Drama Sayembara

Pagi di bulan November yang basah ini saya coba kembali cuap cuap di blog ini. Eaaa!


Oia, mau cerita dikit nih. Jadi dua hari lalu ada kabar baik dari Kantor Balai Bahasa Sumbar. Setelah tahun lalu Balai absen ngadain sayembara menulis, tahun ini diadakan lagi. Horey !Temanya, menjaga kesehatan selama masa wabah covid19 di daerahmu. Dengan anjuran ada unsur lokalitasnya.


Awalnya senang akhirnya Balai Bahasa sini ngadain lomba menulis lagi. Tapi ketika baca temanya, wah, berat juga kalau nulisnya buat anak SD. Apalagi harus nyisipin info seputar pandemi. Ragu lagi, dong.

Waktu kian berjalan mendekati deadline. Lalu sebuah lampu Aha! menyala di kepala saya (kebiasaan deh!). Saya memutuskan ikutan aja. Toh ini kesempatan, kenapa dibuang buang, ntar nyesel. Ya, kan?

Berbekal pengetahun mengenai kesehatan selama pandemi ini, saya coba cobalah cari tokoh karakter anak yang ngeklik. Dapat satu. Trus cari premis. Dan mengalirlah sebuah cerita. Selesai satu naskah, saya yang maruk ini mau kirim dua. Maksimal boleh kirim dua naskah.

Lalu bikinlah satu lagi. Dapat karakter tokoh yang mayan unik menurut saya. Bikin premis dan outline kasar di kepala. Trus, karena ada penekanan harus ada unsur lokalitasnya, jadilah saya kaitkan dengan festival tabuik. Secara festival tabuik identik dengan kerumunan orang. Cocoklah ya dengan tema pandemi. Si tokoh anak yang rada aneh itu saya kasih PR besar. Berkali kali berjuang jatuh bangun menyelesaikan PR-nya itu.

Dan akhirnya kedua naskah pun selesai. Kali ini saya nulis bukan di level “antusias”. Jujurly, selama pandemi semangat nulis saya ikut anjlok, parah. Gak tahu kenapa, kayak ada kelesuan gitu. Entahlah.

Tugas belum selesai. Saya haru pikirin lagi gambar ilustrasinya. Memang gak ada dicantumin gambar jadi faktor penentuan nilai. Tapi ada penekanan sebaiknya tiap peralihan bab atau scene ada gambar ilustrasinya. Nah, berati memang harus ada gambar ilustrasi, dong. Dan saya mendadak pusing lagi hiks.


Paling enggak saya harus kasih gambar empatlah ntuk satu naskah. Mau pesan ke ilustrator kok ya berat (bayarnya). Taulah, ya, pandemi bikin saku kupak haha..

Allah menolong saya. Ia arahkan tangan ini ke folder lama. Eh ada ilustrasi gak kepake. Dulu yang bikinin Ana F. Eh ada yang cocok beberapa. Ya udah saya pakai masing masing dua. Trus entah dapat ilham dari mana, tangan saya nyasar ke memo (catatan) di Hp. Saya yakin tiap Hp jaman now pasti punya memo buat nyatat itu.

Nah, saya nyasarnya ke bagian coretan. Ya Allah, saya benar benar takjub dengan pertolongan Allah SWT. Baru tahu di Hp ada bagian coret coretannya. Pakai palet warna pula. Ada macam-macam jenis penanya juga. Di sana saya coba orat oret. Bikin gambar anak kecil. Eh kok bisa. Trus ketagihan, sampai lupain naskah. Beneran lupa lho saking antusiasnya. Beberapa hari itu saya gak pegang naskah sama sekali. Padahal harus diedit lagi.

Singkat cerita, saya coba bikin gambar yang cocok buat naskah. Ya Allah, kok bisa (walau amatiran sangat). Maafkeun! Saya malu kalau ada ilustrator yang lihat. Tapi ya gitu, saya nekad aja maju! ((tutup muka))

Dan ada satu hal yang bikin saya mewek. Ini akan jadi sejarah lucu buat saya. Ceilaa hihi.. Saya menggambar gak pakai penstick seperti yang biasa dipakai para ilustrator. Saya melukisnya pakai jari. (mewek kalo ingat ini). Dan gak pakai aplikasi juga. Pernah cobain pas selesai semua, tapi gak bisa karena gak ada penstick itu hiks..


Iya, beneran pakai jari telunjuk aja. Sampai ujung jari saya kempot. Gambar hapus gambar hapus karena susah sekali bikin detil. Saat itu saya kayak orang lupa waktu, dan beneran lupa segala hal saking asyiknya. Pantesan para pelukis itu bisa bertahan di kanvas berjam-jam berhari-hari, bahkan bulanan, yak?

Di titik ini saya merasakan sekali bantuan Allah. Mungkin cerita ini terkesan lebay sekali, dan emang lebay sih ya haha. Tapi memang begitu kenyataannya. Saya bikin gambar sala lauak berbagai varian itu, bikin telur asin, virus covid19, gambar anak ulang tahun, festival tabuik, dan lainnya itu cuma pakai tangan (dasar gak bermodal huhu…kan harus hemat buat beli kuaci hihi)

Sebenarnya sempat pesan penstick di marketplace. Harusnya datangnya cepat, tapi qadarullah, alat itu datang setelah gambar saya selesai semua. Dan yang datang pun ternyata gak seperti yang saya butuhkan (alias sama aja bohong). Mana dikirimnya jauh jauh dari Cina sana. Hiks!

Trus saya sempat mikir. Gini amat, yak, saya nulis di kondisi gak siap. Apa kali ini gak diizinin ikut sayembara lagi? Apa saya ditakdirkan untuk kalah? Banyak pertanyaan muncul dan bikin saya nyesek. Sempat juga diketawain waktu cerita soal ini. Emang situ bisa gambar? Ya, selama ini orang orang tahu saya bukan penggambar. Wajar sih. Tapi ya gitu haha…

Trus teman tandem saya bilang, kamu pede aja. Buktiin kalau kamu bisa! Kalau bisa bikin gambar (gratis) kenapa harus bayar? Eh iya juga, ya. Ya jadilah saya berjibaku dengan jemari. Mata sampai buram gegara pantengin layar Hp terus.


Beberapa waktu jelang deadline naskah selesai diedit (walau gak merasa siap samsek). Gak mau mengulangi drama pejuang deadline tahun sebelumnya, saya tegasin, harus kirim minimal dua hari sebelum deadline cap pos. Dan untunglah printer pun bersahabat. Naskah terkirim dua hari jelang deadline. Lega luar biasa.

Lalu tibalah masa penantian pengumuman hasil. Sempat ditunda entah sebab apa. Makin lamalah menahan penasarannya huhu.. Tapi sebenarnya saya beneran pasrah (walau gak siap juga untuk kalah hiks).


Nah, hari selasa 9 November 2021 kemaren ada wa masuk. Saya buka duluan yang dari uni Novia. Dia manggil dan kirim stiker nyengir. Saya balas seperti biasa. Trus ada lagi, dari panitia sayembara Balai Bahasa. Beliau ngirim file yang judulnya pengumuman naskah terpilih. Deg!


Saat itu saya baru aja habis otak atik dapur. Bikin bumbu eksperimen entah apalah apalah itu haha.. Gak tau kenapa tangan saya gemeteran, gak pernah sebelumnya begitu. Waktu file terbuka, mata kok tetiba buram. Sekian detik itu saya pakai berdoa, mohon kuatkan saya apa pun hasilnya. Kalau memang kalah, semoga saya gak sedih sedih amat.


Eh pas mata udah jelas lagi, langsung kebaca nama saya. Masya Allah!
Eh bener itu nama saya? Iya, ding! Alhamdulillah… akhirnya menang. Walaa, pantesan di Unov kirim stiker nyengir, dia juga menang ternyata. Yang lain dah pada tau, saya aja yang telat tahunya hehe.. Alhamdulillah. Kabar manis di akhir tahun. Semoga berkah. Semoga bangkit lagi semangat nulisnya. Aamiin.


Dan seperti biasa, saya gak tahan buat nahan kabar ini seorang diri. Saya share ke berbaga sosmed. Pamer nih, yee! Semoga teman-teman saya juga ikut senang dan terpacu.
Sekian dulu, sampai jumpa!

Salam semangat!

Bersambung..

Nah, berikut ini dokumentasi penyerahan hadiahnya.

Nasib Kusta di Tengah Pandemi

Menghilangkan kusta adalah satu-satunya pekerjaan yang belum bisa saya selesaikan seumur hidup saya.” (Mahatma Gandhi)

Sebelum tiga peluru mengoyak tubuhnya, Gandhi baru saja menjalankan puasa panjang yang ia nazarkan untuk kedamaian negerinya yang sedang bergolak. Puasa berhari-hari itu membuat tubuh tuanya semakin lemah.

Para pembesar dan tokoh-tokoh agama berdatangan membujuknya agar membatalkan puasa. Gandhi pun bersedia dengan memberi satu syarat. Ia akan membatalkan puasa dengan segelas jus yang dibuatkan oleh sahabatnya yang menderita kusta. Dan keinginannya pun dipenuhi.

Sejak zaman purba, stigma buruk yang melekat pada penderita kusta sangatlah tidak manusiawi. Penderita kusta di masa lalu diharuskan mengenakan pakaian khusus dan membawa genta kayu yang akan berbunyi ketika si pasien bergerak. Penderita kusta terlarang memasuki tempat ibadah, berjalan di keramaian, mencuci di sumur dan sungai.

Mereka juga terlarang mendekati orang sehat, makan bersama, dan menyentuhnya. Stigma buruk ini masih terus berlanjut hingga ke zamannya Gandhi. Gandhi dengan permintaannya untuk dibuatkan jus oleh penderita kusta sesungguhnya sedang memualiakan derajad penderita kusta.

Sebagian besar masa hidupnya ia habiskan untuk menghapuskan stigma buruk kusta. Gandhi tak canggung membersihkan luka kusta, menjaga kualitas makanan, dan pola hidup penderita kusta yang dirawatnya dengan penuh kasih. Atas perjuangannya, Gandhi sangatlah layak mendapat julukan sebagai Bapak Anti Kusta se-Asia.

Jika negara-negara di Eropa memperingati Hari Kusta Sedunia pada akhir bulan desember, maka di Asia dilaksanakan pada akhir bulan januari. Waktu ini dipilih untuk mengenang kematian Mahatma Gandhi yang sudah menaruh perhatian dan jasa besar kepada penderita kusta semasa hidupnya.

Jauh ribuan tahun lalu Nabi Muhammad saw juga tak sungkan bersentuhan dengan penderita kusta. Sebagaimana rekaman hadis ini; “Sesungguhnya Rasulullah saw memegang tangan seorang penderita kusta. Kemudan memasukkannya bersama tangan beliau ke dalam piring. Lantas beliau mengatakan, “Makanlah dengan nama Allah, dengan percaya serta tawaqal kepadaNya.” (HR. At. Tarmudzi)   

Kita mungkin juga pernah mendengar hadis yang seolah menyudutkan penderita kusta. Yang menganjurkan menjauhi penderita kusta sebagaimana dikejar singa. Namun jika jeli membaca konteks zaman, tentu semua akan paham bahwa hadis ini tak lain adalah anjuran untuk kehati-hatian. Sama halnya dengan pandemi covid-19 saat ini. Kita diharuskan memakai masker, menghindari kontak dengan orang positif covid-19, dan menjaga kesehatan agar tak tertular.

Penyakit kusta pertama disebutkan ada di India pada awal tahun 600 SM. Kusta berasal dari bahasa Sansekerta “kushtha” yang berarti “menggerogoti”. Kusta juga ditemukan di Jepang pada abad 10 SM, dan Mesir pada abad ke 16 SM. Dari catatan kuno di India, beberapa teori telah dikemukakan mengenai asal muasal serta penyebaran kusta. Seperti, infeksi yang berasal dari sungai Nil, kebiasaan makan masyarakat yang tidak higienis, dan lain sebagainya.

Kusta Itu Apa?

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang dapat menyebakan kerusakan kulit, saraf, alat gerak, dan mata. Penyakit kusta, lepra, atau Morbus Hansen ini merupakan penyakit menular. Zaman dahulu kusta dianggap sebagai penyakit kutukan sehingga penderitanya disingkirkan.

 Walaupun merupakan penyakit menular, nyatanya penularan kusta tak semenakutkan yang dibayangkan. Yang beresiko kena kusta hanya 2 dari 100 orang. Kecuali bagi yang tingkat kekebalan tubuhnya sedang menurun atau lemah. Atau bagi yang tingkat gizinya rendah. Penularan kusta terjadi lewat udara atau saluran pernapasan.

Kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung secara terus menerus dengan pasien kusta yang belum menjalani pengobatan. Kusta tidak menular melalui kontak biasa seperti bersalaman, berpelukan, dari ibu ke janin, atau hubungan seksual.

Ciri-ciri atau gejala kusta bisa diamati seperti berikut ini:

  1. Bercak keputihan pada kulit (seperti panu dan penyakit kulit lainnya)
  2. Kerusakan saraf yang berakibat hilangnya rasa pada tangan dan kaki (kebal)
  3. Lemah otot, lumpuh pada tangan dan kaki.
  4. Masalah penglihatan hingga kebutaan.

Untuk kasus yang lebih berat, kusta bisa mengakibatkan amputasi dan kecacatan permanen. Yang tentu saja akan mendatangkan stigma buruk dan tak jarang berujung diskriminasi di tengah masyarakat.

Kasus Kusta di Indonesia

Pada peringatan Hari Kusta Sedunia beberapa waktu lalu, Kemenkes mengungkapkan bahwa, sebanyak 26 provinsi telah mencapai eliminasi kusta. Masih tersisa 8 provinsi yang belum mencapainya. Yakni, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Siti Nadia selaku Direktur Pencegahan & Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes mengatakan, pada tahun 2020 terdapat 9.061 kasus kusta baru. Angka ini turun dari tahun 2019 sebanyak 17.439. Sedangkan total kasus kusta di Indonesia sampai saat ini adalah sebanyak 16.704 kasus. Namun proporsi untuk kasus kusta baru pada anak di Indonesia mencapai 9,14%. Angka ini masih cukup tinggi. Yang berarti juga masih ada penularan dari kasus kusta kepada anak. Yang biasanya tertular dari orang terdekatnya.

Tantangan di Masa Pandemi

Pandemi covid-19 saat ini ibarat replika kasus kusta yang berlangsung sejak ribuan tahun itu. Orang-orang takut terinfeksi covid-19 dan menghindarinya. Seiring waktu muncul stigma negatif bagi penderita covid-19. Sampai ada yang tega mengusir si pasien dari tempat tinggalnya.

Padahal kita semua tahu, bukan orangnya yang harus dihindari/dibenci. Melainkan virus covid-19nya. Begitu pun dengan kasus kusta. Bukan penderita kustanya yang harus disingkirkan, melainkan kustanya.

Pandemi covid-19 telah merebut perhatian warga dunia hingga mengabaikan penyakit lainnya seperti kusta. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam penuntasan kasus kusta di dunia.

Usaha pengeliminasian kusta di masa pandemi ini sangat terdampak. Sementara upaya penemuan kasus dini dan pemberian obat sangat perlu dilakukan demi mencegah terjadinya kecacatan permanen pada pasien.

Selama pandemi ini, ruang gerak petugas kesehatan jadi terhalang untuk menemukan kasus baru di lapangan, begitu pun untuk melacak kontak. Di sisi lain pasien kusta juga terancam mengalami putus obat karena kesulitan mengakses pelayanan kesehatan akibat pandemi. Terutama bagi pasien yang mengalami disabilitas, dimana ruang geraknya terbatas dan juga rentan terkena covid-19.   

Ardiansyah selaku aktivis kusta dan ketua PerMata (Perhimpunan Mandiri Kusta) Bulukumba via Zoom dengan Ruang Publik KBR dan live streaming Youtube KBR pada (22/0702021) lalu mengeluhkan hal yang sama.

Pada awal-awal pandemi covid-19, Ardiansyah dan tim melakukan penjangkauan ke pelosok-pelosok. Saat itu ia menemukan banyak penderita kusta yang tak berani pergi berobat karena takut terkena virus covid-19.  PerMata melakukan upaya dengan memfasilitasi pengobatan dengan cara mengambilkan obat ke puskesmas.

Pada kesempatan yang sama, narasumber dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, Suwata, mengatakan bahwa cacat tingkat dua di Kabupaten Subang menunjukkan kenaikan dalam tiga tahun terakhir ini. Tentunya ini bukan berita menggembirakan bagi Indonesia yang menargetkan untuk bebas kusta tahun 2024 mendatang.

 Di sini Suwata juga menjelaskan beberapa langkah-langkah strategis dalam meningkatkan layanan kusta di masa pandemi seperti berikut ini:

  1. Sisi layanan kesehatan. Dengan mendekatkan layanan terkait penyakit kusta yang terintergrasi dan terkolaborasi. Seperti kegiatan deteksi dini, kegiatan pengobatan, pengobatan tata laksana reaksi. Perawatan pencegahan kecacatan melalui kelompok perawatan diri. Menghadirkan perawat profesional, dan lainnya.
  2. Sisi skill dan kapasitas kemampuan petugas kesehatan. Dengan mengadakan pelatihan bagi dokter, perawat, dan petugas lainnya.
  3. Pemenuhan layanan kesehatan inklusif dengan peningkatan peran serta masyarakat. Kegiatan workshop, pelatihan kader kusta, akses rujukan, dan sebagainya.
  4. Melakukan pemenuhan kebutuhan logistik. Seperti obat-obatan.
  5. Pemenuhan jaminan kesehatan bagi orang yang pernah mengalami kusta (OPYMK), disabilitas, dan penderita kusta. Sebab mereka termasuk ke dalam kelompok yang termarjinalkan dan lemah dalam aspek ekonomi.

NLR Indonesia

 NLR Indonesia, organisasi yang fokus pada pemberantasan kusta yang mulai berkerja tahun 1975 di Indonesia ini, juga turut ambil bagian dalam peringatan Hari Kusta Sedunia.

Menurut NLR Inodonesia yang menggunakan pendekatan tiga zero (zero disability, zero transmission, zero exclusin) ini, pandemi covid-19 berdampak berat bagi penderita kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan keluarganya. Mereka mengalami dampak majemuk yang meliputi dampak kesehatan, ekonomi, psikologi, dan dampak sosial.

Asken Sinaga selaku Direktur Eksekutif NLR Indonesia di Hari Kusta Sedunia mengatakan, “Sebelum pandemi perhatian pemerintah dan masyarakat sangat kecil pada mereka. Padahal kusta sejak lama masuk kategori penyakit Tropis Terabaikan WHO. Pandemi ini telah membuat mereka semakin terabaikan, makin jauh dari perhatian publik.

Hal ini dibuktikan dengan data kusta periode 2020. Dimana jumlahnya lebih rendah dari tahun sebelumnya. Ini disebabkan karena penemuan kasus kusta baru telah berkurang.” Tentu sangat disayangkan, karena dalam upaya pengeliminasian kusta, menemukan kasus baru adalah langkah penting. Seperti yang disampaikan NLR Indonesia berikut ini.

Kata kunci pertama penanggulangan kusta adalah menemukan kasus kusta baru dan mengobatinya untuk menyembuhkan serta mencegah deformitas organ tubuh (disabilitas).

Kedua adalah memeriksa kontak penderita kusta untuk menemukan apakah ada kasus baru antara mereka dan mencegah penularan kepada orang lain. Yang ketiga adalah memastikan bahwa penderita kusta melakukan pengobatan dengan tuntas hingga penularan kusta dapat diputus.

Upaya eliminasi ini tentunya akan membutuhkan keterlibatan semua pihak secara inklusif di masyarakat. Seperti kita ketahui bersama, penderita kusta tak hanya menanggung sakit, tapi juga stigma buruk dari sesama, terjebak dalam lingkaran diskriminasi, kesulitan mendapatkan pekerjaan dan hidup dalam kekurangan.

NLR Indonesia juga mengajak pemangku kepentingan untuk memulai cara-cara baru dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti hal berikut:

  1. Memusatkan perhatian pada upaya peningkatan pemahaman publik tentang kusta secara komprehensif (aspek kesehatan, sosial, ekonomi, psikologi), yang meliputi frekuensi, materi edukasi, dan kecakapan wilayah pemberian edukasi.
  2. Memastikan bahwa peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan tentang pemberian layanan kesehatan untuk pasien kusta dilaksanakan oleh petugas kesehatan di daerah.
  3. Melakukan inovasi agar penemuan kasus berjalan dengan aman. Tingkatkan partisipasi masyarakat dengan inovasi yang sesuai dengan situasi setempat.

Selain melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan di daerah-daerah, NLR juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dalam upaya edukasi mengenai kusta. Berikut ini beberapa pesan yang disebarkan luaskan, bahwa;

“Kusta dapat dicegah dan diobati hingga sembuh. Kusta penyakit menular dan bukan kutukan atau dosa. Kusta dapati dikenali gejalanya. Ajak keluarga/tetangga yang memiliki tanda mencurigakan pada kulit ke puskesmas. Kusta tidak menular jika pasien kusta sudah minum obat.”

Dan untuk mendukung upaya yang sedang berlangsung, yuk mulai lakukan hal terkecil ini. Yakni mengedukasi diri sendiri. Hentikan stigma terhadap kusta dan orang yang menderita kusta dengan menanamkan pikiran, bahwa kusta adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Bukan kutukan.

Stigma buruk hanya akan membuat penderita jatuh dua kali. Mereka jadi tidak percaya diri, menutup diri, dan parahnya tak mau berobat lagi. Jika hal ini terus dibiarkan, siklus kusta tentu akan sulit diputus dari muka bumi. Eliminasi kasus kusta akan jauh dari harapan bisa selesai.

Jadi, mari jauhi kustanya, bukan orangnya!

#SUKA #NLRxKBR #LombaNLRxKBR #IndonesiaBebasKusta #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta

Sumber referensi:

Home

https://m.kbr.id.ragam/05-2021/tantangan_penanggulanan_kusta_di_tengah_pandemi_covid_19/105329.html

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-hari-kusta-internasional-kenapa-diperingati-akhir-januari-f9vg

https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/4470102/kemenkes-total-16704-kasus-kusta-di-indonesia-dan-masih-ada-penularan-pada-anak

Sumber gambar:

Klikdokter.com

https://www.antaranews.com/amp/infografik/1968036/kasus-kusta-di-indonesia

Siapa bilang hanya sekedar peliharaan?

“Kucing adalah binatang yang badan, keringat, bekas sisa makanan, serta air liurnya suci. Air liurnya bahkan bersifat membersihkan. Hidupnya lebih bersih dari manusia.” (HR. Malik)

“Kucing termasuk perhiasan rumah tangga. Ia tak mengotori sesuatu.” (HR. Muslim)

Sudah pada tau tentang kucingnya Nabi bernama Mueza itu, kan, ya? Nabi rela menggunting jubahnya demi menjaga si kucing biar gak kebangun. Ya, gak ada yang menyangsikan betapa penyayangnya sang Nabi Saw pada sesama makhluk Allah. Begitu juga harusnya kita, kan, ya?

Kalau di negara lain hampir tiap rumahnya ada anjingnya, di negri kita lebih akrab dengan kucing. Sama sama makhluk buas yang udah jinak. Sama sama hewan setia dan penyayang. Di rumah saya juga ada. Saya ingat betul awal kedatanganya dulu. Si abu abu mungil, domestik, dengan suara cempreng melengking. Bikin sakit kuping. Sengaja cuma pelihara seekor aja biar gak repot jika ditinggal tinggal.


Kecilnya suka gelut. Pura pura ngumpet terus pas kita lewat dia lompat ke kaki. Jangan tanya soal bekas cakarannya. Perih dan tajam walau tergores sedikit aja. Ada aja ulahnya yang bikin gemes. Beda dari kucing sebelumnya, si abu abu ini anteng aja kalau dimandiin. Selera makannya juga bagus. Setiap hari dikasih ikan rebus.


Soal ikan rebus ini sempat dikomenin sama rangorang. Ngapain repot repot beliin kucing ikan tiap hari. Mending kasih makan orang. Hewan aja kok dimanjain. Hm, belum tau aja kali ya, kucing kan gak punya pikiran buat beli ikan. Sedangkan manusia punya. #Ehh hihi.. intinya, bodo amat. Mungkin pada pingsan kali ya kalau kenal teman saya ya6ng memelihara kucing lima belas ekor di rumahnya dan dirawat sendiri itu. #Opss, julid! Maafkeun..🤭


Saat lagi ngeleptop pun si abu abu ini suka gangguin. Tiduran di belakang layarlah, nginjakin keyboardlah, atau tiduran di samping laptop. Caper banget. Minta diplototin terus kali yak. Ckckck.. gaya tidurnya juga aneh sih. Belum pernah ketemu kucing yang selalu nyender. Ada aja yang dijadiin bantal. Macam kepalanya berat aja gitu. Ihhh, kamu tuh ya, cing, gemesin.


Perangai lainnya itu, si abu abu ini pas udah gede suka pulang malam. Dari kecil emang tidurnya di dalam rumah sih. Trus sekitar pukul dua atau tiga malam dia garuk garukin pintu sambil meong meong. Dikira saya satpamnya dia kali ya. Dicuekin makin menjadi jadi. Jadilah saya jadi tukang bukain pintu tengah malam, nyaris tiap hari. Untuk gak ada yang menampakkan diri. Eh amit amit.😤


Gaya jalannya itu lho, melenggak lenggok tampa rasa berdosa udah gangguin tidur orang. Nyantaaaaiii banget, selow aja masuk ke dalam terus belok ke kamar. Lalu lompat ke tempat tidur sambil telentang merem. Nyebelin banget. Ngambilin lahan orang ckckck. Sering juga dia tidur di kaki. Ujung ujungnya kaki kelipat sampai kesemutan demi jagan dia biar gak kesenggol jatuh.😏


Pas udah gede si abu abu ini sangar kalau di luar. Siapa aja yang coba coba masuk areal dia diserang habis habisan. Apalagi sama kucing kecil atau mak mak kucing, bagak. Tapi kalau sama kucing oren sih takut dia. Kalah tempur terus sampai cidera. Suaranya serem kalau lagi ngajak berantem. Di rumah mah diimut imutin sama pasang mata berkaca kaca. Apaan coba haha..🙈


Tapi yang paling berkesan itu sewaktu lagi galau galaunya, dia selalu ada di dekat saya. Rela gak main keluar seharian. Mungkin benar ya, kucing sangat sensitif. Bisa ngerasain emosi orang orang di sekitarnya. Sama keluarga yagn lain juga gitu. Seolah mau bilang, aku ikut merasakan yang kau rasa, tenanglah, ada aku di sini. Duhh..


Dan baru baru ini dia menghilang dalam kondisi sakit. Awalnya sering keselek. Trus bulunya rontok, botak di beberapa sisi. Dibawa klinik, kata dokternya karena ginjalnya membengkak. Suhu tubuhnya tinggi. Gak mau makan. Setelah disuntik dan minum obat selera makannya naik lagi. Gak cuma dikasih ikan rebus, pelet juga.


Makin lama makin kurus sampai kelihatan ruas tulang belulangnya walau masih selera makan. Disuntik lagi dan minum obat lagi. Pipis terus di mana mana. Jadi harus ngepel tiap hari.


Dan hampir seminggu ini dia menghilang gak pulang pulang. Teman saya bilang, kucing memang begitu sifatnya. Kalau lagi sakit atau sekarat dia akan pergi sembunyi ke tempat yang susah ditemui orang. Dia gak mau bikin sedih tuannya karena kehilangan dirinya. Makanya dia pergi dengan cara begitu, sembunyi sambil menunggu maut sendirian dengan tenang. Speechless.


Siapa bilang kucing hanya sekedar hewan peliharaan? Dia pergi membawa sekeping hati, menyisakan kenangan. Dia tak akan pernah mungkin kembali. Selamat jalan, Nyow! Maaf gak bisa merawatmu dengan baik.😔

Sepenggal Kisah dan Usaha Memutus Mata Rantai Anemia Lintas Generasi

Anemia ADB pada lintas generasi saat ini menjadi ancaman bagi Indonesia. Sebab, masalah kesehatan satu ini akan berpengaruh besar pada penurunan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa akan datang. Untuk itu, yuk, kenali apa itu anemia ADB (Anemia Defisiensi Besi) dan sepenggal kisah tentang si anemia ini.

Zat Besi (Fe)
Anemia ADB disebabkan oleh kekurangan zat besi. Zat besi adalah komponen penting dari Hb (hemoglobin) yang merupakan substansi dari sel darah merah. Sel darah merah sendiri bertugas sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Bayangkan apa yang terjadi jika tubuh kekurangan zat besi.


Anologinya kira-kira begini. Darah merah itu kita ibaratkan truk kontainer penyalur bahan makanan pokok ke rumah-rumah konsumennya. Zat besi itu anggaplah sebagai bensinnya, bahan bakar truk kontainer. Nah, jika truk pembawa bahan makanan tiba-tiba molor, lelet, atau malah nggak datang sama sekali karena kehabisan bensin, apa yang akan terjadi? Pastinya konsumen kelaparan, dong ya.


Nah, begitu juga dengan fungsi zat besi dalam sel darah merah. Jika tubuh kekurangan zat besi, tentunya pendistribusian pasokan oksigen ke sel-sel yang ada di organ dan seluruh tubuh akan terhambat. Akibatnya sel-sel tersebut jadi kelaparan. Lama-lama tugasnya jadi terbengkalai karena kurangnya asupan (oksigen). Fenomena inilah yang terjadi pada mereka yang menderita anemia.

Sepenggal Kisah
Anemia mengingatkan saya pada peristiwa yang menimpa kakak sepupu sekitar dua tahun lalu. Sejak awal kehamilannya ia sudah divonis anemia kronis. Hb-nya selalu di bawah standar angka minimum. Dan semakin memburuk ketika memasuki masa-masa kelahiran.


Pagi itu beliau memeriksakan diri lalu diketahui detak jantung bayi mulai melemah dan ketuban mengering. Padahal belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Dokter memutuskan untuk segera operasi. Segala prosedur pun disiapkan. Namun sayangnya tindakan itu tak bisa dilakukan segera. Hb beliau anjlok ke angka 4 gr/dl. Jauh dari angka normal bagi ibu hamil yang seharusnya di atas angka <11 gr/dl atau kisaran 12-16 gr/dl.


Bukan kabar baik tentunya. Sangat beresiko. Prediksi dokter kala itu antara lain, kakak akan mengalami gagal kontraksi rahim, pendarahan hebat, masuk ICU, dan yang terburuknya, bisa anda tebak sendiri. Anda bisa bayangkan betapa terpukulnya beliau dan keluarga saat itu. Dan kisahnya belumlah berakhir sampai di sini.

Anemia Lintas Generasi
Seperti kita ketahui bersama, masalah gizi tak hanya sebatas masalah kesehatan, tapi juga menyangkut kualitas generasi di masa akan datang. Negara dituntut untuk menyiapkan sumber daya berkualitas yang berdaya saing global. Untuk itu melalui Kementrian Kesehatan pemerintah merumuskan arahan pembangunan kesehatan yang menitikberatkan pada usaha promotive preventive. Intervensi melalui pemenuhan nutrisi dan edukasi menyeluruh diupayakan demi memutus mata rantai anemia baik skala individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Dr. dr. Diana Sunardi, M. gizi, Sp. GK selaku Spesialis Gizi Klinis dari Indonesian Nutrition Association (INA) bersama bapak Arif Mujahidin (Corporate Communications Director Danone-Indonesia) dalam webinar di kanal youtube Nutrisi Bangsa bertema “Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi” memaparkan, bahwa anemia adalah rendahnya kadar Hb dibandingkan kadar normal yang menunjukkan jumlah sel darah merah yang bersirkulasi.

Dalam rangka perayaan Hari Gizi Nasional ini dr. Diana juga menjelaskan bahwa saat ini Indonesia masih harus berhadapan dengan tiga masalah gizi (triple burden of malnutrition). Yakni, masalah stunting (gizi kurang), wasting (gizi lebih), serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia karena kurang zat besi.


Kasus stunting akibat kurang gizi masih menjadi PR besar di Indoensia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka stunting di Indonesia mencapai 30,81%. Turun dari angka sebelumnya pada tahun 2013 sebesar 37%. Walau begitu angka ini masih jauh dari standar stunting yang ditoleransi oleh WHO yang hanya 20% saja.


Untuk kasus anemia, hal ini bisa terjadi pada lintas usia. Pada usia anak-anak atau balita, pada perempuan baik remaja putri, ibu hamil, dan ibu menyusui. Menurut data Riskesdas 2018, 48,9% ibu hamil, 32% remaja putri (usia 15-24), 38,5% balita mengalami anemia. Sekitar 50-60% angka anemia ini disebabkan oleh defisiensi zat besi atau Anemia Defisiensi Besi (ADB).

Sepenggal Kisah
Dari persentase ibu hamil di atas, kakak saya termasuk salah satunya. Kala itu kakak saya harus segera dioperasi. Dan untuk tindakan cecar ini ia butuh darah sekian kantong. Masalahnya semakin rumit saja ketika hasil labor menyatakan kakak bergolongan darah A dengan rhesus negatif.

Ya, seperti yang anda ketahui, jumlah populasi manusia yang berhesus negatif hanya ada sekitar 15% saja di muka bumi ini. Terbayang, kan, betapa rumitnya? Dari tiga puluh orang yang datang mendonor malam itu hanya dapat satu kantong darah saja. Oh ya, sebelum cerita ini berlanjut, sebaiknya kita ketahui dulu apa saja gejala serta dampak anemia.

Gejala Anemia dan Dampaknya
Siklus anemia berawal dari status kurang gizi pada remaja putri yang kemudian hamil dalam kondisi gizi kurang baik, lalu melahirkan bayi yang beresiko stunting. Untuk itu perlu dilakukan intervensi pada remaja putri melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan edukasi secara menyeluruh.


Gejala anemia secara umum bisa diketahui dengan adanya gejala-gejala seperti, kelopak mata pucat, kulit pucat, sering sakit kepala atau pusing, tekanan darah rendah, terjadi kelemahan pada otot, sering lelah, lemas, bahkan pingsan.
Anemia yang bergejala khusus, seperti:

  • Jika anemia sudah tingkat berat, denyut nadi cepat dan napas juga cepat.
  • Pada kondisi kronis akan terjadi pembesaran linfa.
  • Pada ibu hamil, gejalanya berupa wajah pucat, kurang napsu makan, pusing, mudah lelah.
  • Pada anak-anak, gejalanya, rewel, lemas, pusing, tidak nafsu makan, gangguan konsentrasi, ngantukan, tidak aktif bergerak, dan lain sebagainya.

Sepenggal Kisah
Beberapa gejala di atas juga dialami kakak saya. Dokter klinik yang menanganinya angkat tangan lalu merujuk kakak ke RS kabupaten. Karena satu dan lain hal, pihak RS pun memutuskan untuk merujuk kakak ke RS ibukota provinsi yang jauh lebih lengkap fasilitasnya. Sementara itu air ketuban semakin kering saja. Kekuatiran makin bertambah sekian kali lipat. Waktu seakan melambat.


Sesampai di RS yang baru pun kakak masih harus menunggu. Hb-nya masih jauh dari standar aman untuk operasi cecar. Kakak butuh transfusi darah sekitar sembilan kantong. Sementara stok darah baik dari PMI mau pun dari RS sangat sedikit. Meski beritanya tersebar dan viral hingga ke negara sebelah, tetap saja sulit menemukan pendonor yang cocok.


Sembari menunggu stok darah terkumpul beliau terus mengasup nutrisi. Entah dari sayur, telur, daging, jus tomat, jus bit, buah-buahan, suplemen penambah darah dan segala macam asupan lainnya. Namun Hb-nya tak juga menunjukkan kenaikan signifikan.


Dari kasus ini kita bisa ambil pelajaran. Bahwa masalah anemia bukanlah perkara main-main. Besar sekali dampaknya. Lalu, sebenarnya apa saja sih, faktor penyebab anemia ini. Yuk, simak uraian dari dr. Diana berikut ini.

Faktor Penyebab Anemia
Untuk jangka panjang anemia akan berdampak pada kesehatan. Seperti, menurunnya daya tahan tubuh, infeksi meningkat, kebugaran menurun, konsentrasi berkurang yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya prestasi dan kinerja. Untuk itu pemerintah mengupayakan pendekatan masalah kesehatan berkelanjutan untuk lintas usia ini agar mata rantai masalah gizi dapat terselesaikan.


Pada webinar ini dr. Diana juga menjelaskan bahwa kebutuhan akan zat besi, baik pada anak-anak, remaja putri, atau ibu hamil, sebenarnya tidaklah terlalu besar. Namun ada tantangan yang membuat kebutuhan ini sulit dicapai.
Penyebab anemia kurang zat besi ada tiga faktornya, yaitu:

  • Asupan makanan
  • Sakit (infeksi atau adanya penyakit kronis)
  • Penyebab lainnya.

Untuk masalah asupan. Berdasarkan hasil riset, masalah pada asupan makanan di Indonesia ternyata ada pada konsumsi asupan pangan yang masih didominasi oleh pangan nabati. Asupan energi dan proteinnya pun rendah. Sehingga terjadilah defisit energi, protein, dan mikronutrien.
Sedangkan untuk faktor-faktor asupan pada anemia kurang zat besi dipengaruhi oleh hal berikut ini:

  1. Asupan zat besi yang rendah
  2. Asupan vitamin C yang rendah
  3. Konsumsi sumber fitat yang berlebihan
  4. Konsumsi sumber tanin (kopi, teh) yang berlebihan
  5. Menjalankan diet yang tidak seimbang.
    Dan untuk penyebab anemia kurang zat besi pada anak disebabkan oleh hal berikut ini, seperti:
  • Pemilih makanan (picky eater)
  • Asupan makanan yang tidak bervariasi
  • Kondisi tertentu yang menyebabkan gangguan penyerapan
  • Kondisi tertentu yang menyebabkan asupan zat besi rendah (alergi bahan makanan sumber besi heme)
    Dr. Diana menyebutkan, penyerapan zat besi akan dipermudah oleh vitamin C, asam sitrat dan komponen-komponen makanan lainnya. Dan penyerapan zat besi akan terhambat oleh adanya fitat, tanin (pada teh, kopi), dan lainnya. Untuk itu sebaiknya tidak terlalu banyak mengosumsi teh atau kopi bagi yang rentan.

Akhir Kisah
Setelah delapan hari menunggu, kabar baik itu akhirnya datang juga. Tuhan mengutus orang-orang baik untuk mendonorkan darah langkanya dari tempat-tempat jauh. Singkat cerita, stok darah yang dibutuhkan akhirnya tercukupi. Hb kakak saya pun mulai naik. Meski air ketuban yang tersisa tingga 0, sekian persen saja.

Jujur saja harapan saya saat itu hanya satu, si ibu bisa selamat. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Mereka berdua berhasil melewati masa-masa sulit itu. Si ibu dan bayi mungilnya selamat. Lahir tampa cacat apa pun dan sehat sampai sekarang. Saya bilang ini keajaiban, pengecualian. Soalnya nggak sedikit yang memprediksi salah satunya tak akan berhasil melewatinya.


Saya yakin tak ada seorang pun yang ingin mengalami anemia ini. Untuk itu penting sekali mengetahui seluk beluk anemia dan upaya-upaya mengatasinya. Termasuk mengetahui apa saja yang bisa jadi sumber zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Seperti yang diuraikan oleh dr. Diana berikut ini.

Sumber Zat Besi
Zat besi bisa didapatkan dari sumber makanan hewani dan nabati. Untuk sumber makanan hewani zat besi bisa diperoleh dari hati sapi, domba, hati ayam, tuna, salmon, dan lainnya. Untuk anak-anak, dr. Diana bilang bahwa porsi satu hati ayam saja sudah cukup memenuhi kebutuhan zat besinya.

Sedangkan untuk zat besi yang bersumber dari makanan nabati bisa didapatkan dari sayuran hijau dan lainnya. Dan untuk mengoptimalkan penyerapannya, sebaiknya dikonsumsi dengan sumber makanan yang mengandung vitamin C serta jauhi faktor penghambat penyerapan seperti tanin pada teh dan kopi. Sumber vitamin C dapat ditemukan pada buah jambu biji, mangga, naga, mangga, tomat, jeruk, dan lainnya.


Sebagai kesimpulan, dr. Diana menyarankan agar memastikan asupan bergizi seimbang sesuai tumpeng pedoman gizi dan slogan Isi Piringku. Pastikan pengonsumsian sumber zat besi bersamaan dengan sumber makanan yang memudahkan penyerapan zat besi. Porsitifikasi makanan bisa jadi solusi kurangnya asupan zat besi, baik dari tepung terigu/beras, biskuit, susu pertumbuhan. Dan patuhi komsumsi tablet tambah darah bila mendapatkannya.

Danone Indonesia
Danone yang mengawali sejarah sejak tahun 1954 di Indonesia berkomitmen mewujudkan misi “one planet one healt”. Bahwa kesehatan planet berkaitan dengan kesehatan masyarakat.
Danone Indonesia dalam webinar ini diwakili oleh Corporate Communication Director Indonesia, bapak Arif Mujahidin. Selain bekerja sama dengan Indonesian Nutrition Association (INA), beliau menyatakan bahwa Danone juga menggagas beberapa program di bidang kesehatan seperti pencegahan stunting dalam program Bersama Cegah Stunting, Gerakan Ayo Minum Air (AMIR), Kampanye Isi Piringku, dan program Warung Anak Sehat yang mengedukasi pengelola kantin sekolah agar menyediakan pangan sehat bagi siswa selama mereka berada di sekolah.


Selain itu Danone juga menjalin kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor dengan meluncurkan buku panduan Generasi Sehat Indonesia (GESID) yang menyasar golongan remaja. Ada tiga modul untuk remaja SMP dan SMA. Yakni, Aku Peduli, Aku Sehat, dan Aku Bertanggung Jawab yang mengupas tentang kesehatan reproduksi, peran gizi bagi kesehatan dan kualitas hidup, anemia bagi remaja putri dan perempuan usia subur, pencegahan pernikahan dini serta remaja berkarakter. Program ini sudah melaksanakan pilot project dengan 20 guru pendamping dan 60 orang siswa SMP dan SMA sebagai Duta GESID 2020.

Selain itu, Danone Indonesia selama bertahun-tahun telah mendukung 4 fasilitas pendidikan yang berfokus pada kesehatan dan gizi di Taman Pintar, Yogyakarta, yang selama satu tahun sudah dikunjungi oleh satu juta pengunjung.


Dengan program Duta 1000 Pelangi, Danone Indonesia melatih dan menjadikan karyawan sebagai duta kesehatan dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat tentang masalah gizi dan kesehatan dalam 1000 hari pertama kehidupan di sekitar tempat tinggal mereka. Untuk seterusnya, Danone Indonesia berkomitmen membawa kebaikan kepada sebanyak mungkin orang melalui makanan dan minuman.


Sekian dulu uraian singkat ini. Semoga dapat menambah semangat kita untuk memutus mata rantai anemia defisiensi zat besi di Indonesia. Demi masa depan generasi bangsa yang lebih baik dan maju. Salam sehat!

#AnemiaDefisiensiZatBesi #ZatBesi #PenyerapanZatBesi #VitaminC #SusuPertumbuhan #DanoneIndonesia

Tegak dengan Sebelah Kaki

Pandemi covid19 membuat dunia melambat dan merepotkan umat. Banyak hal sudah diupayakan. Melelahkan. Efeknya ke mana mana. Hal ini mendatangkan pertanyaan besar di benak. Sudahkah tepat sudut pandang kita akan isu ini? Sebelumnya, mohon sediakan ruang netral dalam diri anda. Setidaknya, tetaplah bertahan hingga akhir tulisan ini. Saya tahu ini bukan sesuatu yang mudah diterima begitu saja. Baiklah. Yuk, mari.


Usaha menangani penyakit selama ini mirip dengan anologi berikut. Seorang anak kecil tersandung mainannya. Ia meraung-raung kesakitan. Si anak menyalahkan mainannya. Bahkan memukul dan melemparnya keluar karena dianggap bersalah. Si biang kerok pun hilang dari pandangannya. Di satu sisi mainan memang membuatnya kesakitan. Tapi apakah itu murni kesalahan mainan?


Lalu bagaimana dengan fenomena umum berikut ini. Si A yang hobi bergadang terserang flu berat. Ia bersin-bersin ke arah si B yang seruangan. Si A mengutuk virus yang membuatnya sakit. Si A pun melakukan upaya membunuh virus dengan menelan obat sintetis. Gejala penyakitnya pun berhenti. Sama seperti si anak yang melempar mainannya keluar tadi. Kira-kira, adakah jaminan mereka terbebas dari masalah yang sama di kemudian hari?


Si B yang baik-baik saja itu, apa yang membuatnya tak ikut sakit? Semua orang akan serentak menjawab, itu karena imunitas si B kuat. Lalu apa sih yang menyebabkan imunitas seseorang kuat dan yang lainnya lemah?

Dua Mahzab
Jika melihat ke mahzab yang jadi landasan berpikir dan bertindak di dunia kesehatan selama ini, akan nampaklah benang merahnya. Serta pola yang melandasi tindakan si anak kecil dan si A yang membasmi virus flunya.


Selama di bangku sekolah kita memang hanya diajari satu mahzab saja, yakni yang dipelopori oleh Louise Pasteur. Padahal pada abad dua puluh itu dunia biologi khususnya mikrobiolgi terbelah ke dalam dua pandangan. Yakni mahzab Monomorphism dan mahzab Pleomorphism. Hal ini serupa berjalan dengan satu kaki, pincang, dan berat sebelah.


Mahzab yang dipelopori Louis Pasteur dikenal dengan istilah Monomorphism (Mono: satu, morpe: bentuk) yang kemudian jadi landasan teori kuman /germ theory. Mahzab ini berpandangan bahwa setiap sel bakteri berasal dari sel yang ada sebelumnya dalam bentuk dan ukuran yang sama, alias tidak mungkin berubah bentuk.


Sedangkan Pleomorphism (pleo: banyak, morpe: bentuk) dipelopori oleh ilmuan Antoine Bechamp yang hidup sezaman dengan Pasteur bahkan mereka mengajar di kampus yang sama. Mahzab ini berpandangan bahwa sel bakteri punya kemampuan merubah bentuk maupun ukurannya sebagai respon atas kondisi lingkungannya. Yang kemudian menjadi landasan dari teori medan/ terrain theory.


Teori kuman/germ theory berpandangan bahwa orang jatuh sakit disebabkan oleh kuman. Maka cara satu-satunya agar sembuh dan terhindar dari penyakit ialah dengan memberantas kuman. Teori temuan Pasteur inilah yang jadi landasan pemikiran medis konvensional. Dimana kuman, entah bakteri, virus, jamur, dianggap sebagai penyebab penyakit. Dan sejak saat itulah manusia mulai berperang melawan microba dengan berbagai cara. Ini tergambar dari tindakan si A dan si anak kecil di atas.


Namun sama-sama kita ketahui, ada milyaran jenis bakteri di alam raya ini. Belum lagi ditambah jenis virus, jamur, dan lainnya. Bahkan semasa dalam kandungan pun manusia sudah bergelimang dengan bakteri dalam tubuh ibu, di jalan lahir. Lalu, apakah harus diberantas semua agar kita terlindungi dari penyakit? Bagaimana kalau mereka malah makin resisten? Tak perlu buru-buru dijawab.


Di sisi lain teori medan/terrain theory berpandangan bahwa orang jatuh sakit bukan karena kuman. Melainkan karena kerusakan jaringan atau sel tubuh yang akhirnya mengganggu sistim kekebalan tubuh. Atau singkatnya, terjadinya ketidak-seimbangan pada tubuh. Menurut teori ini cara mengatasi penyakit ialah dengan memperbaiki jaringan yang rusak dengan cara meningkatkan kualitas kesehatan.


Pandangan Pleomorphism memaparkan bahwa terdapat microzyma (semua sel berasal dari microzyma pada awal terbentuknya) dan bisa ditemukan pada seluruh makluk hidup. Dalam keadaan normal/sehat ia akan tetap diam dalam bentuknya semula. Namun ketika tubuh terancam oleh racun atau terjadi kerusakan sel, microzyma akan berubah bentuk jadi bakteri, jamur, atau virus lantas “melibas” racun tersebut. Setelah tugasnya selesai, ia akan kembali jadi bentuk semula, microzyma. Kemampuan mikroba ini berevosi tergantung pada lingkungannya (medan/terrainnya). Dan lingkungan/terrain yang baik didapatkan dengan cara menerapkan pola hidup sehat.

Keseimbangan Sebagai Kunci
Jika teori medan/terrain theory ini ikut disandingkan dengan teori kumannya Pasteur sejak awal dulu, tentu dunia kesehatan akan kaya perspektif. Namun sayangnya ia seolah layu sebelum berkembang. Buku-buku bermahzab pleomorphisme malah sempat dilarang beredar. Jika anda mau meluangkan waktu mencari tahu, anda pasti akan menemukan jawabannya. Meski begitu, penganut teori medan/terrain theory nyatanya tak pernah sepi peminat. Ia tetap hidup hingga kini.


Sedikit mengulik sejarah, sebelum mengenal medis konvensional, sejak ribuan tahun lalu manusia sudah mengenal metode pengobatan berbasis holistik. Dimana pengobatan berfokus pada penyeimbangan aspek mental, fisik, dan spritual untuk selaras dengan alam. Seperti pandangan Socrates yang memandang tubuh sebagai keseluruhan, bukannya bagian yang terpisah.


Ada banyak jenis pengobatan di luar medis konvensional. Ada aliran holistik tradisional/kuno dan aliran holistik moderen yang menggabungkan pengobatan hoslitik tradisional dengan sains. Sebut saja naturopathy, homeopathy, ananopathy, thibunnabawi, dan sebagainya.


Jauh sejak ribuan tahun lalu pengobatan Cina klasik juga mengusung falsafah yang sama. Dimana penyakit disebabkan oleh ketidak-harmonisan antara lingkungan di dalam dan di luar tubuh manusia. Yang kita kenal dengan istilah yin-yang, sistim meridian tubuh, lima unsur, dan lainnya.


Aliran-aliran holistik ini secara garis besar memiliki kesamaan konsep dalam pengobatannya. Seperti, perawatannya bersifat menyeluruh, optimalisasi kemampuan tubuh menyembuhkan diri, fokus ke akar penyebab penyakit, bukan merawat gejala, meminimalkan obat sintetis dan prosedur invasif, dan lain sebagainya. Dalam aliran holistik ini aspek psikis, spiritual, fisik sama-sama mendapat porsi besar dalam usaha mencapai kesembuhan atau pun upaya menjaga kesehatan.


Hal ini selaras dengan pandangan Hippocrates, Bapak Kedokteran, bahwa penyakit disebabkan oleh ketidak seimbangan dalam faktor alam pada tubuh, seperti air, udara, dan makanan. Hippocrates sendiri pernah menggunakan aroma terapi dan menyemprot wewangian untuk membebaskan kota Athena dari serangan wabah penyakit. Seperti kita ketahui, aromaterapi bisa merileksasi dan menyembuhkan. Dan teknik ini sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu. Lantas bagaimana orang di abad sekarang memandang metode tersebut?


Bukti ilmiah adalah keniscayaan pada abad ini. Diluar itu akan dianggap pseudo belaka meski terlihat jelas hasil nyatanya. Salah satu contohnya, pernyataan Nabi Muhammad SAW (dalam Thibbunnabawi) yang diragukan banyak orang. Bahwa mayoritas penyakit bersumber dari perut. Seorang ilmuan dan praktisi medis yang mempelopori teknik kolonoskopi moderen kemudian mengemukakan kesimpulan serupa. Dr. Hiromi Shinya menyimpulkan bahwa usus yang sehat adalah syarat untuk mendapatkan kesehatan tubuh yang prima. Jaga yang masuk ke perut, maka kesehatan akan terjaga. Dan ada banyak lag contoh lainnya.


Mengenai pola hidup sehat, Indonesia sendiri sudah mengkampanyekan lewat slogan “Gizi Seimbang.” Namun anehnya malah terdengar redup saja di masa pandemi ini. Kalau pun ada, terkesan sebagai usaha sampingan saja. Padahal kita tahu, tak ada formula tunggal yang bisa menangkal covid19 selain melawannya dengan menaikkan imunitas. Dengan cara menerapkan Gizi Seimbang, menjauhi stres, hidup dalam masyarakat yang baik, berolah raga, dan lain sebagainya.


Dalam hal merespon pandemi ini, ada empat tipe kelompok orang. Mereka yang tak percaya dan tak mau peduli, mereka yang terjerat dalam ketakutan dan kecemasan berlebihan, mereka selalu meragu, dan mereka yang memilih untuk bijak dengan meningkatkan pengetahuan kesehatan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yang manakah, anda?


Bagi yang bersepakat bahwa manusia adalah bagian dari alam, dan alam memang butuh keseimbangan, tentu tak berat menerima sudut pandang baru yang sebenarnya tidaklah baru-baru amat ini. Namun bagi yang menolak, tentulah tulisan ini tak ubahnya bak menantang matahari belaka. Padahal untuk seterusnya kita akan hidup berdampingan dengan microba yang semakin bertambah banyak jenisnya itu. Andai sebelah kaki itu difungsikan, tentu tak akan lagi pincang kita berjalan. Ada banyak ragam perspektif. Dan dampak pandemi tak harus membuat dunia lumpuh seperti sekarang. Melelahkan. Terima kasih sudah bertahan. Kamu keren!

Ikut atau Terlindas Zaman? (Yuk, Manfaatkan Transaksi Digital Untuk Kemajuan Ekonomi Nasional)

“Langkah pertama adalah menetapkan bahwa sesuatu itu mungkin, maka kemungkinan itu akan terjadi.” Elon Musk


Dari Era ke Era
Perubahan zaman adalah keniscayaan. Seperti halnya bumi yang terus berputar dari waktu ke waktu, corak zaman pun tak luput dari roda perubahan. Tak ada manusia yang bisa mengingkarinya. Sekilas mari kita tengok ke belakang dan setelahnya sila ambil kesimpulan. Ke zaman purba. Corak kehidupan pada zaman itu adalah berburu untuk mengumpulkan makanan. Hidup nomaden atau berpindah-pindah dari gua ke gua. Masih sangat sederhana.


Zaman nomaden pun mengalami perubahan besar atau kita namai revolusi. Manusia pada zaman itu mulai menemukan dan menguasai ilmu bercocok tanam. Juga mulai memelihara hewan ternak. Corak kehidupan berubah dari yang semula hanya meramu (mengumpulkan) menjadi menghangsilkan (produksi) makanan. Gaya hidup pun berubah. Manusia mulai tinggal menetap dan membangun rumah tinggal.


Era pertanian ini lama kelamaan pun memasuki masa perubahan. Proses produksi atau jasa dianggap sulit karena hanya mengandalkan otot (tenaga manusia dan hewan), tenaga angin dan tenaga air yang tentu saja tak efisien. Karena prosesnya memakan waktu lama, dan membutuhkan biaya besar.


Lalu pada abad ke 18 seorang ilmuan bernama James Watt menemukan mesin uap bertenaga air. Dunia kembali berada di gerbang transisi. Perubahan zaman kali ini dikenali sebagai Revolusi Industri. Kehidupan manusia pun berubah corak. Revolusi ini seterusnya diikuti oleh evolusi-evolusi lanjutan. Mesin uap terus mengalami perkembangan dan kemajuan yang tak terhentikan.


Corak kehidupan manusia pun mengalami perubahan dalam segala sisi. Terjadi perubahan masif di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi yang terus berkembang. Revolusi Industri juga membawa peningkatan pada taraf ekonomi masyarakat.


Bumi kian larut berputar. Dan kini zaman kembali menghendaki perubahan. Kita yang hidup di abad mileneal ini mau tak mau sedang berevolusi ke bentuk baru. Inilah eranya Revolusi Digital. Akan seperti apa nantinya, kita hanya bisa menebak-nebak. Karena setiap revolusi akan diikuti oleh evolusi-evolusi lanjutan. Perubahan ini tak akan terhentikan.


Seperti pisau bermata dua, revolusi akan melahirkan dua tipe manusia. Mereka yang terus melaju di atas ombak perubahan, dan mereka yang memilih bertahan sebagai pecundang lalu tumbang lantas hilang.


Kita yang hidup di zaman ini tentu bisa melihat perubahan yang sedang terjadi. Dunia digital memasuki nyaris seluruh sisi kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Belakangan ini santer kita dengar perekonomian merosot karena turunnya daya beli dan pasar lesu. Ditandai dengan sepinya pusat perbelanjaan dan banyaknya gerai-gerai serta kios-kios yang gulung tikar.

Namun anehnya, di saat yang sama angka penjualan e-commerce malah meroket naik. Penjualan melonjak 50% dari tahun sebelumnya. Lalu ini artinya apa?


Sebelum menyadari apa yang terjadi, mari tengok sekilas ke masa lalu. Tentu anda masih ingat perusahaan dagang VOC di zaman penjajahan dulu, bukan? Perusahaan raksasa asal Belanda ini menjelajah hingga ke pelosok Nusantara dengan ribuan armada kapal layarnya. VOC menopoli hasil pertanian Nusantara lalu dibawa ke barat sana.

Namun VCO akhirnya kandas. Dari catatan sejarawan kita mengetahui penyebabnya adalah korupsi di tubuh perusahaan dan utang yang terlampau besar. Tapi apa benar hanya karena itu saja?


Analisis Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya berjudul The Great Shifting mengenai kejatuhan VOC ini cukup mencengangkan saya dan mungkin juga anda. Bahwa VOC adalah korban perubahan zaman. VOC tumbang ketika dunia sedang menghadapi Revolusi Industri.


VOC mempunyai ribuan armada kapal layar. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah armada pesaingnya EIC (East India Company) asal Inggris. Armada VOC masih digerakkan oleh angin. Sedangkan armada pesaingnya sudah memakai kapal uap yang tentu saja lebih cepat. Singkat cerita, VOC kalah bersaing dan akhirnya tumbang dilindas zaman karena tak siap mengikuti perubahan zaman. Fenomena inilah yang kembali terjadi di era digital ini. Banyak perusahaan terancam gulung tikar. Sistim lama mulai ditinggalkan oleh sistim baru yang dianggap jauh lebih praktis.

Sistim Transaksi dari Masa ke Masa
Untuk hal bertransaksi, pada tahun 6000 SM manusia menukar barang dengan barang demi mendapatkan hal yang dibutuhkannya. Lantas muncul masalah. Mereka kesulitan dalam penetapan nilai barang.


Contoh sederhananya begini. Si A butuh sebungkus garam dari si B buat bikin acar sayur. Tapi barang yang A punya itu cuma seekor domba. Kalau domba ditukar dengan sebungkus garam tentu saja tak sepadan. Nah, akhirnya muncullah sistem pertukaran baru. Dengan uang, baik logam maupun uang kertas. Lalu, untuk bisa bertransaksi mereka butuh satu tempat khusus. Muncullah yang namanya pasar. Lama-lama pasar mengalami perubahan juga seperti yang ada sekarang, pasar tradisional dan pasar moderen.


Akibat “ketegesa-gesaan” zaman, manusia makin tak punya waktu lagi untuk ke pasar. Di sisi lain bidang teknologi informasi kian mengalami kemajuan pesat dan hadir menawarkan inovasi baru sebagai solusi yang bernama pasar online. Warga milenial pun mulai bertransaksi secara virtual atau online dan perlahan meninggalkan cara lama.


Di samping itu bentuk uang pun mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Yang dulunya cuma ada dalam bentuk fisik, sekarang sudah beralih dalam bentuk digital dengan berbagai vairan. Bertransaksi tanpa tatap muka selain cepat, juga dinilai lebih aman dari kasus pencurian atau pencopetan.


Dan pandemi covid-19 saat ini adalah momentumnya. Revolusi Digital telah benar-benar terjadi dan tengah berlangsung di depan mata. Khususnya di bidang ekonomi, “ledakan” peralihan sistim ekonomi baru itu makin jelas terasa. Sebut saja ia dengan istilah digitalisasi ekonomi. Atau ekonomi digital.


Ya, begitulah zaman, selalu membawa perubahan. Yang mudah beradabtasi akan melenggang ke masa depan dengan ringan. Sebaliknya yang tak siap dengan perubahan ini, pelan tapi pasti akan tergerus oleh arus perubahan, tenggelam lalu hilang. Silakan pilih, mau jadi pihak yang mana?

Apa itu Ekonomi Digital?
Teknologi digital mengalami perkembangan yang sangat dasyat dan berdampak sangat signifikan pada kegiatan manusia. Segala kegiatan yang berbau konvensional kini bergeser ke sistim digital. Para pakar menyebutnya sebagai era new normal.


Hal ini juga berdampak pada kegiatan perekomian. Seperti yang kita saksikan sekarang, banyak gerai-gerai perbelanjaan konvensional yang tutup atau gulung tikar. Sementara di sisi lain usaha-usaha jasa pengiriman barang tumbuh subur. Artinya transaksi jual beli tetap berjalan, hanya saja dalam bentuk baru. Yakni transasksi digital. Sekali lagi, inilah eranya ekonomi digital.


Belum lama ini toko online Amazon yang terbesar di dunia itu, mencatatkan sejarahnya. Disaat perusahaan lain merugi dan mengurangi karyawan, mereka justru mengalami kenaikan penjualan 26% selama kuartal I-2020 dan merekrut ratusan ribu karyawan baru.

Ini sangat mencengangkan. Dan tentu ada banyak kisah sukses lainnya yang mendapatkan berkah dan momentumnya selama masa pandemi ini karena memanfaatkan ekonomi digital.


Oh ya, pengertian ekonomi digital sendiri adalah segala bentuk aktivitas ekonomi yang memanfaatkan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Termasuk bertransaksi jual beli, pemasaran, dan lainnya yang dapat mempengaruhi perekonomian.

Indoensia Sangat Potensial
Di Indonesia sendiri ekonomi digital berkembang sangat signifikan. Hal ini diketahui dengan bermunculannya startup baru bak jamur di musim hujan. Istilah startup sendiri berarti perusahaan rintisan (baru) yang umumnya bergerak di bidang teknologi dan informasi di dunia maya (internet).


Startup terbagi dua. Ada e-commerce (electronic commercial) dan FinTech (finantial technology). E-commerce lebih kita kenal sebagai platform jual beli, sedangkan fintech untuk pelancar proses jual beli (pembayaran). Seperti payment system untuk token listrik PLN, penggalangan dana seperti KitaBisa.com dan lain sebagainya.


Beberapa e-commerce di Indonesia diantaranya sudah berkembang jadi bisnis unicorn. Sebut saja Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, Ovo, dan JD.ID. Oh ya, istilah unicorn sendiri ialah sebutan untuk perusahaan teknologi rintisan atau startup yang mencapai nilai 1 miliar dollar AS atau setara 14,1 triliun berdasarkan valuasi atau penilaian dari investor privat atau publik.


Inilah eranya Revolusi Digital dimana perubahan zaman harus kita hadapi dengan pola pikir baru. Inilah era platform yang bukan lagi era persaingan produk (produc based). Jika pada era produk ada produk (barang/jasa) yang diperdagangkan, maka pada era platform ini tidak menghasilkan dan menjual produk, tapi mempertemukan antara suplly-demand. Mengelola interaksi yang jangkauannya luas. Untuk contohnya kita bisa lihat pada startup Gojek, dimana pihak platform mempertemukan kepentingan antara tukang ojek dan penyewa jasa ojek.

Pengguna teknologi di Indonesia makin meningkat jumlahnya. Menurut data dari Ernest & Young, peningkatan transaksi pada e-commerce mencapai 40% per tahunnya. Dan dari data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pengguna internet di Indonesia diperkirakan berjumlah 196,7 juta jiwa hingga kuartal II 2020. Sedangkan jumlah populasi di Indonesia menurut BPS ada sekitar 266 juta jiwa.


Dengan angka sebanyak itu tidak heran jika masyarakat Indonesia bisa mengangkat isu-isu terkait dan menjadikannya trending topic di dunia. Namun kalau internet hanya dipakai untuk sekedar jadi alat komunikasi mobile semata, tentu sangat disayangkan karena sudah melewatkan peluang sangat besar. Indonesia belum bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk peningkatan produktivitas dan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi.


Menurut Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2019, Indonesia memiliki perkembangan ekonomi internet terbesar dan tercepat di kawasan Asia Tenggara. Tentu saja ini merupakan potensi yang harus digarap dengan cakap agar bisa melahirkan enterpreneur digital baru dan perusahaan digital rintisan baru (startup) di Indonesia. Terlebih Indonesia punya modal populasi yang didominasi kaum milenial yang sangat adaptif terhadap perkembangan teknologi baru.


Kesempatan untuk menjelajahi dunia digital masih sangat terbuka lebar. Akan banyak tercipta lowongan perkerjaan di bidang ini seiring perkembangan teknologi yang makin deras. Dan tentunya jika digarap maksimal, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat positif. Indonesia akan jadi negara besar yang disegani di dunia.

Ayo Ambil Bagian
Jika kita mundur ke ratusan tahun lalu, gaya hidup manusia saat ini pastilah dianggap sihir. Bagaimana mungkin bisa berbelanja hanya dengan gesek-gesek jempol di layar, lalu barangnya muncul di depan pintu rumah?

Bahkan mungkin tak pernah terpikirkan, orang yang berada di benua Afrika bisa mengbrol dengan orang di Indonesia lewat sebuah layar kecil saja. Ajaib, kan? Dan kini keajaiban itu makin menjadi-jadi hadir di depan mata. Lalu, apakah kita hanya akan jadi penonton di pinggiran saja atau ikut terlibat?


Inilah zamannya menjadi seorang CEO terbilang mudah. Atau tak sesulit dulu lagi. Caranya, dirikan startup dan bangun bisnis digital maka anda sudah bisa menyandang label itu. Banyak, kok, contoh suksesnya dari kalangan milenial.

Sebut saja Ahmad Zaky, founder dan CEO Bukalapak. Muhammad Alfatih Timur, co-founder dan CEO Kitabisa.com. Nadem Makarim, founder dan CEO gojek yang sekarang jadi mentri pendidikan. Amanda Susanti, co-founder dan CEO Sayurbox, dan banyak lagi nama-nama lainnya. Masih banyak celah, kesempatan besar untuk meraih sukses di era ekonomi digital ini. Elon Musk bilang, “jangan takut dengan arena baru!” Mulai saja dulu.

Anda tentu setuju bahwa kenaikan suhu bumi bermula sejak era Revolusi Industri, bukan? Dimana era ini ditandai dengan pola pikir menumpuk aset dan kekayaan sebanyak-banyaknya adalah ciri kesuksesan. Mengeruk alam sebanyak mungkin demi kepentingan pribadi dan kelompok adalah cara menjadi kaya raya.

Nah, pada era Revolusi Digital ini ada angin segar yang cukup melegakan warga bumi ini. Perlahan terjadi pergeseran pola dari yang semula berpola owning economy menjadi sharing economy. Dan semoga inilah jalan keluar atas kerusakan lingkungan yang kian parah belakangan ini.

Era Baru dengan Pola Pikir Baru
Gaya hidup praktis dan efisien jadi cara pandang dan perilaku baru di zaman Revolusi Digital ini. Contoh nyatanya bisa dilihat pada platform-platform yang bermunculan di berbagai belahan dunia.

Seperti penyewaan kamar rumah yang biasanya hanya dilakukan oleh hotel/penginapan, kini bisa dilakukan oleh pemilik rumah mana pun asal telah tergabung ke platform. Atau seperti fenomena sehari-hari belakangan ini. Tak perlu lagi membeli mobil pribadi untuk pergi ke tujuan. Cukup pesan lewat aplikasi, maka anda akan mendapatkan tumpangan serasa milik pribadi.


Penyewaan mobil atau motor juga ada di mana-mana. Ini memudahkan pelancong manca negara mengakses tempat baru dengan kendaraan sewaan dari aplikasi. Pemilik yang kendaraannya menganggur akan mendapatkan bayaran. Pelancong pun semakin mudah mengakses destinasi tujuan dengan transportasi berbiaya murah.

Tak ada keraguan menyewakan barang pribadi karena adanya jaminan dari pihak platform. Jika di dunia nyata kita menyebutnya “kepercayaan”, maka di dunia digital ia disebut “rating”. Ia adalah modal dasar dalam berbisnis apapun.


(“JIka anda membuat konsumen tidak senang di dunia fisik, mereka mungkin akan bercerita kepada 6 orang temannya. Namun jika anda membuat mereka tidak senang di internet, masing-masing mereka bisa memberitahukan kepada 6000 orang teman.” Jeff Bazos, pendiri dan CEO Amazon.com)


Fenomena ini tentu akan mendatangkan banyak sekali ide bisnis. Contoh, anda bisa membuat platform baru yang menyediakan penyewaan mesin potong rumput, alat catok rambut, bor listrik, mesin jahit, mesin cuci, atau bahkan vacum cleaner. Barang-barang tersebut biasanya hanya dipakai sesekali saja padahal harga belinya mahal. Ini peluang bisnis yang bisa menguntungkan banyak pihak.


Prinsip berpikirnya begini, jika aset menganggur itu bisa berguna bagi orang lain dan bisa menghasilkan uang, kenapa tidak disewakan saja? Sedangkan di pihak konsumen pola pikirnya begini, jika bisa disewa kenapa harus membeli dengan harga mahal? Toh akan dipakai sesekali saja.


Di beberapa kota besar dunia ada aplikasi yang menawarkan makan siang ala rumahan. Pelanggannya rata-rata karyawan kantoran. Dan rata-rata sellernya adalah ibu-ibu rumah tangga yang hobi masak. Pada jam makan siang konsumen berkumpul di rumah seller. Konsumen cukup membayar sekian dolar maka mereka bisa merasakan makan ala rumahan, berkumpul, serta menambah relasi pertemanan dengan sesama pelanggan lainnya.


Dalam kasus ini, hobi masak jadi tersalurkan dan konsumen mendapatkan apa yang diinginkan. Begitu pun dengan pengasuh platform, semua sama-sama diuntungkan. Sebuah perilaku baru yang dulunya tak pernah ada, bukan?


Di kota Medan sana ada startup Mapaya yang menawarkan katering enak, harga terjangkau dengan kualitas sekelas restoran. Konsepnya sama dengan Kulina yang beroperasi di Jakarta sana. Makanan yang dulu hanya ada di restoran mahal dan berkelas kini bisa diakses siapa saja dengan mudah dan murah. Strata sosial pada makanan perlahan mulai luntur.


Telah terjadi pergeseran pola pikir dan pola hidup di zaman ini. Dari pada membiarkan barang atau aset tak terpakai lebih baik disewakan dan mendatangkan pemasukan. Bisa disimpulkan bahwa gaya hidup konsumtif sudah tak cocok lagi untuk era digital ini. Mari ucapkan selamat tinggal pada gaya hidup lama yang terkesan berlebihan dan merusak alam itu. Selamat datang di kehidupan digital.

Langkah Bank Indonesia (BI)
Masyarakat di era ini sudah tak terpisahkan dari smartphone, gejed berteknologi tinggi yang bak magnet itu. Inilah peluang baru yang memerlukan strategi baru. Untuk itu Bank Indonesia melakukan tiga langkah dalam rangka mendorong perkembangan ekonomi digital sebagai new source of economic growth (sumber pertumbuhan ekonomi baru melalui tiga strateginya. Seperti berikut ini:
1.) Menetapkan Visi Sistim Pembayaran Indonesia 2025.
1.) Mendorong peningkatan eletroniksasi transaksi pembayaran.
3.)Mendorong program persiapan pemasaran online UMKM (on boarding UMKM) ke ekonomi digital.


BI terus mendukung kemajuan perekonomian khususnya di platform digital dengan menghadirkan QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) sebagai inovasi kebjakan guna mendorong integrasi ekonomi dan keuangan digital.


QRIS adalah standar QR Code untuk pembayaran melalui aplikasi uang eletronik served based, dompet eletronik, atau mobile banking. Dengan adanya QRIS transaksi pembayaran bisa lebih efisien atau murah, inklusi keuangan di Indonesia lebih cepat, UMKM bisa lebih maju, dan akhirnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.


Ekonomi digital merupakan angin segar bagi industri UMKM. Baik yang ada di perkotaan maupun di pelosok Indonesia. UMKM bisa memanfaatkannya untuk memasarkan produk dan jasa dengan jangkauan lebih luas, lebih murah, dan mudah.


Dari data yang diterbitkan Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM), baru sekitar 9 juta UMKM atau sekitar 13% yang terhubung dengan ekonomi digital. Padahal dengan ekonomi digital UMKM tak sekedar memperluas pasar, tapi juga bisa membuka sumber pemodalan usahanya. Harapan ke depan semoga semakin banyak pelaku UMKM yang memanfaatkan ekonomi digital untuk hasil yang lebih baik lagi.

Do It Now!
Siap untuk menjadi Elon Musk, Jack Ma, Nadiem Makarim, atau Jeff Bazos berikutnya? Bersegeralah persiapkan diri. Tentukan target dan fokus bisnisnya. Ini era baru. Siapa saja bisa ambil bagian di dunia digital dan meraih mimpinya. Generasi mileniai harus manfaatkan peluang besar ini. Masih sangat banyak peluang digital yang belum tergarap, khusunya di Indonesia.


Ayo membuka diri pada kebaruan zaman. Pertajam pendengaran dan pikiran. Maksimalkan kecerdasan yang sudah Tuhan beri. Apa yang sedang dibutuhkan orang-orang dan jadi permasalahan, maka di sana kita hadir menyajikan penawaran dan jawaban. Seperti yang dibilang Elon Musk di awal tadi, langkah pertama adalah menetapkan bahwa sesuatu itu mungkin, maka kemungkinan itu akan terjadi. Tunggu apa lagi? Do it now!


(Artikel ini diikutsertakan dalam blogcontest yang diselenggaran Bank Indonesia bekerjasama dengan PT. Media Televisi Indonesia)

Lantur

Kali ini kupilih menjauhi gravitasi saja. Kenapa begitu? Jika sedang banyak waktu, sila lanjutkan lanturan saya ini. Kau kan temukan sekilas jawabnya. Tapi jika sibuk, diskip aja. Gak apa apa, daripada buang waktu.

Baiklah. Jika berpikir bumi ini terlalu besar hingga tak mungkin untuk dijelajahi, mungkin kamu salah. Coba deh tengadah. Tengok ke angkasa sana. Luuuuaaassss sekali jagad raya ini. Ada yang lebih luas ketimbang bumi ini. Kita hanya kepingan debu yang terserak di antara jutaan benda angkasa.

Bumi ini, galaksi bima sakti ini, galaksi galaksi lainnya, semua terserak dalam ruang waktu yang belum tentu mungkin bisa kita jelajahi. Jagad raya ini bergerak bak tumpahan tepung di udara, menyebar dan terus menerus mengembang saling menjauh dari waktu ke waktu.

Ya, begitulah alam raya ini bekerja dalam senyapnya. Mengesankan. Penuh tanya. Tak akan cukup waktu untuk membahasnya, mempelajari seluk beluknya, memecahkan misterinya.

Pengen deh bisa nongkrong di angkasa sana. Duduk duduk ngeteh sambil melihat kedip bintang berjarak jutaan tahun cahaya. Tapi takutnya aku malah bikin kacau alam raya. Konon, kalau aku iseng menuang logam cair ke udara, benda itu akan menggumpal dan mengembang jadi bola, bulat sempurna. Tegangan permukaan yang membentuknya.

Begitu pun yang terjadi dengan benda benda besar di angkasa, bulat seperti bola ulah bergabungnya energi dan gravitasi. Aku jadi membayangkan alam raya ini bak sekumpulan bola dalam kolam mandi bola. Menakjubkan.
Tapi, jika yang kutumpahkan itu air mata, apa akan jadi bola bola yang lantas memadat, membesar dan jadi planet planet duka juga? #ehh..gk ding. Maksudnya, air teh hehe…
Akankah jadi planet planet baru di semesta? Khusus buatku menepi saja. Cieee privatisasi..😂

Dan para ilmuan itu bilang, jika pengembangan alam semesta membuat benda berpencar pencar saling menjauh, maka sebaliknya yang dilakukan oleh si gravitasi. Ia malah ingin membuat benda benda berkumpul. Sekarang paham kan kenapa tak kusukai gravitasi saat ini. Ya, begitulah. Andai dimengerti, tapi ya sudahlah. Mari saksikan saja kerja alam raya ini. Siapa tau dapat pesan dari luar angkasa, dari alien yang konon lagi sembunyi entah di mana..👽🛸🌍🌠

Wahai..

Nasehati dirimu
.
.
.
.
.
.
.
.
Kadang, sangat perlu menasehati diri sendiri lebih banyak ketimbang cuap cuap ke orang lain.

Seringnya yang butuh dinasehati itu sebenarnya diri sendiri malah. Nah.. Kali ini saya pengen banget nasehatin diri saya. Khusus buat diri sendiri. Anggaplah sebagai kado terindah. Begini bunyinya. Ehemmm….ehemm..

Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!
Wahai diriku, bersyukurlah!

Nah, semoga nasehat ini meresap ke dalam diri saya. Aamiin! 🤭
Mohon doakan manteman nasehatnya benar benar termakan oleh saya. Jangan sampai mental. Hehe..

Ya, benar, kan? Hidup ini emang bergulir di antara sabar dan syukur saja kan, ya. Kalo gak dipaksa bersabar, ya dipaksa bersyukur. Sesimple itu. Dunia mah semu belaka, kok. Sementara saja. Jadi mari banyak banyak bersyukur saja. Kalo dah mentok, ya, mari bersabar saja. Itu! 😂

Sekian dulu. Jangan kapok, ya..🙏✌😄

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

Dear, Mom

Thank you, Mom, for taking care of me when i’m…… I still need you.. untill the end of my life..

Mom, thank you for a million kindnesses. Thank you for everything you given to me. Thank you…❤

Love

your daughter 💚💚💚