Minta Informasi ke Badan Publik? Siapa Takut!


Ketika mendengar istilah Keterbukaan Informasi Publik (KIP), apa yang terbayang di benakmu, guys? Kalau saya malah ingatnya Si Bjorka hacker yang sudah bagi-bagi data pribadi pejabat tinggi itu. Juga foto kopi kartu kk yang dijadikan pembungkus lado di pasar-pasar tradisional. Hehe..


Kali ini saya mau cerita pengalaman mengakses informasi publik dari beberapa badan publik di wilayah Sumatra Barat. Tapi sebelumnya kita intip dulu, yuk, informasi tentang UU KIP berikut ini.


Jujur saja, saya cukup asing dengan istilah yang ternyata sudah sering saya manfaatkan ini. Apakah ketidaktahuan saya tentang KIP ini murnia karena kudet (kurang update) saja atau karena sosialisasinya yang belum massif, saya juga kurang paham.

Terlebih baru-baru ini Undang-Undang PDP (Pelindungan Data Pribadi) baru saja disyahkan. Yang jika kedua perundangan ini disandingkan, sekilas kok kesannya bertentangan. Yang satu fokusnya menutup informasi. Satunya lagi malah mengedepankan keterbukaan informasi.


Bagi yang belum tahu nih, guys, keterbukaan informasi sudah ditetapkan jadi Undang-Undang KIP nomor 14 tahun 2008, lho. Perundangan ini bertujuan untuk menjamin kepastian informasi khususnya bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang ada di badan publik. Dan merupakan penegasan dari pasal 28 F UUD 1945 yang menyatakan bahwa, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan dijamin Undang-Undang.


Sekilas semangat keduanya, UU PDP dan UU KIP ini memang nampak berlawanan ya, guys. Tapi ternyata keduanya beririsan, lho. Contoh, data pribadi seperti yang dibagikan hacker Bjorka itu menurut pasal 17 UU KIP termasuk dalam kategori Informasi Yang Dikecualikan. Alias tak boleh dibagikan dan jika terjadi pelanggaran akan ada sanksi yang menjerat pelakunya. Harapan saya, sih, semoga kedua Undang-Undang ini bisa saling mengisi dan menguatkan demi kepentingan rakyat Indonesia.


Undang-Undang KIP menyatakan bahwa kita semua berhak mendapat atau mengajukan permohonan informasi ke badan publik. Karena masyarakat memiliki “hak” untuk tahu dan badan publik “berkewajiban” membagikan informasi sesuai dengan peraturan. Namun, sudahkah semua orang leluasa mengakses informasi dari badan publik? Berikut ini ada beberapa pengalaman saya, guys.

Mengakses Informasi Publik
Beberapa tahun lalu saya punya pengalaman mengakses informasi dari sejumlah badan publik di wilayah Sumatra Barat. Saat itu saya sedang membutuhkan banyak informasi atau data untuk calon buku. Kebetulan temanya seputar kerarifan lokal, mengenai salah satu upacara adat minangkabau.


Sebenarnya saya bisa cukupkan dengan informasi (data) dari perpustakaan saja yang juga merupakan badan publik itu. Namun karena ada permintaan agar informasi yang ada di buku harus valid, sementara upacara tersebut sudah mulai jarang digelar oleh masyarakat dan saya tak bisa meliput langsung, maka mau tak mau saya harus mencari rujukan referensi dari berbagai sumber. Saya harus mendatangi beberapa badan publik yang menyimpan informasi terkait.


Oh ya, tahu tidak, guys? Awalnya saya ragu dan sedikit tak percaya diri mendatangi badan-badan publik ini. Apa iya saya yang bukan siapa-siapa ini bisa mengakses informasi dari sana? Apa untungnya bagi mereka melayani saya?


Singkat cerita, saya pun mengajukan permohonan informasi ke kantor BPNB (Badan Pelestarian Nilai Budaya) Sumatra Barat di kota Padang. Permohonan saya diterima. Di sana saya mendapatkan informasi berupa salinan video (cd), buku, dokumentasi upacara adat, dan juga keterangan (diskusi) terkait tema yang sedang saya garap. Selain itu saya juga berkesempatan melihat-lihat koleksi benda-benda antik yang ada di sana. Sesuatu sekali, guys!


Selanjutnya, saya juga ajukan permohonan informasi ke lembaga adat LKAM di kampung saya, Pariaman. Saya menemui langsung ketuanya yang seorang penghulu adat. Dari beliau saya mendapatkan informasi secara lisan. Tak hanya mendapat informasi seputar tema bahasan saja, beliau juga tak keberatan membagi informasi di luar itu.


Banyak informasi dari beliau yang tidak atau belum pernah saya temukan di buku-buku referensi. Tak hanya sekedar informasi seputar upacara adat dan kandungan filosofi dalam tiap tahapannya saja, beliau juga berbagi informasi seputar sejarah. Seperti awal mula kedatangan nenek moyangnya ke tanah rantau ini, mitos-mitos, ilmu bela diri, filosofii tumbuhan, dan banyak lainnya.


Tentunya tak lupa beliau menyuguhi saya pepatah petitih sebagai bekal mengarungi kehidupan yang menurut beliau makin jauh dari adat istiadat ini. Wahh, mantap betul, guys! Andai badan publik satu ini bisa memanfaatkan teknologi, semacam membuka kanal tanya jawab di websitenya, tentu akan sangat membantu sekali. Warga-warga yang memiliki permasalahan adat bisa bertanya langsung secara efisien dan lembaga adat bisa berperan maksimal dalam kehidupan masyarakat saat ini.


Selanjutnya saya mendatangi rumah ibadah, masjid, yang kebetulan jadi objek riset saya. Oh ya, masjid juga termasuk lembaga publik, lho, guys. Umumnya masjid yang didanai oleh pemerintah atau pun dari sumbangan masyarakat memiliki informasi publik yang bisa diketahui oleh siapa saja.


Contohnya, informasi penggunanaan dana atau laporan pembangunan masjid yang dipajang di dinding masjid. Informasi seperti ini tergolong ke dalam kategori informasi yang Tersedia Secara Berkala. Mengenai jenis-jenis informasi ini akan saya jelaskan nanti, ya.


Nah, saat itu saya membutuhkan informasi seputar sejarah berdirinya masjid tersebut. Lalu saya temuilah pengurus masjid yang saat itu, syukurnya bersedia meluangkan waktunya. Saya diajak keliling masjid sambil menjelaskan informasi-informasi seputar masjid. Pengurus masjid juga tak keberatan memperlihatkan dokumentasi, koleksi foto dari tahun ke tahun kepada saya beserta data terkait lainnya.


Informasi yang tadinya saya rasa sudah lebih dari cukup, ternyata masih ada yang kurang. Salah seorang teman yang saya curhati menyarankan agar datang ke Balaikota saja. Lho, apa bisa? Tanya saya meragukan. Memangnya mereka mau melayani saya? Terlebih yang saya butuhkan itu informasi berupa dokumentasi yang tentu saja akan membuat repot pegawai di sana.


Lalu, saya coba-cobalah datang ke Balaikota Pariaman. Nothing to lose saja, guys. Dikasih syukur tak diberi akses juga tak apa-apa. Langsung saya utarakan niat ingin mendapatkan informasi berupa dokumentasi. Lantas saya diarahkan ke ruang tertentu dan diizinkan mengutak-atik salah satu komputer mereka. Huff! Saya pikir bakalan diusir, lho!


Soalnya saya berkali-kali bertanya dan minta bantuan ini itu pada pegawai di sana. Saya merasa tak enak hati sudah mengambil sekian jam dari waktu kerja mereka. Tapi apa daya, saya butuh sekali informasi itu dan ternyata memang ada tersedia.


Kala itu saya belum tahu menahu bahwa saya berhak memperoleh informasi dari badan publik. Termasuk menyalin dokumentasi. Belum kenal yang namanya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ini. Jadi wajarlah ya saya diliputi perasaan sungkan. Hehe..

(Baca juga “Tak Selalu Berhasil (Sebuah pengalaman Mengakses Informasi Publik )


Nah, sudah tahu belum, guys? Setiap badan publik dituntut untuk terbuka dan menyediakan pejabat PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). PPID bertanggung jawab memberikan pelayanan informasi yang meliputi proses penyimpanan, pengdukumentasian, dan penyediaan pelayanan serta pengumuman informasi publik pada tiap badan publik.


PPID merupakan unit yang dibentuk sebagai lembaga yang bertugas memberikan pelayanan informasi yang berkedudukan di setiap Badan Publik. Bisa diakses secara langsung atau via online melalui website instansi bersangkutan. Pemohon informasi bisa mengajukan permohonan informasi pada kolom yang disediakan. Gratis, tak dipungut biaya.


Oh ya, guys, PPID pemkot Pariaman ini mendapatkan predikat “Informatif” di tahun 2020 lalu, lho. Mereka memiliki motto, Kami Melayani Anda dengan T a b u i k (Transparan, Akuntabel, Berbudaya, Unggul, Inovatif, Kualitatif). Harapan saya, sih, semoga mereka tetap bisa mempertahankan predikatnya dan selalu terbuka melayani masyarakat khususnya warga Pariaman setiap saat, tampa pandang bulu.

(Tangkapan layar PPID PT. PLN Persero)

Sejarah dan Tujuan UU KIP
Tahukah, guys? Hari Hak untuk Tahu Internasional diperingati setiap tahunnya oleh negara-negara penganut sistim demokrasi, salah satunya Indonesia. Pertama kali digelar di Sofia, Bulgaria pada tahun 2002. Di Indonesia sendiri mulai diperingati sejak tahun 2011.

(sumber: Indonesiabaik.id)

Hari Hak untuk Tahu diperingati setiap tanggal 28 September dengan harapan menjadi hari di mana masyarakat dan pemerintah dari seluruh dunia dapat mendukung dan mempromosikan masyarakat yang demokratis, terbuka dengan pemberdayaan warga dan berpartisipasi penuh dalam pemerintah.


Selain sebagai amanat UUD 1945, perundangan KIP juga memiliki beberapa tujuan, guys. Seperti, mendorong partisipasi masyarakat, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggung jawabkan.


Diharapkan dengan adanya perundangan KIP ini potensi penyelewengan wewenang oleh pejabat publik dapat diminimalisir. Serta meningkatkan mutu perumusan kebijakan badan publik, meningkatkan efisiensi, serta berkontribusi dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).


Selain itu, dengan adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta adanya kepastian layanan publik ini, kepercayaan masyarakat terhadap badan publik juga akan meningkat.

Informasi Publik
Seperti janji saya di atas, berikut ini saya sertakan infografis pengertian beberapa istilah mengenai Informasi ini berdasarkan UU KIP nomor 14 tahun 2008.

(kombinasi.net)

Undang-Undang KIP juga mengatur jenis-jenis informasi ke dalam beberapa kategori dan semuanya harus disediakan oleh setiap badan publik. Seperti:


Informasi yang Tersedia Secara Berkala. Contohnya, prosedur kerja pegawai badan publik, informasi tentang rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, dan lain sebagainya.


Informasi Serta Merta. Contohnya seperti, badan publik mengumumkan secara serta-merta sesuatu informasi yang dapat mengancam hajad hidup orang banyak dan ketertiban umum.


Informasi Tersedia Setiap Saat. Contohnya seperti, daftar informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya. Rencana proyek termasuk perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, dan lain sebagainya.


Informasi Yang Dikecualikan. Setiap lembaga atau badan publik wajib membuka akses informasi bagi Pemohon Informasi. Namun tidak bagi informasi yang dikecualikan. Seperti, informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi dapat menghambat proses penegakan hukum. Informasi yang apabila diberikan dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara, dan lain sebagainya.

Evaluasi dan Sanksi
Sebagai bahan evaluasi bagi badan publik, KIP Pusat ikut melakukan monitoring dan evaluasi dengan menentapkan skala penilaian/predikat sebagai berikut:
Informatif (nilai 90-100). Munuju Informatif (nilai 80-90). Cukup Informatif (nilai 60-79,9). Kurang Informatif (nilai 40-59,9). Tidak Informatif (nilai 0-39,9).


Semoga dengan penilaian-penilain ini badan publik benar-benar melaksanakan amanat konstitusi. Tak hanya dijadikan predikat “pajangan” dan pemanis saja. Informasi yang dihadirkan benar-benar sampai dan tak sekedar formalitas pelepas kewajiban semata.


Lantas bagaimana jika terjadi pelanggaran terhadap perundangan ini, semisal ada pihak yang melanggar atau menutup-nutupi informasi? Tenang, guys! Akan ada sanksi bagi lembaga publik yang sengaja tidak menyediakan akses informasi.

(Baca juga “Ketika Penyandang Disabilitas Mengakses Informasi Publik” )

Saran Saya untuk Badan Publik
Mengingat belum meratanya sebaran informasi tentang KIP ini, tak ada salahnya tiap badan publik melakukan aksi jemput bola. Benahi website-website badan publik yang selama ini terkesan berkomunikasi satu arah saja itu agar lebih mudah diakses dan cepat tanggap.


Saya teringat tiapkali terjadi gempa bumi di daerah kita ini. Hal pertama yang saya lakukan setelah menyelamatkan diri ialah mengecek media sosial BMKG. Setelah tahu pusat dan kekuatan gempa, saya bisa memutuskan langkah apa yang harus diambil kemudian. Saya yang warga pinggir laut ini jadi tak mudah termakan informasi hoax yang menyatakan akan terjadi tsunami. Sebab saya sudah mengantongi informasi yang valid dari lembaga terkait.


Hal yang sama bisa jadi contoh bagi badan publik lainnya, dengan memanfaatkan media sosial lebih maksimal. Sejauh pengamatan saya, banyak sekali akun medsos badan publik yang sunyi sepi dari informasi. Padahal akun medsos badan publik adalah salah satu laman yang dicari-cari ketika membutuhkan suatu informasi dari badan publik.


Kenapa harus akun medsos? Karena medsos dianggap lebih dekat, membumi, lebih hidup ketimbang komunikasi lewat website. Jadikan saluran-saluran informasi ini lebih humanis, bersahabat, melayani tak sekedar formalitas. Tidak berjarak seperti hamba dan tuannya, tapi sejajar, setara karena negara kita adalah negara demokrasi dan hak untuk tahu adalah hak asasi manusia.


Nah, sampai di sini dulu. Semoga bermanfaat. Dan, jangan sungkan mengakses informasi publik, ya, guys! Kita berhak dan badan publik berkewajiban membagikannya. Salam transparansi!

Tinggalkan komentar