Resensi: Tentang Rae

20161001_120645

 Tentang Rae

Judul : Cinta Segala Musim

Penulis : Maya Lestari Gf

Thn terbit : Juni 2016

Penerbit  : Indiva

Tebal hal  : 224 hal

Resensi novel Cinta Segala Musim:

Segala yang patah akan menemukan tumbuh, dan semua yang jatuh akan menemukan bangkit… Begitu bunyi sambutan manis buku ini.

Rae, perempuan muda yang coba berjuang di tengah badai rumah tangga. Terbiasa hidup dengan fasilitas lengkap, rumah mewah, tas mahal, mobil megkilat, seorang sosialita, bagai mengalami mimpi yang terputus, Rae harus menelan pil pahit kehidupan. Semua kesenangan lenyap. Rumah mewah berganti dengan bangunan mungil perumahan dengan air sumur menguning. Rumah asal jadi yang dibangun di lahan tak baik. Rae yang seorang veetarian mesti mengganti menu makanannya. Semua harta disita demi melunasi hutang bisnis sang suami. Tentu bukan hal yang mudah bagi seseorang yang terlahir dari keluarga mapan.

Rampak, seorang arsitek yang memilih jadi devolover, dimakan oleh sahabat baiknya sendiri. Ia ditipu habis- [Read more…] habisan. Kehidupan Rae dan Rampak berubah seratus delapan puluh derajad. Rampak kehilangan nama baik. Kehilangan kepercayaan publik. Kehilangan modal dasarnya sebagai seorang pebisnis. Namanya dipampang di media sebagai figur penjahat. Semua orang menatapnya dengan pandangan mata penuh curiga. Mukanya tercoreng oleh tuduhan yang sebenarnya bukanlah kesalahannya. Seakan tak menyisakan celah untuk ia kembali bangkit. Ia jatuh sejatuh-jatuhnya. Satunya-satunya yang tersisa hanyalah harga diri dan istrinya, Rae.

Pihak keluarga, baik orang tua Rampak maupun orang tua Rae sudah menawarkan bantuan. Namun harga diri Rampak terlalu mahal untuk menerima itu semua. Ia menolak bantuan keluarga meski untuk sekedar tempat tinggal.

Saya teringat ungkapan umum soal kesetiaan. Jika lelaki diuji ketika memiliki segalanya, maka ujian bagi perempuan ialah ketika lelakinya tak memiliki lagi apa-apa. Di sini, Rae membuktikan sebaliknya. Tokoh Rae mewakili suara perempuan yang selama ini dianggap ‘tak bertenaga’. Mempetegas, di balik sosoknya yang lemah lembut, perempuan punya kekuatan yang lelaki tak punya. Menepis generalisasi soal kesetiaan perempuan yang sebatas harta belaka.

Rae tak pernah memperlihatkan tangisnya di depan Rampak. Ia memilih jadi telinga, merelakan bahunya sebagai tempat lelakinya bersandar. Di titik terlemah mereka, janin yang sudah lama ditunggu-tunggu hadir menawarkan oase sejuk di tengah panas gurun. Namun kehadirannya menimbulkan beban baru bagi calon orangtuanya. Di titik ini, roda nasib kembali mempermainkan nasib kedua tokoh.

..Rae memang punya kekurangan, tapi Rampak tak ingin menemukan. Tak ada perempuan sempurna, sebagaimana tak ada lelaki sempurna.. (hal. 126)

Rae membukakan jalan bagi Rampak. Rampak kembali ke jalurnya, seorang pembangun yang humanis. Sampai di sini saya sebagai warga Padang merasa kisah ini seperti tayangan kisah nyata. Di beberapa titik saya sebal karena dibuat menitikkan air mata. Emosi diaduk-aduk.

Itulah konsep desain bangunanku, Rae. Memberi makna, dan itu hanya bisa dilakukan dengan membangun rumah yang setiap sisinya dekat dengan kehidupan si pemilik rumah. Dulu aku melupakan ini karena terlalu sibuk mencari uang. Aku tak ingin melakukan kesalahan lagi. Aku akan kembali pada jalanku semula. (hal. 186)

Tak sekedar menyukai karakter Rae, saya juga menyukai sosok Rampak. Kebeningan hatinya kembali mencuat setelah digosok keras dengan gerinda kehidupan. Ia tak takut rugi menolong sesama. Perjuangannya setelah jatuh membuka mata banyak orang. Dan semua itu mewujud berkat kerasnya usaha Rae menopang biduk mereka.

…Tuhan tidak menjatuhkan potensi untuk sembarang tujuan. Selalu ada tujuan besar dari setiap tindakanNya. Maka bangkitlah, dan berlarilah menuju tujuan besar itu… (Rampak, seorang mantan orator, ketua HMI – hal 187)

Rae dan Rampak saling memendam kagum. Memilih fokus pada sisi baik, menutup mata pada kekurangan diri pasangannya. Memilih bertahan mesti terbuka peluang untuk meninggalkan. Bukankah begitu semestinya cinta dibahasakan?

…Mungkin itu sebabnya kenapa lelaki dan perempuan saling menemukan. Sebab hanya dengan itu mereka menjadi utuh..(hal. 126)

Bahu membahu mereka membangun perumahan rakyat layak huni, manusiawi. Akankah Rampak memperolah lagi kepercayaan yang hilang darinya?

Buku ini sangat cocok bagi mereka yang berjuang mencari kekuatan dalam biduk rumah tangga. Juga bagi yang tengah bersiap memasukinya. Selamat membaca.

Tinggalkan komentar