Perjanjian Para Tokoh Piaman Mengenai Tabuik

Setelah dua tahun absen karena pandemic, festival tabuik yang telah berusia dua abad ini kembali digelar. Seperti biasa, selalu ada prokontra yang mengekori. Dan tahukah, bestie, jauh sebelum kekhawatiranmu soal momok yang satu itu, yang selalu diulang-ulang tiap momen tabuik tiba itu, para ninik mamak alim ulama beserta tokoh adat sudah sejak lama mengantisipasinya.

“Untuk menghilangkan  pengaruh syiah terhadap upacara tabuik, khususnya pada bagian yang bersifat pemujaan terhadap Husain, maka para tokoh adat, agama, dan keluarga tabuik, di bawah koordinasi rumah tabuik pasa sekitar tahun 1908-1909 memfasilitasi pertemuan untuk mengubah bentuk dan pemaknaan “tabuik piaman” menurut falsafah hidup minangkabau, yaitu, Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah – syarak mandaki, adaik manurun. Unsur-unsur ini harus tergambar pada bentuk dan batang tubuh tabuik.

Berdasarkan musyawarah di atas dihasilkan beberapa keputusan, yaitu:

(Ohya, petikan kesepakatan saya “comot” dari buku Sejarah Tabuik oleh Asril Muchtar dkk)

Bahwa budaya tabuik tetap dilaksanakan setiap tanggal 1-10 muharam setiap tahunnya, dan mempertahankan nilai adat dan syarak dengan ritualnya. Bentuk/batang tubuh tabuik disesuaikan dan diaplikasikan menurut kebiasaan, nilai-nila adat, dan nilai-nilai luhur masyarakat anak nagari Rang Piaman (orang Pariaman) khususnya, dan minangkabau pada umumnya. 

Bahwa tabuik merupakan kebudayaan rang piaman dan digali dari tatanan kehidupan anak nagari piaman sendiri dan tidak ada masuk unsur aliran suatu agama apapun  (tabuik berdiri dengan sendirinya) yang didorong oleh rasa cinta warga/masyarakat Pariaman kepada keturunan Nabi Muhammad SAW.

Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan tokoh-tokoh berikut ini,

AA Navis (1986), “Pesta tabuik merupakan pengaruh dari ritual penganut syiah. Bagi penganut syiah penghormatan terhadap Husain atas kematiannya menjadi ritual suci keagamaan yang utama seperti di Irak, Pakistan, India, Afganistan, dan Negara-negara penganut islam syiah lainnya. Perbedaannya bagi masyarakat Pariaman, upacara ini tidak menjadi aqidah (kepercayaan yang menyangkut dengan ketuhanan atau dipuja), pelaksanaannya semata-mata merupakan upacara memperingati kematian Husain. Tabuik sudah dijadikan sebagai peristiwa budaya dan pesta budaya anak nagari Pariaman.

Hamka (1974), Tuduhan bahwa tabuik adalah bentuk aktualisasi masyarakat syiah minangkabau, khususnya orang Pariaman juga dibantah oleh Hamka melalui polemic dalam bukunya ‘Antara Fakta dan Khayal: Tuanku Rao. Menurut Hamka perayaan tabuik oleh masyarakat Pariaman dilakukan karena dorongan rasa cinta masyarakat Pariaman kepada keturunan Nabi Muhamad SAW. Pernyataan ini menegaskan bahwa masyarakat Pariaman bukanlah penganut islam syiah walaupun mengadakan pesta tabuik sebagai warisan ritual.

(gambar: google)

Pengaplikasian kesepakatan tersebut bisa kita lihat pada struktur tabuik seperti pada, bungo salapan, tonggak atam, tonggak serak, jantuang jantuang, pasu pasu, dan ula gerang yang berjumlah delapan.

Jumlah ini merupakan perpaduan antara adat nan ampek, yaitu kato mandata, kato mandaki, kato malereang, kato manurun. Agama nan empat antara lain, Al Quran, hadiat, ijma, qias.

Namun ada juga yang memaknai jumlah delapan ini sebagai unsur pimpinan agama dan adat seperti pemaknaan pada simbol bungo salapan.

Bungo salapan berbentuk payung berjumlah delapan buah menyimbolkan empat unsur pimpinan agama, yaitu imam, khatib, labai, dan pagawai. Empat unsur pimpinan adat yakni, panghulu, manti, malin, dan dubalang. Dapat ditarik makna bahwa masyarakat Piaman menjalani kehidupan berpayung ajaran agama dan adat.

Sejarah singkat pembawa tabuik

Pariaman tadanga langang,

Batabuik mako karami,

Tuan kanduang tadanga sanang,

Bawolah tompang badan diri kami.

Tabuik Pariaman dibawa oleh Kadar Ali. Tentara Inggris yang merupakan orang Sipay-Tamil, India beragama islam syiah dan bertugas di Bengkulu. Akibat perjanjian Traktat London (Ingris menyerahkan Sumatera kepada Belanda), maka semua tentara Inggris, termasuk Kadar Ali, harus keluar dari Bengkulu. Sebagian dipulangkan ke India, sebagian menetap sebagai orang biasa, dan ada yang juga yang berlayar untuk berniaga hingga singgah ke pelabuhan Pariaman. Kadar Ali masuk ke kategori terakhir yang memilih menetap di Pariaman.

Kehadirannya diterima baik oleh masyarakat Pariaman yang saat itu mmemang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan berbagai etnis pendantang (heterogen). Lalu pada tahun 1826 digelarlah tabuik untuk pertamakalinya di Pariaman. Tabuik tak hanya dihoyak di Pariaman saja. Tabuik juga menyebar hingga ke Padang, Padang Panjang, Solok, Painan, bahkan hingga Aceh seperti di Pidie, Banda Aceh, Melabouh, Truman, dan Singkil. Dan yang bertahan hingga kini hanya tabuik Pariaman dan tabot Bengkulu.

Untuk sosok Kadar Ali sendiri tak ada kejelasan mengenai silsilah keluarga beliau di Pariaman hingga kini. Nama beliau juga asing bagi warga Pariaman. Karena pergelaran tabuik selanjutnya dilakukan oleh anak nagari piaman sebagai festival budaya tahunan. Zaman dulunya tabuik bisa dibuat hingga tujuh tabuik. Namun kini hanya ada dua saja, tabuik pasa dan tabuik subarang.

Dan untuk prosesi tabuik sendiri saya pikir sudah banyak yang membahasnya di blog-blog yang tersebar luas di internet. Silakan searching di google untuk lebih jelasnya.

Seperti bunyi pantun di atas, piaman tadanga langang, batabuik mako karami. Tak memungkiri, sejak lunturnya kejayaan Pariaman sebagai kota pelabuhan besar, nagari rantau ini memang jadi lebih sepi. Dan dengan digelarnya pesta tabuik, barulah Piaman jadi ramai dikunjungi turis dari segala penjuru nusantara, bahkan dari manca negara.

Jadi tabuik tak hanya sekedar pertunjukan kolosal bagi anak nagari saja, tapi juga jadi ajang silaturahmi bagi warga setempat. Dimana banyak perantau yang sengaja menunggu momen tabuik tiba untuk pulang ke kampung halaman. Di sisi lain festival tahunan ini juga mampu menggerakkan sektor ekonomi kota Pariaman yang otomatis bisa mengangkat kesejahteraan warga setempat. Jadi tak bisa melihat festival budaya ini hanya dari satu sudut pandang saja.

Sekian dulu. Salah dan kurang mohon dimaafkan, ya sanak.

Tinggalkan komentar