Napak Tilas


Iseng buka catatan lama, tahun 2016 lalu. Saya lupa ini momennya apaan. Yang jelas, tak ada sehelai daun pun jatuh tanpa menuai maksud. Begitu pun keisengan ini. Entahlah, lihat saja, rasa rasai sajalah, raba rabalah kabar yang digariskan alam ini, kenapa bisa tangan ini digerakkan membuka catatan lama. Kenapa, ya?

Nol,
Dalam siklus hidup ini akan ada momen dimana kau melihat anak tangga anak tangga mimpi harapan menjulang. Target target bagai dihembus awan, terbang meninggi. Sulit kau gapai. Kau seakan ditinggalkan dalam ruang gelap tanpa kemajuan, kau bagai terkurung dalam ruang gelap. Tak bisa ke mana mana. Sementara di sekelilingmu orang-orang berlari begitu kencang menjangkau mimpinya.
Hey! Pada titik ini, sadarkah kau? Sebenarnya kau sedang ditaruh di titik nol. Titik dimana semua harapan berakhir atau titik mula semua harapanmu itu tumbuh. Tumbuh. Kau bisa memilih..

Hmm, sepertinya kabut misteri mulai terbuka setelah kulanjutkan ke halaman berikutnya. Catatan berikutnya, keping keping lainnya. Ya, kupikir mending kubaca baca lagi sajalah. Mungkin dengan begini bisa kupahami maksud napak tilas ini. Semoga.

Polytron Si Produk Anak Negeri


Awal-awal nonton drakor sekian tahun lalu, saya sering salfok (salah focus) sama asesoris yang dikenakan para pemainnya. Entah itu Hp, tatanan rumah, perabotan, pakaian, juga barang-barang eletroniknya. Hal ini sering jadi bahan obrolan kami sesama penonton drakor yang diam-diam memimpikan memilikinya juga.

“Mereka itu nggak hanya jualan film, tau! Tapi sekalian ngiklan produk dalam negeri mereka juga,” celetuk teman kami menghentikan kehaluan kami.
“Oh iya ya, jadi ingat slogan, cintailah produk Indonesia!” balas saya menyengir.
“Coba negeri kita punya produk asli dalam negeri, kita juga bisa tuh bangga-banggain kayak mereka.”
“Ehh, ada, dong!” lalu ramailah perbincangan.


Ngomong-ngomong soal slogan “Cintai produk Indonesia” ini, sebenarnya bukanlah barang baru di negeri kita, guys. Sudah ada sejak era pemerintahan Presiden Soekarno. Di zaman itu Soekarno selalu menyuarakan agar rakyat Indonesia berdikari, berdiri di atas kaki sendiri di setiap pidatonya. Jangan bergantung pada produk asing. Rakyat dituntut agar percaya pada kekuatan sendiri.


Di era pemerintahan Soeharto semangat yang sama juga didengungkan, guys. Bahkan sampai dijadikan lagu dengan tema “Aku Cinta Buatan Indoensia.” Tak sampai di situ, semangat nasionalisme ini juga bersambung ke era pemerintahan Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) dengan kampanyenya, “100% Cinta Indonesia.”

Saat itu pemerintah mendorong tiap perusahaan, produk, dan merek dalam negeri mencantumkan logo 100% Cinta Indonesia pada kemasan, iklan, dan materi promosinya.


Nah, di era pemerintahan Jokowi sekarang pun tetap berlanjut, guys. Slogannya, “Bangga Buatan Indonesia.” Bahkan sampai ada Kepres 24/2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (Tim Nasional P3DN) 2018.
Anjuran memperioritaskan pemakaian produk dalam negeri tak hanya sekedar anjuran negara saja lho, guys.

Namun juga sebagai bentuk identitas kita sebagai warga negara Indonesia. Analoginya gini, kita punya kebun nanas. Tapi malah makan dan bangga-banggain buah nanas dari kebun orang lain. Lucu, kan?


Mungkin ada yang nyeletuk, emang produk Indonesia apa saja, sih? Nah, Polytron salah satunya, guys. Udah tahu kan ya, merek ini asli produk Indonesia, 100% milik orang Indonesia?


Buat yang baru tahu mungkin akan lanjut bertanya, memangnya sejak kapan Polytron ada di Indonesia? Siapa pendirinya? Nah, tak kenal maka tak sayang, guys. Polytron sudah berusia 47 tahun, lho.


Perusahaan eletronik ini sudah berdiri sejak tahun 1975 dengan produk pertamanya TV hitam putih. Pabriknya berdiri di Kudus, Jawa Tengah dan Sayung, Demak dengan nama pertama PT. Indoneisa Eletronik & Engineering.


Didirikan oleh Hartono bersaudara, Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Kata Polytron sendiri berarti, banyak (poly), (elek)tron(ik) dan merek ini mulai dipakai sejak tahun 2000an.


Sejak saat itu Polytron terus berkembang dan berinovasi menghasilkan produk-produknya. Seperti bunyi slogan yang dikampanyekan saat ultah ke 47 lalu, “Maju untuk terus berinovasi dan bernilai.” Polytron akan terus mewujudkan misinya sebagai pelopor inovasi teknologi dan hiburan dalam keluarga sehingga menjadi produk kebanggaan Indonesia.


Polytron sebagai perusahaan eletronik terbesar di Indonesia ini telah meraih sejumlah penghargaan bergengsi. Seperti Top Brand, Brand Choice Award, dan lainnya. Ini menjadi bukti bahwa Polytron sukses mengambil hati konsumen dengan menjadikan produk Polytron sebagai produk pilihan terbaik.

Polytron yang memiliki pabrik di tiga lokasi ini memiliki karyawan lebih dari 10 000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Inilah salah satu dampak positifnya bagi Indonesia. Polytron tak hanya berinovasi dan mengembangkan teknologi tetapi juga mengangkat perekonomian warga dengan membuka lapangan kerja.


Polytron memiliki divisi research and development (pengembangan produk) yang diperkuat dengan total 500 orang ahli dalam berbagai bidang eknologi. Ini dilakukan agar Polytron selalu siap merespon perkembangan teknologi di pasar Indonesia.


Selama 47 tahun berdirinya Polytron telah memproduksi jutaan tipe produk eletronik untuk pasar Indonesia dan mancanegara. Telah mengekspor produknya ke lebih dari 40 negara di dunia. Sebagai konsumen dan warga Indonesia, saya ikut bangga dengan pencapaian ini.


Lalu apa saja produk-produk Polytron? Banyak lho, guys. Seperti, TV, speaker, kulkas, mesin cuci, AC, smartphone, dan banyak lainnya.

(Ini sudah lumayan lama dan masih awet)

Penghargaan
Tahun 20022 ini Polytron kembali meraih penghargaan Top Brand 2022 untuk 2 produknya. Audio PMA 9507 dan kulkas Polytron Belleza Big Liter. Kedua produk ini juga terpilih untuk kategori Top of Mind (produk pilihan terbaik), Top of Market Store (pangsa pasar teratas), dan Top of Commitment Shore (komitmen pelanggan terbaik).

Guys, kulkas Belleza Big Liter ini dilengkapi dengan teknologi vacuum compartment yang mampu menghilangkan udara yang dapat menyebabkan pembusukan di sekitar makanan/minuman. Yang tentunya akan membuat bahan makanan tersebut awet dalam waktu panjang. Hingga 21 hari dijamin akan tetap dalam kondisi segar tak membusuk.

Untuk disainnya sendiri Polytron menerapkan konsep elegan yang terinspirasi dari alam untuk interior kulkas ini. Polytron mengaplikasikan pintu kaca yang jauh lebih awet ketimbang bahan dari metal.


Sedangkan untuk Audio PMA 9507, Polytron mengusung teknologi digital yang bisa diatur dari jarak jauh dengan smartphone. Dengan cara memakai aplikasi relymon audio connect yang bisa didownload dari playstore.


Dan untuk konektivitasnya, Audio PMA 9507 ini memiliki koneksi penuh lewat bluetooth, USB input, SD card/MMC input, oux input dan line input. Jadi pengguna bisa memanfaatkannya untuk urusan pekerjaan dan hiburan seperti untuk karaoke.


Kunci Kesuksesan Polytron
Polytron adalah produk eletronik anak bangsa. Asli 100% buatan Indonesia. Perjuangan Polytron untuk berhasil menembus pasar global yang penuh tantangan itu patut kita acungi jempol. Polytron bersaing ketat dengan brand-brand besar dunia dan membuktikan dirinya mampu. Bahkan beberapa disain Polytron sudah dipatenkan sebagai bentuk otentik dari Polytron.


Salah satu kunci sukses Polytron ada pada kelenturannya dalam berinovasi mengikuti selesa pasar dan perkembangan zaman. Contohnya, pada masa awal-awalnya Polytron mengeluarkan produk yang berunsur Eropa. Hal ini dikarenakan pada saat itu produk Eropa memang sedang merajai pasar Indonesia.


Seiring perkembangan selera pasar yang terus berubah, Polytron juga turut berinovasi sesuai selera pasar dalam dan luar negeri. Contohnya pada beberapa waktu lalu TV layar datar booming di pasaran. Polytron juga turut mengembangkan produk TV layar datar. Pada saat muncul smartphone, Polytron juga berinovasi mengembangkan smartphone dan smart TV yang dilengkapi teknologi android untuk menjawab kebutuhan pasar di era digital.


Dalam hal bersaing dengan produk luar, Polytron tak pernah goyah. Seperti produk impor berharga murah dari negeri tirai bamboo yang belakangan ini banyak menyerbu pasar. Polytron meyakini bahwa konsumen tak hanya berpatokan pada harga saja saat memutuskan untuk membeli suatu produk.


Melainkan juga mempertimbangkan unsur lainnya. Dan setiap negara berbeda-beda kebutuhan dan seleranya terhadap suatu produk. Hal ini dibuktikan lewat produk audio mereka yang cukup berkontribusi besar selama puluhan tahun dibandingkan produk lainnya.


Dalam mengembangkan produk, Polytron selalu berinovasi sesuai dengan kebutuhan konsumennya. Contoh, untuk produk TV di mana produsen-produsen TV berlomba menghadirkan TV setipis mungkin namun memiliki minus pada audionya yang kurang bagus, Polytron hadir mengambil celah dengan produk TV LED yang digabungkan dengan soundbar yang kemampuannya mendekati home theatre.

Di zaman serba digital ini siapa sih yang tak ingin dimanjakan teknlogi. Semisal peralatan rumah tangga yang praktis dan mudah diakses. Nah, guys, sesuai taglinenya sebagai perusahaan yang selalu berkembang dan berinovasi, Polyon hadir menjawab tantangan zaman. Ialah dengan menghadirkan teknlogi pada produk premium di perangkat eletronik rumah tangga berbasis smart technology/Internet of Things (IoT).


Kerennya, produk-produk ini bisa diatur dan diakses lewat smartphone dari area mana pun. Contohnya TV seri Flagship mini LED Quantum 85 inch. TV ini inovasi terbaru dengan teknologi mini LED yang bisa menampilkan layar jelas, tajam, warna hitamnya lebih pekat.


Selain itu juga ada produk kulkas Belleza Varia yang hemat listrik sampai 30% yang dilengkapi vacuum compartment yang bisa menghisap oksigen yang jadi penyebab pembusukan makanan/minuman. Disainnya cantik dan mewah hingga menambah nilai estetik dapur.


Menyambung kampanye yang digaungkan pemerintah sejak dulu kala itu, cintailah produk buatan anak negeri sendiri, guys. Kalau bukan kita yang peduli, lalu siapa lagi? Ah jadi ingat tutup megic com saya yang barusan patah itu. Apakah ini semacam isyarat alam, ya? Hehe..
Sampai di sini dulu ya, guys. Terima kasih sudah mampir. Semoga bermanfaat.

Info lengkapnya bisa lihat di sini ya http://www.polytron.co.id

#PolytronBlogCompetition

#47Polytronaniversary

Ketika Penyandang Disabilitas Mengakses Informasi Publik


“Lihat orangnya, bukan labelnya”
(Dr. Temple Grandin)


Sekilas petikan di atas terkesan biasa-biasa saja. Namun jika direnungkan, akan terasa dalam dan menggugah. Sebab petikan ini milik seorang Temple Grandin yang seorang penyandang disabilitas. Entah sudah seberapa banyak pelabelan yang ia terima dalam hidupnya hingga terlontar ucapan seperti di atas.


Beliau adalah ilmuan yang dikenal sebagai penemu alat terapi autis. Sewaktu kecil, ia benci sekali jika disentuh, mudah marah, dan sangat pendiam. Ia dinyatakan mengalami autis yang merupakan gangguan perkembangan sistem syaraf yang mempengaruhi kemampuannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehingga harus menerima perawatan dalam jangka waktu panjang.


Dr. Temple Grandin yang juga seorang penulis buku itu tak menyerah begitu saja pada kekurangannya. Ketika tinggal dekat peternakan, dirinya yang sangat peka pada suara dan kebisingan itu merasa memiliki kesamaan dengan kebiasaan sapi yang juga tak suka keramaian. Kecintannya pada hewan pada akhirnya membuatnya berhasil merancang sistim pemotongan sapi yang lebih manusiawi di AS dan Kanada.


Beliau seorang perempuan yang sangat inspiratif. Kelebihan dalam dirinya telah membuat kekuranganya jadi tak nampak. Maka ucapan, Lihatlah orangnya, bukan labelnya jadi terasa sangat menohok dan membuat malu siapa saja yang sudah memandang remeh dirinya maupun para penyandang disabilitas lainnya di dunia.


Sudah bukan rahasia lagi bahwa kebanyakan orang memandang sebelah mata para penyandang disabilitas. Memandang dengan kacamata tak setara hingga merasa tak bersalah ketika mengenyampingkan hak-hak mereka. Padahal sejatinya semua orang berkedudukan sama. Baik di mata Tuhan mau pun di mata hukum dan negara.


Kisah Grandin ini membawa ingatan saya pada kisah perempuan disabilitas lainnya ketika berusaha mendapatkan informasi publik dari sebuah badan publik. Yang pada akhirnya membuat saya mempertanyakan keseriusan negara demokrasi ini dalam menjamin hak tiap warganya. Sudahkah negara menjamin sepenuhnya hak para penyandang disabilitas? Sebelumnya, kita ulang kaji dulu yuk, mengenai perundangan di bawah ini.

UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Hak atas informasi publik diatur oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) nomor 14 tahun 2008. UU KIP memiliki tujuan untuk menjamin kepastian informasi khususnya bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang ada di badan publik.


Hal ini merupakan perwujudan dari amanat UUD 1945 pasal 28 F yang menekankan bahwa hak memperoleh informasi publik adalah hak asasi yang dilindungi undang-undang. Yang juga melingkupi hak-hak saudara-saudara kita para penyandang disabilitas.


Berikut ini infografi yang menjelaskan pengertian informasi, badan publik, dan lainnya berdasarkan UU KIP.

(Sumber: Kombinasi.net)
(Indonesiabaik.id)


Apa saja ruang lingkup hak atas informasi ini? ada lima poinnya. Antara lain, hak untuk mengetahui. Hak untuk menghadiri pertemuan publik. Hak untuk mendapatkan salinan informasi. Hak untuk diinformasikan tampa harus ada permintaan. Dan, hak untuk menyebarkan luaskan informasi.

(Baca juga “Minta Informasi ke Badan Publik? Siapa Takut!”)

Hak Informasi bagi Penyandang Disabilitas
Ada sekitar 17 juta orang penduduk Indonesia yang jadi penyandang disabilitas. Dan hampir setengahnya menyandang disabilitas ganda. Angka yang tidak bisa dibilang sedikit dan butuh perhatian besar serta keseriusan para pemegang kebijakan.

Sedangkan di Sumatra Barat sendiri ada sekitar 197.134 orang penyandang disabilitas. Saya pikir jumlahnya bisa jadi jauh lebih banyak dari angka yang tercatat saat ini.


Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 juga menyatakan bahwa, penyandang disabilitas memiliki hak berekpresi, berkomunikasi, dan mendapatkan informasi melalui media yang mudah diakses berupa bahasa isyarat, braile, dan lainnya.


Pasal 88 dalam Perda Provinsi Sumatra Barat nomor 3 tahun 2021 tentang Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas telah menetapkan bahwa,
Penyelenggara pelayanan publik wajib memberikan pelayanan publik dengan fasilitas dan perlakuan yang optimal, wajar, dan bermartabat tampa diskriminasi bagi penyandang disabilitas, yang meliputi:
a. Pendampingan, penerjemahan, asistensi, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan publik tampa biaya tambahan.
b. Penyediaan prasarana dan sarana yang mudah diakses bagi penyandang disabilitas.


Fasilitas yang dimaksudkan pasal di atas seperti, kursi roda, jalur landai, ekskalator landai, handrail sepanjang ram, huruf brale di tiap instrument, piranti lunak bicara, running teks pada lift, ruang tunggu khusus, tempat duduk khusus, toilet khusus, parkir khusus, informasi melalui radio, website yang dilengkapi screen reader, dll.

Berikut ini saya comot contoh formulir layanan disabilitas di website PPID Pengadilan Agama A1 Padang yang sudah ramah disabilitas.


Kisah Disabilitas Mengakses Informasi
Siang itu seorang perempuan paruh baya datang ke kantor desa dengan harapan membawa pulang informasi yang selama ini ia nantikan. Oh ya, sebenarnya saya dapatkan cerita ini dari kerabat saya. Hari itu ia ada keperluan di instansi tersebut dan melihat langsung kejadiannya. Masih dalam kawasan Sumatra Barat.


Nah, saat itu kantor tersebut sedang ramai oleh antrian warga. Kerabat saya juga kurang paham mereka sedang mengantri untuk apa. Dalam bayangan saya, Si Ibu paruh baya ini bergabung dengan warga lainnya lalu terlibat obrolan. Entah itu dengan tetangga atau warga lain yang masih satu desa dengannya. Cekakak cekikik lalu tahu-tahu namanya dipanggil, urusannya pun selesai. Lantas pulang dengan wajah senyum.


Tentunya tak akan terasa lamanya waktu menunggu jika sudah terlibat obrolan. Biasalah ya, khasnya emak-emak yang tak akan puas jika belum mengeluarkan puluhan ribu kata dari kepala.

Namun ternyata bayangan saya tak sama dengan realitanya. Si Ibu tak asyik mengobrol, melainkan marah-marah. Matanya melotot seakan hendak copot. Mulutnya menceracau dengan suaranya tinggi membuat suasana kacau. Sambil berkacak pinggang menunjuk-nunjuk. Silakan bayangkan situasinya seperti apa.


Usut punya usut. Si Ibu ini rupanya tak puas dengan pelayanan informasi di instansi tersebut. Ia menuntut informasi yang sudah lama ia tunggu. Kalau tak salah mengenai uang bantuan.

Entah karena sedang mumet atau sibuk, seorang bapak-bapak, pejabat desa, terpancing amarahnya. Ia balik membentak Si Ibu dan memarahinya tak kalah garangnya. Singkat cerita, Si Ibu ini pulang sambil terus menceracau di jalan. Tak terbayang air mukanya sekeruh apa.


Kepada kerabat saya, si pejabat desa ini mengaku kelepasan. Harusnya ia tak terpancing, katanya menyesal. Bak telur yang sudah retak, tak mungkin bisa diperbaiki lagi seperti semula. Si Ibu terlanjur sakit hatinya. Terluka perasaannya. Hati perempuan mana yang tak hancur dibentak-bentak begitu? Bayangkan jika itu ibumu.


Orang-orang di sana memaklumi kemarahan si pejabat desa ini. Sebab sikap Si Ibu ini tak sopan dan berlebihan. Mungkin teman-teman juga berpandangan sama. Namun apakah akan tetap berpikiran sama setelah mengetahui fakta mengenai Si Ibu ini? yuk, lanjut, yuk.


Saya cukup kenal Si Ibu ini. Berperawakan tinggi, good looking, berat badannya terjaga, intinya beliau ini body goalsnya emak-emak jaman now-lah ya. Di usia kepala lima ia masih lincah bergerak dan cekatan. Tak ada yang kurang dari fisiknya, mau pun panca indranya. Sama seperti orang kebanyakan. (Maaf jika terkesan subjektif).


Dulunya ia menikah dengan seorang penyandang disabilitas tuna rungu. Orang-orang bilang mereka pasangan serasi. Namun sayang pernikahannya tak bertahan lama setelah punya anak satu. Entah karena sebab apa.


Jika sedang berkunjung ke sana saya biasanya suka beli dagangannya, telur asin. Jika pandai mengambil hatinya, kita bisa dapat bonus tambahan darinya. Di mata saya beliau ini tipe perempuan mandiri. Hitung-hitungannya bukan main pedisnya, pintar walau tak sejenius Temple Grandin. Sejak pagi sudah mulai berdagang ke rumah-rumah warga. Berbekal suara keras dan kegemarannya bicara dan tertawa, ia mudah diterima semua orang.


Hanya saja ia punya sisi diri yang lain. Warga yang sudah mengenal karakternya hanya akan mengiya-iyakan saja ucapannya. Jika sudah tersinggung, Si Ibu ini bisa bicara sehari semalam dengan mata melotot dan suara kerasnya bisa terdengar sampai kampung sebelah.


Bahkan ada yang tega melabelinya “boco aluih” atau sedikit kurang akal. Ya, Si Ibu memang punya sisi lain yang membuatnya termasuk dalam kategori disabilitas. Tepatnya disabilitas mental.


Nah, kembali pada kejadian di kantor desa tadi. Tak seharusnya pejabat desa itu membentaknya sedemikian keras di depan orang banyak. Tindakannya sudah menjatuhkan mental orang lain. Apalagi ia sudah mengenal warganya itu dan hafal karakternya.


Bagaimana pun, sesalah-salahnya warga, tetap saja yang salah itu instansinya. Si Ibu seharusnya mendapatkan haknya seperti yang diatur undang-undang. Si Ibu punya kelainan kepribadian atau masalah kesehatan mental meski secara fisik terlihat normal.


Mernurut Undang-Undang nomor 8 tahun 2016, disabilitas adalah keterbtasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.


Perda Provinsi Sumatra Barat nomor 3 tahun 2021 tentang penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas menjelaskan ragam penyandang disabilitas mental. Meliputi, psikososial terdiri dari skizoprenia, bipolar, depresi, aspenger, anxietas dan gangguan kepribadian. Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interasksi sosial, meliputi autism dan hiperaktif.


Penyandang disabilitas memiliki hak hidup, bebas dari stigma, keadilan dan perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, politik, pelayanan publik, pendataan, bebas diskriminasi, dan hak lainnya yang dijamin undang-undang.
Sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama, setara dengan warga lainnya dalam kehidupan bernegara.

(Baca juga “Tak Selalu Berhasil (Sebuah Pengalaman Mengakses Informasi Publik)”)


Untuk kasus Si Ibu, pihak instansi harusnya lebih peka dalam melayani kebutuhan beliau. Si Ibu harusnya mendapatkan perhatian khusus dan sebaiknya tak harus ikut mengantri bersama warga lainnya saat itu. Bisa dengan mekanisme jemput bola atau menyediakan petugas khusus yang bisa melayani kebutuhan beliau.


Dan, seandainya Si Ibu ini bukan seorang perempuan, apakah si bapak pejabat akan tetap berani menghardiknya seleluasa itu juga?
Sekali lagi ingin saya pertanyakan. Sudahkah kegiatan pelayanan informasi publik di setiap badan publik Sumatra Barat menyediakan fasilitas penunjang bagi saudara kita penyandang disabilitas? Saya tunggu jawabannya.
Sekian dulu, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Salam transparansi!

Tak Selalu Berhasil (Sebuah Pengalaman Mengakses Informasi Publik)

“Information is power, safety, and happiness. Ignorance is weakness.”
(Thomas Jefferson)


Selamat Hari Hak untuk Tahu Sedunia! Hari Hak untuk Tahu Sedunia atau Right to Know Day baru saja digelar pada tanggal 28 Septermber lalu. Di Indonesia peringatan tahun ini diberi tagline “Akes Informasi Tanpa Keterbatasan.”


Peringatan ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa mereka memiliki hak dan kebebasan untuk mendapat informasi publik. Seperti petikan yang disampaikan Thomas Jefferson di atas, informasi (pengetahuan) adalah kekuatan, keamanan, dan kebahagiaan. Sebaliknya, pengabaian adalah sebuah kelemahan.

Sejarah peringatan Hari Hak untuk Tahu ini bermula dari deklarasi OPG (Open Government Partnership) yang digelar di kota Sofia, Bulgaria pada tanggal 28 September 2002. Dan Indonesia merupakan salah satu dari 8 negara yang menginisiasi OGP ini.


Hari Hak untuk Tahu juga diperingati oleh 40 negara lainnya di dunia. Negara-negara tersebut mengakui bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mengakses informasi publik dan terlibat dalam pembentukan kebijakan publik.


Beberapa negara memiliki judul UU informasi berbeda-beda tergantung situasi negaranya. Seperti The Freedom of information Act di Inggris. Law Concerning Access to Information Held di jepang. Dan Indonesia menamainya Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang dijadikan UU nomor 14 tahun 2008.


UU KIP ini memiliki tujuan untuk menjamin kepastian informasi khususnya bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang ada di badan publik. Jadi teman-teman, jangan takut untuk kepo akan informasi apa pun dari badan publik, ya.

(Baca juga “Minta Informasi Publik? Siapa Takut!”)

Pengalaman Mengakses Informasi Publik
Tagline “Akses Informasi tanpa Keterbatan” di atas senapas dengan amanat UUD 1945 pasal 28 F. Bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


Artinya, hak memperoleh informasi adalah hak azazi setiap orang yang dilindungi undang-undang. Dan juga merupakan salah satu ciri negara demokrasi.


Ruang lingkup hak atas informasi ini meliputi, hak untuk tahu. Hak untuk menghadiri pertemuan publik. Hak untuk mendapatkan salinan informasi. Hak untuk diinformasikan tanpa harus ada permintaan. Dan hak untuk menyebarluaskan informasi.


Ngomong-ngomong soal hak atas informasi ini, saya mempunyai beberapa pengalaman mengakses informasi dari badan publik. Ada sebagian yang berhasil, dan ada juga yang tidak. Seperti pengalaman saya yang satu ini.


Oh ya, teman-teman, sebelum saya ceritakan pengalaman memperoleh informasi, ada kisah dari badan publik satu ini yang bisa menambah pemahaman kita tentang KIP. Ketidak terbukaan akan informasi publik nyatanya masih dilakukan oleh badan legislatif selaku institusi perancang undang-undang.


Soal UU Cipta Kerja yang heboh-heboh beberapa waktu lalu. Sejak awal UU ini terkesan dibuat tertutup dari publik. Padahal azas pembentukan UU mengharuskan adanya keterbukaan informasi dalam pembentukan UU.


Mulai dari perencanaan, penyusunan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Akibatnya, UU ini menuai pro-kontra hingga diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam laporannya, para pemohon menyebutkan bahwa penyusunan UU Cipta Kerja kurang menerapkan keterbukaan informasi kepada publik. Menjadikan RUU nomor 11 tahun 2020 ini sebagai dokumen rahasia yang harus dijauhkan dari jangkauan publik.


Masalah keterbukaan informasi inilah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan MK mengambil keputusan. Walhasil, MK menyatakan status UU tersebut inkonstisional. DPR dan Presiden selaku pembentuk UU diberi waktu dua tahun untuk mengoreksinya.

Jika melewati tenggat yang diberikan maka status inskontitusional yang telah ditetapkan MK akan berubah jadi permanen. Hal ini menjadi bukti betapa pentingnya keterbukaan informasi publik pada sebuah badan publik di zaman sekarang.

(Prosedur sengketa informasi publik)


Nah, teman-teman, suatu pagi saya mengajukan permohonan ke satu badan publik. Sebelum datang ke kantor bersangkutan, sebenarnya saya sudah pernah mengajukan permohonan lewat aplikasi mereka. Lalu admin menyarankan untuk datang langsung ke kantor terdekat saja. Lalu saya datangi ke kantor terdekat.

Oh ya, sudah tahu dong ya cara mengakses informasi via online? Kalau belum, teman-teman tinggal buka website badan publik terkait lalu cari kolom KIP atau PPID. Lalu pilih kolom permohonan informasi. Silakan mengakses informasi yang tersesdia atau mengajukan permohonan informasi di kolom permohonan.

Kebetulan badan publik yang saya akses ini memiliki aplikasi yang memang disediakan untuk mempermudah pelayanan. Mekanismenya hampir sama kok dengan website PPID lainnya.

(Contoh tangkapan layar permohonan informasi)

Sesampai di sana, seperti kantor pelayanan pada umumnya, saya harus mengantri. Lalu giliran saya pun tiba, nomor antrian saya dipanggil. Saya maju ke meja satpam yang jadi pintu pertamanya.

Saya menjelaskan maksud kedatangan saya, ingin mendapatkan rekapan tagihan setahun terakhir untuk keperluan pendidikan adik saya. Tepatnya untuk reimboose beasiswa githulah. Lumayanlah ya kalau berhasil. Apalagi di zaman serba mahal seperti sekarang. hehe..


Saya paham keperluan saya ini agak beda dari keperluan pemohon lain yang juga mengantri saat itu. Jadi saya hanya bawa kartu yang saya pikir sudah mencakup semua data diri.

Bukan surat pengantar dari sana sini seperti yang lain. Saya juga berbikir informasi yang saya minta ini juga akan cepat diproses. Kupu-kupu sampai berterbangan di kepala saya saking optimisnya.


Namun ketika di meja pertama saya malah disarankan pulang dulu untuk jemput foto kopi kartu keluarga. Saya coba tawarkan kartu keluarga yang saya simpan dalam bentuk softcopy dalam Hp. Namun ditolak. Karena lumayan jauh dari rumah, saya bernisiatif mencetaknya saja di rental terdekat.


Setelah selesai cetak, saya pun kembali datangi meja pertama itu. Perkiraan saya mungkin mereka hanya butuh nomor KK dan nama saja. Namun sesampainya di meja pertama, lagi-lagi petugas itu meminta saya pulang dan membawakan foto kopi kartu kerluaga yang lebih jelas dan bersih dengan alasan agar mudah dibaca mesin, entah mesin apa. Kebetulan hasil cetaknya memang sedikit buram. Lalu pulanglah saya.


Saya kembali ke meja pertama dan memperlihatkan foto kopi kartu keluarga yang jauh lebih bersih dan jelas itu. Tak cuma selembar, tapi banyak, hihi.. Saya juga bawa foto kopi KTP buat jaga-jaga walau konon katanya sekarang sudah zaman digital dan seharusnya tak perlu lagi foto kopian begitu.


Saya lalu diberi nomor antrian baru. Tak lama nomor saya dipanggil dan saya pun maju sambil mengutarakan maksud kedatangan ke petugas. Dan tahukah, foto kopi yang diminta sampai harus bolak-balik itu hanya dibaca manual oleh petugas.


Jika tak salah lihat, tak ada mesin pemindai di meja petugas itu. Lalu apa pentingnya kertas foto kopi kk di zaman serba digital ini, yang cukup diwakili kartu identitas saja itu? Paperless, dong, ah!


Setelah selesai mengutarakan permohonan informasi tersebut, petugas menjawab bahwa mereka tak bisa mengabulkan permohonan saya. Saya sudah coba nego tipis-tipis, tapi tetap saja tak berhasil. Lalu pulanglah saya dengan tangan kosong, dengan bahu sedikit lunglai tentunya.


Tak puas, saya pun berinisiatif mengajukan permohonan informasi via aplikasi sekali lagi. Singkat dan to the point saja. Tak lama permohonan itu pun dijawab oleh admin. Dan hasilnya, tetap tak dikabulkan, dong! Entah atas alasan apa.

(Contoh tangkapan layar permohonan informasi)

Sebenarnya saya masih ingin mengupayakan untuk memperoleh informasi itu. Saya juga penasaran apa alasan mereka tak mengabulkan permintaan saya. Ketika saya tanyakan pada petugas di kantor bersangkutan saat itu, jawabannya hanya tidak bisa saja.


Nah, pertanyaan saya, apakah permohonan saya ini termasuk salah satu informasi dikecualikan? Jika memang iya, saya tentu akan legowo menerimanya. Mungkin memang belum rezeki saja. Nah, jika tidak, haruskah saya memperkarakannya, seperti yang dilakukan para pemohon informasi pada UU Cipta Kerja itu?

(Baca juga “Ketika Penyadang Disabilitas Mengakses Informasi Publik”)

Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Mungkin teman-teman ada yang bertanya, informasi apa yang dimaksdukan dalam UU KIP ini. Nah agar makin jelas, yuk, telusuri pengertian-pengertian berikut ini berdasarkan UU KIP nomor 14 tahun 2008.


Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara eletronik maupun non-eletronik.


Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Jika sudah pernah mengunjungi website PPID badan publik, teman-teman akan menemukan kategori informasi seperti pada infografis ini.

(Indonesiabaik.id)

Gunakan Hak Kita
Sebagai warga jaman now, kita ini sungguh beruntung dengan adanyina keterbukaan informasi publik saat ini. Jika dikilas balik ke zaman sebelum reformasi dulu, nyaris nihil hal-hal beginian. Informasi soal kebijakan publik sangat tertutup dan ekslusif. Jangankan untuk mengeritik dana anggaran misalnya, untuk mengetahui bagaimana kinerja para pejabat saja sulit.


Padahal dalam buku-buku pelajaran selalu diulang-ulang bahwa negara ini adalah negara demokrasi yang menjamin hak-hak dasar warganya. Reformasi jadi momentum keterbukaan informasi. Jadi, jangan sampai semangat ini berakhir sia-sia dengan mengabaikan hak untuk tahu.


Di zaman keterbukaan informasi seperti sekarang ini, adalah hak kita untuk ikut andil dalam penyelenggaran pemerintah dan badan publik lainnya. Buka mata dan telinga lebar-lebar. Serap informasi dari badan publik karena itu memang hak kita.

Tak usah sungkan mengakses informasi demi mengembangkan potensi diri. Tak perlu ragu menyampaikan aspirasi. Sampai di sini dulu. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam transparansi!

Minta Informasi ke Badan Publik? Siapa Takut!


Ketika mendengar istilah Keterbukaan Informasi Publik (KIP), apa yang terbayang di benakmu, guys? Kalau saya malah ingatnya Si Bjorka hacker yang sudah bagi-bagi data pribadi pejabat tinggi itu. Juga foto kopi kartu kk yang dijadikan pembungkus lado di pasar-pasar tradisional. Hehe..


Kali ini saya mau cerita pengalaman mengakses informasi publik dari beberapa badan publik di wilayah Sumatra Barat. Tapi sebelumnya kita intip dulu, yuk, informasi tentang UU KIP berikut ini.


Jujur saja, saya cukup asing dengan istilah yang ternyata sudah sering saya manfaatkan ini. Apakah ketidaktahuan saya tentang KIP ini murnia karena kudet (kurang update) saja atau karena sosialisasinya yang belum massif, saya juga kurang paham.

Terlebih baru-baru ini Undang-Undang PDP (Pelindungan Data Pribadi) baru saja disyahkan. Yang jika kedua perundangan ini disandingkan, sekilas kok kesannya bertentangan. Yang satu fokusnya menutup informasi. Satunya lagi malah mengedepankan keterbukaan informasi.


Bagi yang belum tahu nih, guys, keterbukaan informasi sudah ditetapkan jadi Undang-Undang KIP nomor 14 tahun 2008, lho. Perundangan ini bertujuan untuk menjamin kepastian informasi khususnya bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang ada di badan publik. Dan merupakan penegasan dari pasal 28 F UUD 1945 yang menyatakan bahwa, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan dijamin Undang-Undang.


Sekilas semangat keduanya, UU PDP dan UU KIP ini memang nampak berlawanan ya, guys. Tapi ternyata keduanya beririsan, lho. Contoh, data pribadi seperti yang dibagikan hacker Bjorka itu menurut pasal 17 UU KIP termasuk dalam kategori Informasi Yang Dikecualikan. Alias tak boleh dibagikan dan jika terjadi pelanggaran akan ada sanksi yang menjerat pelakunya. Harapan saya, sih, semoga kedua Undang-Undang ini bisa saling mengisi dan menguatkan demi kepentingan rakyat Indonesia.


Undang-Undang KIP menyatakan bahwa kita semua berhak mendapat atau mengajukan permohonan informasi ke badan publik. Karena masyarakat memiliki “hak” untuk tahu dan badan publik “berkewajiban” membagikan informasi sesuai dengan peraturan. Namun, sudahkah semua orang leluasa mengakses informasi dari badan publik? Berikut ini ada beberapa pengalaman saya, guys.

Mengakses Informasi Publik
Beberapa tahun lalu saya punya pengalaman mengakses informasi dari sejumlah badan publik di wilayah Sumatra Barat. Saat itu saya sedang membutuhkan banyak informasi atau data untuk calon buku. Kebetulan temanya seputar kerarifan lokal, mengenai salah satu upacara adat minangkabau.


Sebenarnya saya bisa cukupkan dengan informasi (data) dari perpustakaan saja yang juga merupakan badan publik itu. Namun karena ada permintaan agar informasi yang ada di buku harus valid, sementara upacara tersebut sudah mulai jarang digelar oleh masyarakat dan saya tak bisa meliput langsung, maka mau tak mau saya harus mencari rujukan referensi dari berbagai sumber. Saya harus mendatangi beberapa badan publik yang menyimpan informasi terkait.


Oh ya, tahu tidak, guys? Awalnya saya ragu dan sedikit tak percaya diri mendatangi badan-badan publik ini. Apa iya saya yang bukan siapa-siapa ini bisa mengakses informasi dari sana? Apa untungnya bagi mereka melayani saya?


Singkat cerita, saya pun mengajukan permohonan informasi ke kantor BPNB (Badan Pelestarian Nilai Budaya) Sumatra Barat di kota Padang. Permohonan saya diterima. Di sana saya mendapatkan informasi berupa salinan video (cd), buku, dokumentasi upacara adat, dan juga keterangan (diskusi) terkait tema yang sedang saya garap. Selain itu saya juga berkesempatan melihat-lihat koleksi benda-benda antik yang ada di sana. Sesuatu sekali, guys!


Selanjutnya, saya juga ajukan permohonan informasi ke lembaga adat LKAM di kampung saya, Pariaman. Saya menemui langsung ketuanya yang seorang penghulu adat. Dari beliau saya mendapatkan informasi secara lisan. Tak hanya mendapat informasi seputar tema bahasan saja, beliau juga tak keberatan membagi informasi di luar itu.


Banyak informasi dari beliau yang tidak atau belum pernah saya temukan di buku-buku referensi. Tak hanya sekedar informasi seputar upacara adat dan kandungan filosofi dalam tiap tahapannya saja, beliau juga berbagi informasi seputar sejarah. Seperti awal mula kedatangan nenek moyangnya ke tanah rantau ini, mitos-mitos, ilmu bela diri, filosofii tumbuhan, dan banyak lainnya.


Tentunya tak lupa beliau menyuguhi saya pepatah petitih sebagai bekal mengarungi kehidupan yang menurut beliau makin jauh dari adat istiadat ini. Wahh, mantap betul, guys! Andai badan publik satu ini bisa memanfaatkan teknologi, semacam membuka kanal tanya jawab di websitenya, tentu akan sangat membantu sekali. Warga-warga yang memiliki permasalahan adat bisa bertanya langsung secara efisien dan lembaga adat bisa berperan maksimal dalam kehidupan masyarakat saat ini.


Selanjutnya saya mendatangi rumah ibadah, masjid, yang kebetulan jadi objek riset saya. Oh ya, masjid juga termasuk lembaga publik, lho, guys. Umumnya masjid yang didanai oleh pemerintah atau pun dari sumbangan masyarakat memiliki informasi publik yang bisa diketahui oleh siapa saja.


Contohnya, informasi penggunanaan dana atau laporan pembangunan masjid yang dipajang di dinding masjid. Informasi seperti ini tergolong ke dalam kategori informasi yang Tersedia Secara Berkala. Mengenai jenis-jenis informasi ini akan saya jelaskan nanti, ya.


Nah, saat itu saya membutuhkan informasi seputar sejarah berdirinya masjid tersebut. Lalu saya temuilah pengurus masjid yang saat itu, syukurnya bersedia meluangkan waktunya. Saya diajak keliling masjid sambil menjelaskan informasi-informasi seputar masjid. Pengurus masjid juga tak keberatan memperlihatkan dokumentasi, koleksi foto dari tahun ke tahun kepada saya beserta data terkait lainnya.


Informasi yang tadinya saya rasa sudah lebih dari cukup, ternyata masih ada yang kurang. Salah seorang teman yang saya curhati menyarankan agar datang ke Balaikota saja. Lho, apa bisa? Tanya saya meragukan. Memangnya mereka mau melayani saya? Terlebih yang saya butuhkan itu informasi berupa dokumentasi yang tentu saja akan membuat repot pegawai di sana.


Lalu, saya coba-cobalah datang ke Balaikota Pariaman. Nothing to lose saja, guys. Dikasih syukur tak diberi akses juga tak apa-apa. Langsung saya utarakan niat ingin mendapatkan informasi berupa dokumentasi. Lantas saya diarahkan ke ruang tertentu dan diizinkan mengutak-atik salah satu komputer mereka. Huff! Saya pikir bakalan diusir, lho!


Soalnya saya berkali-kali bertanya dan minta bantuan ini itu pada pegawai di sana. Saya merasa tak enak hati sudah mengambil sekian jam dari waktu kerja mereka. Tapi apa daya, saya butuh sekali informasi itu dan ternyata memang ada tersedia.


Kala itu saya belum tahu menahu bahwa saya berhak memperoleh informasi dari badan publik. Termasuk menyalin dokumentasi. Belum kenal yang namanya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ini. Jadi wajarlah ya saya diliputi perasaan sungkan. Hehe..

(Baca juga “Tak Selalu Berhasil (Sebuah pengalaman Mengakses Informasi Publik )


Nah, sudah tahu belum, guys? Setiap badan publik dituntut untuk terbuka dan menyediakan pejabat PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). PPID bertanggung jawab memberikan pelayanan informasi yang meliputi proses penyimpanan, pengdukumentasian, dan penyediaan pelayanan serta pengumuman informasi publik pada tiap badan publik.


PPID merupakan unit yang dibentuk sebagai lembaga yang bertugas memberikan pelayanan informasi yang berkedudukan di setiap Badan Publik. Bisa diakses secara langsung atau via online melalui website instansi bersangkutan. Pemohon informasi bisa mengajukan permohonan informasi pada kolom yang disediakan. Gratis, tak dipungut biaya.


Oh ya, guys, PPID pemkot Pariaman ini mendapatkan predikat “Informatif” di tahun 2020 lalu, lho. Mereka memiliki motto, Kami Melayani Anda dengan T a b u i k (Transparan, Akuntabel, Berbudaya, Unggul, Inovatif, Kualitatif). Harapan saya, sih, semoga mereka tetap bisa mempertahankan predikatnya dan selalu terbuka melayani masyarakat khususnya warga Pariaman setiap saat, tampa pandang bulu.

(Tangkapan layar PPID PT. PLN Persero)

Sejarah dan Tujuan UU KIP
Tahukah, guys? Hari Hak untuk Tahu Internasional diperingati setiap tahunnya oleh negara-negara penganut sistim demokrasi, salah satunya Indonesia. Pertama kali digelar di Sofia, Bulgaria pada tahun 2002. Di Indonesia sendiri mulai diperingati sejak tahun 2011.

(sumber: Indonesiabaik.id)

Hari Hak untuk Tahu diperingati setiap tanggal 28 September dengan harapan menjadi hari di mana masyarakat dan pemerintah dari seluruh dunia dapat mendukung dan mempromosikan masyarakat yang demokratis, terbuka dengan pemberdayaan warga dan berpartisipasi penuh dalam pemerintah.


Selain sebagai amanat UUD 1945, perundangan KIP juga memiliki beberapa tujuan, guys. Seperti, mendorong partisipasi masyarakat, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggung jawabkan.


Diharapkan dengan adanya perundangan KIP ini potensi penyelewengan wewenang oleh pejabat publik dapat diminimalisir. Serta meningkatkan mutu perumusan kebijakan badan publik, meningkatkan efisiensi, serta berkontribusi dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).


Selain itu, dengan adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta adanya kepastian layanan publik ini, kepercayaan masyarakat terhadap badan publik juga akan meningkat.

Informasi Publik
Seperti janji saya di atas, berikut ini saya sertakan infografis pengertian beberapa istilah mengenai Informasi ini berdasarkan UU KIP nomor 14 tahun 2008.

(kombinasi.net)

Undang-Undang KIP juga mengatur jenis-jenis informasi ke dalam beberapa kategori dan semuanya harus disediakan oleh setiap badan publik. Seperti:


Informasi yang Tersedia Secara Berkala. Contohnya, prosedur kerja pegawai badan publik, informasi tentang rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, dan lain sebagainya.


Informasi Serta Merta. Contohnya seperti, badan publik mengumumkan secara serta-merta sesuatu informasi yang dapat mengancam hajad hidup orang banyak dan ketertiban umum.


Informasi Tersedia Setiap Saat. Contohnya seperti, daftar informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya. Rencana proyek termasuk perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, dan lain sebagainya.


Informasi Yang Dikecualikan. Setiap lembaga atau badan publik wajib membuka akses informasi bagi Pemohon Informasi. Namun tidak bagi informasi yang dikecualikan. Seperti, informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi dapat menghambat proses penegakan hukum. Informasi yang apabila diberikan dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara, dan lain sebagainya.

Evaluasi dan Sanksi
Sebagai bahan evaluasi bagi badan publik, KIP Pusat ikut melakukan monitoring dan evaluasi dengan menentapkan skala penilaian/predikat sebagai berikut:
Informatif (nilai 90-100). Munuju Informatif (nilai 80-90). Cukup Informatif (nilai 60-79,9). Kurang Informatif (nilai 40-59,9). Tidak Informatif (nilai 0-39,9).


Semoga dengan penilaian-penilain ini badan publik benar-benar melaksanakan amanat konstitusi. Tak hanya dijadikan predikat “pajangan” dan pemanis saja. Informasi yang dihadirkan benar-benar sampai dan tak sekedar formalitas pelepas kewajiban semata.


Lantas bagaimana jika terjadi pelanggaran terhadap perundangan ini, semisal ada pihak yang melanggar atau menutup-nutupi informasi? Tenang, guys! Akan ada sanksi bagi lembaga publik yang sengaja tidak menyediakan akses informasi.

(Baca juga “Ketika Penyandang Disabilitas Mengakses Informasi Publik” )

Saran Saya untuk Badan Publik
Mengingat belum meratanya sebaran informasi tentang KIP ini, tak ada salahnya tiap badan publik melakukan aksi jemput bola. Benahi website-website badan publik yang selama ini terkesan berkomunikasi satu arah saja itu agar lebih mudah diakses dan cepat tanggap.


Saya teringat tiapkali terjadi gempa bumi di daerah kita ini. Hal pertama yang saya lakukan setelah menyelamatkan diri ialah mengecek media sosial BMKG. Setelah tahu pusat dan kekuatan gempa, saya bisa memutuskan langkah apa yang harus diambil kemudian. Saya yang warga pinggir laut ini jadi tak mudah termakan informasi hoax yang menyatakan akan terjadi tsunami. Sebab saya sudah mengantongi informasi yang valid dari lembaga terkait.


Hal yang sama bisa jadi contoh bagi badan publik lainnya, dengan memanfaatkan media sosial lebih maksimal. Sejauh pengamatan saya, banyak sekali akun medsos badan publik yang sunyi sepi dari informasi. Padahal akun medsos badan publik adalah salah satu laman yang dicari-cari ketika membutuhkan suatu informasi dari badan publik.


Kenapa harus akun medsos? Karena medsos dianggap lebih dekat, membumi, lebih hidup ketimbang komunikasi lewat website. Jadikan saluran-saluran informasi ini lebih humanis, bersahabat, melayani tak sekedar formalitas. Tidak berjarak seperti hamba dan tuannya, tapi sejajar, setara karena negara kita adalah negara demokrasi dan hak untuk tahu adalah hak asasi manusia.


Nah, sampai di sini dulu. Semoga bermanfaat. Dan, jangan sungkan mengakses informasi publik, ya, guys! Kita berhak dan badan publik berkewajiban membagikannya. Salam transparansi!