereka kehabisan daun-daunan obat akibat berubahnya hutan jadi pokok sawit. Anak-anak Orang Rimba mengalami gizi rendah dan banyak kasus anak stunting. Mereka kehilangan ruang hidup dan juga kesulitan mengakses bantuan kesehatan. Memperihatinkan. Dan ini baru satu kisah, tentu masih banyak kisah lainnya dari penjuru negri.

Pemanasan Global, Kerusakan lingkungan, Kesehatan
Pemanasan global sendiri merupakan wujud dari perubahan iklim. Peningkatan suhu bumi memicu kerusakan lingkungan, dan berakibat pada memburuknya tingkat kesehatan warga dunia. Bagaimana hal ini bisa saling mempengaruhi? Yuk, lanjutkan.


Pemanasan global memicu terjadinya cuaca ekstrim di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri belakangan ini makin sering terjadi banjir, banjir bandang, mau pun longsor di berbagai daerah. Selain merugikan secara materi, bencana ini juga berdampak langsung pada kualitas kesehatan warga. Selama menghadapi bencana, imunitas warga akan menurun, bibit penyakit berkembang, warga kehilangan mata pencarian yang berimbas pada kekurangan pangan dan kurang gizi. Bayangkan jika bencana ini makin sering terjadi. Bagaimana kualitas generasi penerus selanjutnya?


Tahun lalu Indonesia kembali dihebohkan oleh kebakaran hutan. Jutaan warga Asia Tenggara turut terpapar polusi udara. Kejadian ini terus menerus berulang. Selain disebabkan oleh faktor kesengajaan juga dipicu oleh kemarau panjang dan El Nino yang merupakan efek dari pemanasan global. Kekeringan membuat hutan tropis jadi mudah terbakar. Dan akan lebih sering jika suhu bumi terus meningkat.


Padahal kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan warga. Banyak warga terjangkit penyakit, sebut saja ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), pneumonia, penyakit paru, bahkan menyebabkan kanker paru, jantung, stroke, dan kematian. Data WHO menunjukkan, sekitar 7 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat polusi udara.


Kemarau panjang menyebabkan menghilangnya sumber air bersih. Hal ini mengingatkan saya pada kehancuran peradaban Mesir kuno dulu. Kehidupan mereka sangat bergantung pada sungai Nil sebagai satu-satunya sumber pengairan. Sungai Nil kemudian mengering. Panen gagal. Terjadi kelaparan masal dan pada akhirnya berujung pada kehancuran peradaban.


Baru-baru ini terjadi gelombang panas di India di tengah terpaan pandemi covid-19. Tercatat suhu mencapai 40-50 derajad celcius. Bencana ini menyebabkan jutaan warga India mengalami krisis air bersih. Bencana yang sama juga sempat menelan ribuan korban jiwa pada tahun 2015 lalu di negri Taj Mahal ini. Gelombang panas ini nggak hanya menwyerang fisik, tetapi juga mental manusia. Bukan tak mungkin bencana ini juga terjadi di Indonesia jika pemanasan global nggak terkendalikan.

(doc. Eci FE)

Jauh di daerah kutub sana juga sedang berlangsung pelelehan es kutub akibat peningkatan suhu bumi. Jika pelelehan terus terjadi, ketinggian permukaan air laut akan meningkat. Menenggelamkan pulau-pulau kecil dan mengancam negara kepulauan seperti Indonesia. Yang pada akhirnya akan memicu gelombang migrasi, ancaman kekurangan pangan masal, dan mungkin saja juga beresiko pada lenyapnya peradaban.


Tentunya masih banyak lagi ragam bencana yang ditimbulkan oleh perubahan iklim ini. Nah, sebagai pewaris bumi ini, kita masih punya kesempatan menahan laju kenaikan suhu bumi. Sesuai kesepakatan pada Perjanjian Paris 2015 lalu itu. Kita pasti bisa menghentikan kehancuran ini jika semua pemimpin dunia bersepakat untuk berkerjasama. Dan, seandainya saya seorang pemimpin, saya akan lakukan hal-hal berikut ini.

Jika Saya Seorang Pemimpin
Deklarasikan Darurat Iklim
Dampak perubahan iklim makin terasa efeknya. Sebagai pemimpin hal pertama yang akan saya lakukan ialah segera mendeklarasikan kondisi darurat perubahan iklim dunia. Sebagai pemimpin saya enggak akan ragu menyatakan bahwa kita warga bumi ini sedang terancam bahaya! Semua orang harus menyadari secepatnya dan segera melakukan perubahan.

Banjir
Jika saya adalah pemimpin daerah, saya harus mengenali dan harus paham dengan kondisi daerah saya. Sebagai contoh, kampung saya Sumatra Barat. Daerah ini 50% terdiri atas kawasan tutupan hutan. Daerah saya ini rentan sekali terjadi bencana alam. Boleh dibilang etalasenya bencana alam. Dari catatan Walhi Sumbar, dalam setahun telah terjadi seratus-an kejadian bencana banjir, banjir bandang, dan longsor. Penyebabnya karena rusaknya lingkungan yang disebabkan oleh konversi hutan menjadi kawasan perladangan, kebun kelapa sawit, dan tambang-tambang ilegal. Sebagai pemimpin, ini akan jadi PR besar yang wajib saya selesaikan.


Sebagai pemimpin, pada setiap kejadian banjir, saya akan cari tahu penyebab banjir tersebut secara detail. Jika karena faktor kesalahan manusia, seperti pembalakan liar di hulu sungai, saya akan tindak tegas oknum bersangkutan. Dan tak akan membiarkan kejahatan ini terjadi berulang-ulang.


Saya akan rangkul semua pihak untuk lakukan penghijauan. Terutama generasi muda yang punya semangat tinggi dalam mencintai alam. Saya akan perbaiki aliran sungai. Kembalikan fungsi hutan hulu sungai. Sebisa mungkin saya akan hidupkan kembali kearifan lokal yang pernah ada. Sebab setiap daerah pasti punya cara khas dalam menjaga kelestarian alam. Seperti, akan ada karma bagi yang menebang pohon sembarangan. Saya pikir negri kita ini kaya akan kearifan lokal dan ini perlu dihidupkan kembali.


Selain itu, saya akan perbaiki tata ruang kota. Selama ini tata kota yang sembraut jadi biang keladi bencana banjir. Jika perlu saya akan relokasi pemukiman yang menempati daerah resapan air. Cabut izin pemukiman di lahan resapan air dan rawan bencana. Perbaiki drainase dan aliran sungai. Kembalikan fungsi hutan dan perbaiki ekosistem daerah pesisir.


Sebagai pemimpin daerah saya akan galakkan penggunaan lubang biopori di tiap rumah warga. Pengelolaan sampah harus rapi dan tertata. Bank sampah harus dimanfaatkan secara maksimal. Saya akan kerahkan dan bekerjasama dengan pemuda pecinta lingkungan. Terdengar sangat teknis, tapi ini sangat berpengaruh. Hal ini sekaligus akan menguatkan bonding dalam melanjutkan estapet kepemimpinan dari generasi tua ke generasi muda.


Selain itu, saya akan pertimbangkan dengan sangat matang sebelum mengeluarkan izin pemanfaatan lahan hutan. Saya harus ketahui dampak jangka panjang dari pengalih fungsian lahan hutan menjadi lahan produksi. Apakah merugikan warga sekitar, merusak ekosistem, sosial budaya, dan apa untungnya bagi warga saya. Jika keuntungannya hanya untuk sesaat dan menimbulkan dampak buruk jangka panjang, saya akan tolak semua investasi yang masuk meski daerah saya akan dianggap miskin. Begitu pun dengan pertambangan ilegal, saya akan tindak tegas oknum penambang dan enggak akan membiarkan kejatahan yang sama terulang di wilayah saya.


Saya tak akan biarkan daerah saya dieksploitasi dan menguntungkan segelintir pihak saja. Kelestarian alam untuk jangka panjang jauh lebih penting dan berharga dari pada untung besar yang sifatnya sesaat saja itu.

Kemarau/kekeringan
Sebagai manusia saya memang nggak bisa mencegah kemarau atau kekeringan secara langsung. Namun untuk mencegahnya saya bisa lakukan banyak hal seperti berikut ini.
Menggalakkan penanaman pohon melibatkan semua orang. Menerapkan sangsi tanam pohon atas setiap pelanggaran. Setiap rumah wajib menanam pohon dan saya akan terus pantau.


Sebelum bencana kekeringan terjadi, saya upayakan setiap rumah memiliki sumber cadangan air bersih. Setiap rumah memiliki tadah hujan, terutama untuk daerah yang minim pasokan air tanah. Dengan adanya pasokan air di tiap rumah, warga akan terbiasa mandiri dan tak bergantung pada bantuan pemerintah jika sewaktu-waktu bencana kekeringan terjadi.


Musim kemarau identik dengan terjadinya kebakaran hutan. Jika hal ini terjadi karena unsur kesengajaan, saya enggak akan biarkan pelakunya lolos dan melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari. Ada sanksi berat dan tentu saja diiringi dengan upaya mengedukasi. Jika pembakaran hutan sengaja dilakukan oleh korporat, maka saya tak segan-segan untuk mencabut izinnya dan membawa masalah ini ke meja hukum hingga tuntas.

Polusi Udara
Pembakaran bahan fosil selama ini disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar polusi udara. Baik itu batu bara, gas, maupun minyak bumi. Polusi udara juga merupakan cikal bakal terjadinya perubahan iklim dunia. Karbon yang terkonsentrasi di udara semakin hari semakin menumpuk. Hal inilah yang menimbulkan peningkatan suhu permukaan bumi.


Seandainya saya adalah pemimpin, baik pusat maupun daerah, saya akan upayakan pengurangan kendaraan bermotor. Saya akan optimalkan penggunaan kendaraan umum sebagai alat transportasi utama warga saya. Dengan cara meyediakan fasilitas transportasi selayak dan senyaman mungkin, merata di semua daerah. Layanan transportasi yang ramah keluarga, aman, dan murah akan saya usahakan jadi kenyataan.


Selain itu area trotoal haruslah berfungsi optimal untuk pejalan kaki. Hal ini tentunya akan memicu warga saya untuk gemar berjalan kaki dan menjadi sehat. Jika warga saya sehat, tentu beban anggara kesehatan akan jadi lebih ringan. Saya juga akan naikkan pajak kendaraan. Agar kepemilikkan kendaraan hanya berlaku bagi yang benar-benar butuh saja. Bukan untuk sekedar gaya hidup yang hanya jadi menyumbang kemacetan jalan dan polusi udara.


Pembangkit listrik berbahan batu bara juga digadang-gadang jadi penyumbang polusi udara terbesar selama ini. Keberadaan pusat pembangkit ini tak hanya menyebabkan polusi udara, namun juga merusak lingkungan di sekitarnya. Merusak sumber air, merusak lahan pertanian, dan merusak kesehatan warga karena menghirup asap debu buangannya.


Sebagai pemimpin, saya akan menolak investasi dibidang energi kotor ini. Sudah saatnya Indonesia beralih ke sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Seperti biofuel, biomasa, panas bumi, energi air, energi surya, energi pasang surut, energi ombak, dan lainnya. Negara kita punya potensi besar untuk itu. Yang nggak hanya mementingkan keuntungan sesaat saja, menguntungkan segelintir orang saja. Sebagai pemimpin, saya berambisi besar untuk jadi vionir dalam pengembangan energi terbarukan ini, jadi contoh bagi negara-negara lain di dunia.

(pixabay.com)

Rumah Sehat
Hak untuk sehat adalah hak semua orang. Sebagai pemimpin saya ingin seluruh warga saya hidup sehat dan berkualitas. Tentu saja semua itu berawal dari tercukupinya kebutuhan nutrisi. Untuk itu saya akan galakkan program setiap rumah menanam. Di halaman rumah warga saya terhampar berbagai tanaman sesuai kebutuhan masing-masing keluarga. Entah itu bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, mau pun buah. Jadi warga saya nggak begitu ketergantungan lagi dengan stok di pasaran. Terlebih di musim pandemi yang sulit ini.

(doc. Eci FE)

Selain sebagai sumber nutrisi, warga juga bisa memanfaatkan taman sebagai apotik hidup. Sejak dulunya bangsa kita punya kearifan lokal untuk mengatasi masalah kesehatan. Dan saya ingin warga saya kembali bijak seperti nenek moyangnya dulu, hidup sehat berdampingan dengan alam. Ada brotowali untuk mengatasi malaria, atau daun sampare seperti yang dipakai warga di tanah Papua sana. Dan ada begitu banyak tanaman obat lainnya yang berkasiat. Sosok perempuan berikut ini patut kita jadikan contoh.

(Bu Oday adalah pelestari tanaman obat Nusantara yang menaman 900 tanaman obat di kebunnya dan menerima penghargaan Kalpataru 2018 kategori perintis lingkungan. Dua puluh sembilan tahun lalu ia menderita kanker serviks dan berhasil sembuh melalui pengobatan tradisional seperti yang digelutinya sekarang. Ia bilang, “Alam akan memberikan kebaikan bila kita menjaganya. Sebaliknya, alam akan melakukan perlawanan bila diperlakukan dengan semau-maunya. Caranya dengan hadirnya banjir, kekeringan, atau menyebarnya berbagai virus.”)

Senada dengan yang dikatakan Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional Kementrian Kesehatan RI, Ina Rosalina, “Dari 40.000 spesies tanaman obat di dunia, sekitar 30.000 spesies berada di Indonesia. Dari 9.600 yang dikenali berkasiat obat dan 200 spesies saja yang baru dimanfaatkan sebagai obat tradisioanal. Indonesia sangat potensial untuk jadi kiblat obat-obatan herbal.

Dari sisi ekonomi Indonesia berpeluang besar di tengah tren dunia yang mulai melirik obat-obatan herbal yang dinilai lebih aman ini. Sebagai pemimpin, saya nggak akan sia-siakan kesempatan ini.


Di daerah pimpinan saya harus tersedia akses kesehatan dengan layanan maksimal. Gratis bagi warga kurang mampu. Ada fasilitas rumah sakit keliling yang akan menjangkau warga di pedalaman. Dan sedapat mungkin faslitas ini jarang terpakai. Bukan karena kurangnya fasilitas atau susahnya akses, melainkan karena sedikitnya warga saya yang jatuh sakit karena menerapkan pola hidup sehat berkerarifan lokal khas Nusantara.


Jika semua hal di atas bersinergi, tentu efek pemanasan global bisa diredam. Dan sebagai penutup, saya teringat perkataan Rasulullah, “Ketahuiah. Setiap dari kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya.” Nabi Muhammad SAW.

#perubahaniklim #kesehatan

Sumber
https://covesia.com/news/baca/90274/jelang-pilkada-2020-walhi-sudah-saatnya-para-kandidat-peduli-isu-lingkungan
https://analisadaily.com/berita/arsip/2019/6110/747137/melestarikan-kearifan-lokal-lewat-tanaman-obat/
http://www.mongabay.co.id

Tinggalkan komentar