Tak Selalu Berhasil (Sebuah Pengalaman Mengakses Informasi Publik)

“Information is power, safety, and happiness. Ignorance is weakness.”
(Thomas Jefferson)


Selamat Hari Hak untuk Tahu Sedunia! Hari Hak untuk Tahu Sedunia atau Right to Know Day baru saja digelar pada tanggal 28 Septermber lalu. Di Indonesia peringatan tahun ini diberi tagline “Akes Informasi Tanpa Keterbatasan.”


Peringatan ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa mereka memiliki hak dan kebebasan untuk mendapat informasi publik. Seperti petikan yang disampaikan Thomas Jefferson di atas, informasi (pengetahuan) adalah kekuatan, keamanan, dan kebahagiaan. Sebaliknya, pengabaian adalah sebuah kelemahan.

Sejarah peringatan Hari Hak untuk Tahu ini bermula dari deklarasi OPG (Open Government Partnership) yang digelar di kota Sofia, Bulgaria pada tanggal 28 September 2002. Dan Indonesia merupakan salah satu dari 8 negara yang menginisiasi OGP ini.


Hari Hak untuk Tahu juga diperingati oleh 40 negara lainnya di dunia. Negara-negara tersebut mengakui bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mengakses informasi publik dan terlibat dalam pembentukan kebijakan publik.


Beberapa negara memiliki judul UU informasi berbeda-beda tergantung situasi negaranya. Seperti The Freedom of information Act di Inggris. Law Concerning Access to Information Held di jepang. Dan Indonesia menamainya Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang dijadikan UU nomor 14 tahun 2008.


UU KIP ini memiliki tujuan untuk menjamin kepastian informasi khususnya bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang ada di badan publik. Jadi teman-teman, jangan takut untuk kepo akan informasi apa pun dari badan publik, ya.

(Baca juga “Minta Informasi Publik? Siapa Takut!”)

Pengalaman Mengakses Informasi Publik
Tagline “Akses Informasi tanpa Keterbatan” di atas senapas dengan amanat UUD 1945 pasal 28 F. Bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


Artinya, hak memperoleh informasi adalah hak azazi setiap orang yang dilindungi undang-undang. Dan juga merupakan salah satu ciri negara demokrasi.


Ruang lingkup hak atas informasi ini meliputi, hak untuk tahu. Hak untuk menghadiri pertemuan publik. Hak untuk mendapatkan salinan informasi. Hak untuk diinformasikan tanpa harus ada permintaan. Dan hak untuk menyebarluaskan informasi.


Ngomong-ngomong soal hak atas informasi ini, saya mempunyai beberapa pengalaman mengakses informasi dari badan publik. Ada sebagian yang berhasil, dan ada juga yang tidak. Seperti pengalaman saya yang satu ini.


Oh ya, teman-teman, sebelum saya ceritakan pengalaman memperoleh informasi, ada kisah dari badan publik satu ini yang bisa menambah pemahaman kita tentang KIP. Ketidak terbukaan akan informasi publik nyatanya masih dilakukan oleh badan legislatif selaku institusi perancang undang-undang.


Soal UU Cipta Kerja yang heboh-heboh beberapa waktu lalu. Sejak awal UU ini terkesan dibuat tertutup dari publik. Padahal azas pembentukan UU mengharuskan adanya keterbukaan informasi dalam pembentukan UU.


Mulai dari perencanaan, penyusunan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Akibatnya, UU ini menuai pro-kontra hingga diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam laporannya, para pemohon menyebutkan bahwa penyusunan UU Cipta Kerja kurang menerapkan keterbukaan informasi kepada publik. Menjadikan RUU nomor 11 tahun 2020 ini sebagai dokumen rahasia yang harus dijauhkan dari jangkauan publik.


Masalah keterbukaan informasi inilah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan MK mengambil keputusan. Walhasil, MK menyatakan status UU tersebut inkonstisional. DPR dan Presiden selaku pembentuk UU diberi waktu dua tahun untuk mengoreksinya.

Jika melewati tenggat yang diberikan maka status inskontitusional yang telah ditetapkan MK akan berubah jadi permanen. Hal ini menjadi bukti betapa pentingnya keterbukaan informasi publik pada sebuah badan publik di zaman sekarang.

(Prosedur sengketa informasi publik)


Nah, teman-teman, suatu pagi saya mengajukan permohonan ke satu badan publik. Sebelum datang ke kantor bersangkutan, sebenarnya saya sudah pernah mengajukan permohonan lewat aplikasi mereka. Lalu admin menyarankan untuk datang langsung ke kantor terdekat saja. Lalu saya datangi ke kantor terdekat.

Oh ya, sudah tahu dong ya cara mengakses informasi via online? Kalau belum, teman-teman tinggal buka website badan publik terkait lalu cari kolom KIP atau PPID. Lalu pilih kolom permohonan informasi. Silakan mengakses informasi yang tersesdia atau mengajukan permohonan informasi di kolom permohonan.

Kebetulan badan publik yang saya akses ini memiliki aplikasi yang memang disediakan untuk mempermudah pelayanan. Mekanismenya hampir sama kok dengan website PPID lainnya.

(Contoh tangkapan layar permohonan informasi)

Sesampai di sana, seperti kantor pelayanan pada umumnya, saya harus mengantri. Lalu giliran saya pun tiba, nomor antrian saya dipanggil. Saya maju ke meja satpam yang jadi pintu pertamanya.

Saya menjelaskan maksud kedatangan saya, ingin mendapatkan rekapan tagihan setahun terakhir untuk keperluan pendidikan adik saya. Tepatnya untuk reimboose beasiswa githulah. Lumayanlah ya kalau berhasil. Apalagi di zaman serba mahal seperti sekarang. hehe..


Saya paham keperluan saya ini agak beda dari keperluan pemohon lain yang juga mengantri saat itu. Jadi saya hanya bawa kartu yang saya pikir sudah mencakup semua data diri.

Bukan surat pengantar dari sana sini seperti yang lain. Saya juga berbikir informasi yang saya minta ini juga akan cepat diproses. Kupu-kupu sampai berterbangan di kepala saya saking optimisnya.


Namun ketika di meja pertama saya malah disarankan pulang dulu untuk jemput foto kopi kartu keluarga. Saya coba tawarkan kartu keluarga yang saya simpan dalam bentuk softcopy dalam Hp. Namun ditolak. Karena lumayan jauh dari rumah, saya bernisiatif mencetaknya saja di rental terdekat.


Setelah selesai cetak, saya pun kembali datangi meja pertama itu. Perkiraan saya mungkin mereka hanya butuh nomor KK dan nama saja. Namun sesampainya di meja pertama, lagi-lagi petugas itu meminta saya pulang dan membawakan foto kopi kartu kerluaga yang lebih jelas dan bersih dengan alasan agar mudah dibaca mesin, entah mesin apa. Kebetulan hasil cetaknya memang sedikit buram. Lalu pulanglah saya.


Saya kembali ke meja pertama dan memperlihatkan foto kopi kartu keluarga yang jauh lebih bersih dan jelas itu. Tak cuma selembar, tapi banyak, hihi.. Saya juga bawa foto kopi KTP buat jaga-jaga walau konon katanya sekarang sudah zaman digital dan seharusnya tak perlu lagi foto kopian begitu.


Saya lalu diberi nomor antrian baru. Tak lama nomor saya dipanggil dan saya pun maju sambil mengutarakan maksud kedatangan ke petugas. Dan tahukah, foto kopi yang diminta sampai harus bolak-balik itu hanya dibaca manual oleh petugas.


Jika tak salah lihat, tak ada mesin pemindai di meja petugas itu. Lalu apa pentingnya kertas foto kopi kk di zaman serba digital ini, yang cukup diwakili kartu identitas saja itu? Paperless, dong, ah!


Setelah selesai mengutarakan permohonan informasi tersebut, petugas menjawab bahwa mereka tak bisa mengabulkan permohonan saya. Saya sudah coba nego tipis-tipis, tapi tetap saja tak berhasil. Lalu pulanglah saya dengan tangan kosong, dengan bahu sedikit lunglai tentunya.


Tak puas, saya pun berinisiatif mengajukan permohonan informasi via aplikasi sekali lagi. Singkat dan to the point saja. Tak lama permohonan itu pun dijawab oleh admin. Dan hasilnya, tetap tak dikabulkan, dong! Entah atas alasan apa.

(Contoh tangkapan layar permohonan informasi)

Sebenarnya saya masih ingin mengupayakan untuk memperoleh informasi itu. Saya juga penasaran apa alasan mereka tak mengabulkan permintaan saya. Ketika saya tanyakan pada petugas di kantor bersangkutan saat itu, jawabannya hanya tidak bisa saja.


Nah, pertanyaan saya, apakah permohonan saya ini termasuk salah satu informasi dikecualikan? Jika memang iya, saya tentu akan legowo menerimanya. Mungkin memang belum rezeki saja. Nah, jika tidak, haruskah saya memperkarakannya, seperti yang dilakukan para pemohon informasi pada UU Cipta Kerja itu?

(Baca juga “Ketika Penyadang Disabilitas Mengakses Informasi Publik”)

Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Mungkin teman-teman ada yang bertanya, informasi apa yang dimaksdukan dalam UU KIP ini. Nah agar makin jelas, yuk, telusuri pengertian-pengertian berikut ini berdasarkan UU KIP nomor 14 tahun 2008.


Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara eletronik maupun non-eletronik.


Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Jika sudah pernah mengunjungi website PPID badan publik, teman-teman akan menemukan kategori informasi seperti pada infografis ini.

(Indonesiabaik.id)

Gunakan Hak Kita
Sebagai warga jaman now, kita ini sungguh beruntung dengan adanyina keterbukaan informasi publik saat ini. Jika dikilas balik ke zaman sebelum reformasi dulu, nyaris nihil hal-hal beginian. Informasi soal kebijakan publik sangat tertutup dan ekslusif. Jangankan untuk mengeritik dana anggaran misalnya, untuk mengetahui bagaimana kinerja para pejabat saja sulit.


Padahal dalam buku-buku pelajaran selalu diulang-ulang bahwa negara ini adalah negara demokrasi yang menjamin hak-hak dasar warganya. Reformasi jadi momentum keterbukaan informasi. Jadi, jangan sampai semangat ini berakhir sia-sia dengan mengabaikan hak untuk tahu.


Di zaman keterbukaan informasi seperti sekarang ini, adalah hak kita untuk ikut andil dalam penyelenggaran pemerintah dan badan publik lainnya. Buka mata dan telinga lebar-lebar. Serap informasi dari badan publik karena itu memang hak kita.

Tak usah sungkan mengakses informasi demi mengembangkan potensi diri. Tak perlu ragu menyampaikan aspirasi. Sampai di sini dulu. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam transparansi!

Tinggalkan komentar