Buang sampah jiwa (Tips untukmu yang gemar curcol)


Makin nambah umur makin timbul kesadaran dan bertambah pemahaman. Bahwa hidup ini tak melulu berisi kesenangan dan terkabulnya segala kemauan. Ada masa masanya hidup dipenuhi gelak tawa seakan gak akan ada ruang buat berduka. Ada kalanya hati dan pikiran dipenuhi kesedihan, kejenuhan, kegelisahan, penyesalan, dan segala perasaan serta pikiran buruk lainnya. Namun hidup tetap harus terus berlanjut, dong.


To the point aja. Ini soal cara buang sampah jiwa. Topic ini udah sering kubahas bareng teman. Dari dulu itu aku senang sama bacaan berbau psikologi. Hingga saat tamat dari sekolah putih abu abu itulah jurusan yang kuinginkan selain yang satu lagi itu. Gegaranya, di rumah langganan tabloid wanita dan aku kerajingan baca salah rubric tanya jawab dengan psikolog. Keren dan kagum aja bisa pecahin masalah orang yang curhat. Puas bisa bantuin orang lain hingga ia merasa lega. Pokoknya hebatlah.


Namun sayangnya takdir berkata lain. Aku malah belok ke jurusan lain. Ya, terima ajalah ya. Namanya juga takdir. Udah tertulis 50000 tahun sebelum kelahiranku ke dunia ini. udah jelas apa aja yang akan kulewati dan kujalani. Udah jelas siapa aja yang kukenal di kehidupanku ini. Dengan siapa saja bersinggungan , dan lain sebagainya.


Nah, balik soal curcol. Aku sama dengan yang lain, gemar curcol. Kayaknya belum plong kalau belum kukeluarin sampah jiwaku. Terlebih kalau lagi terbenam dalam momen menggalaukan. Cieeh momen apaan tuh?hihi..

Nah, berita buruknya, nggak semua orang bisa kupercayai jadi tempat curcol. Juga, gak semau orang Cuma mau curcol sembarangan padaku. Walau kadang belepotan juga sih curcolannya sana sini hehe.. Ini soal kemampuan menyimpah aib orang, rahasia orang, juga empati.


Nggak semua orang punya daya tampung sebesar dan seluas lapangan bola. Inilah biang terjadi fenomena, curcolannya bocor ke mana mana macam ember tiris.


Dalam hal ini menurutku kedua pihak baik yang curcol maupun yang menampung curcolan nggak salah sih. Tepatnya, harus dilihat dari banyak sisi.


Kapasitas tiap orang itu beda beda. Yang menerima curcol bisa jadi udah kepenuhan ruang jiwanya. Entah oleh beban hidupnya sendiri atau mungkin karena ruang kapasitasnya memang sempit. Jadilah curcolan orang dia bagiin ke orang lain, entah sengaja entah tidak.


Nah di sisi lain, yang curcol juga mungkin asal main tumpahin sampah jiwanya aja. Gak lihat tempat . dia lega, orang yang nerima curcolan kepenuhan sampah jiwa. Meluberlah akhirnya. Kan gak cucok, bestie!


Untukku sendiri, makin ke sini aku makin menghindari menampung curcolan orang. Kecuali orang orang yang emang butuh, urgent aja. Sebab apa? Sebab kapasitas tampungku sering penuh juga. Hehe..


Menerima curcolan itu butuh kemampuan mengelola pikiran serta emosi juga lho. Saat ada yang curcol, aku nggak main hooh aja. Aku selalu menimbang-nimbang, apa iya? Apa benar begitu? Nah, ini tuh butuh focus dan konsentrasi juga kan ya? Ini yang bikin aku letih. Belum lagi kalau ada sesi lanjutannya.


Sementara aku sedang tidak siap untuk terganggu vibrasinya. Belum lagi kalau itu sifatnya top secret. Wah, gawat, bestie. Tiap waktu aku harus memanggul karung beban rahasia orang hihi… dan di sisi lain, aku juga gak ingin orang lain merasakannya. Inilah yang melatari konten ini kutulis di sini.


Nah, kali ini aku mau nyaranin kita semua untuk nulis aja. Kok nulis? Iya, karena kalau kusaranin buat curcol sama Allah kalian pasti udah tahu hal ini, kan? Makanya kusaranin nulis. Menulis itu bisa bikin hati dan pikiranmu lega, bestie. Tulis aja semua yang terlintas di pikiranmu itu. Tulis aja yang kamu rasain itu.Tumpahin semua deh. Kalau perlu bercarut marutlah sampai sampahmu itu benaran habis. Bak sampahmu terkuras keluar semua. Tumpahin deh sampai bersih. Sampai plong.


Emang boleh gitu? Ya, tentu saja boleh. Sediain satu buku tulis atau satu folder di laptopmu khusus buat nampung curcolanmu. Lepasin semua yang menyekat di hatimu. Tulis uneg unegmu. Tulis kejengkelanmu itu. Tuangin rasa kesal yang membuat langit hatimu retak itu di sana. Caci maki aja orang yang kamu benci itu. sepuasnya. Sepua-puasnya, bestie!


Tarik semua sampah di otakmu itu keluar lewat jemarimu. Tumpahkan segala tangisanmu itu lewat ujung jemarimu. Percayalah, cara ini ampuh. Sangat ampuh. Aku dan jutaan orang lainnya sudah melakukannya, kok. Asal, itu tulisan jangan dibagiin, yak.


Bahkan kamu akan terkejut karena tiba-tiba bisa menemukan solusi dari permasalahanmu itu ketika menulis. Ya, menulis seajaib itu, lho.


Nah, kalau kamu sudah melakukannya, akan ada perasaan lepas. Apalagi kalau sudah duluan ngadu sama tuhan. Yang besar besar itu sudah terbuang. Kalau pun masih ada keinginan untuk curcol, itu cuma remah remahnya aja. Kalau pun kamu certain semuanya , beban rasanya udah nggak sama lagi. Gak sebesar energy buruk yang udah kamu pecah ke dalam tulisanmu itu. paham dong maksudku? Hehe..


Ohya, aku nggak sedang melarang untuk curcol ke orang lain lo ya. Ini semacam solusi buat yang nggak punya tempat curcol aja. Sebutlah, bagi yang sedang mengalami trust issue, yang jauh dari bestienya, atau yang udah gak percayaan lagi sama orang terdekatnya.


Okeh baiklah, bestie. Kudoakan semua permasalahan hidupmu dan hidupku, hidup kita semua bisa kita pecahkan dengan sebaik-baiknya solusi. Maafkan aku jika banyak salah-salah kata, yak. Semangat!

Tinggalkan komentar